Minggu, 04 Oktober 2015

Marsiranggut di Tarutung




BATAKINDONEWS.COM -

Sulit mencari kosaata yang pas untuk kata "gulat" dalam bahasa Batak Toba. Tapi jika kata gulat atau bergulat harus diterjemahkan ke bahasa Batak, barangkali kata yang dianggap lumayan pas  adalah Marsiranggut. Ada juga yang beranggapan marsiranggut itu adalah perkelahian dengan main jambak-jambakan rambut. Pada hal kata yang tepat untuk jambak-jambakan adalah masijanggolaan.
Dalam rangka memeriahkan Hari Jadi Kabupaten Tapanuli Utara ke 70 yang jatuh pada 5 Oktober 2015, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Taput menggelar beragam kegiatan seni budaya tradisional di halaman Balai Data Jalan Sisingamangaraja, Tarutung. Ada beberapa stan lainnya di lokasi seputaran Sopo Partukkoan, tapi memang stan Diknas yang paling menyita perhatian banyak pengunjung. Di sana digelar berbagai kegiatan seni budaya yang dikemas dengan cukup apik di bawah arahan Kadis Pendidikan dan Kebudayaan Taput Drs Jamel Panjaitan. Selain pagelaran tortor anak sekolah semua tingkatan dari SD sampai SMA, juga hiburan vokal grup, opera, juga kuliner dan pelayanan cek gula darah gratis.
 Panitia juga menggelar permainan gulat antar siswa dan siswi SMAN 1 Pangaribuan. Meski hanya eksibisi, tapi cukup menarik bperhatian banyak pengunjung. Terutama ketika yang main gulat itu tak hanya pelajar laki-laki, tapi juga murid perempuan. (lihat foto-foto di atas)

Protokol mengatakan, marsiranggut adalah salah satu jenis permainan olahraga tradisional Batak yang perlu digali dan dikembangkan kembali. Aturan mainnya juga nyaris sama dengan gulat konvensional, main piting dan kuncian. Seru juga para anak gadis itu marsiranggut di atas matras yang dibentangkan di halaman depan pentas. Para pemain dipandu dan diawasi coach Simatupang.
 Mimik serius cewek-cewek pegulat (parsiranggut) itu mencerminkan ketangguhan wanita Batak. Peluh mengucur di sekujur badan, merefleksikan daya tahan perempuan Batak mengarungi kehidupan, seperti terbukti pada profil wanita Batak umumnya. Perempuan Batak lebih tangguh dari pria Batak dan itu kelihatan di onan (pasar), ibu parrengge-rengge yang seharian berjemur dalam panas terik matahari dan diguyur hujan deras. Sementara (kata anggapan yang sering dilontarkan pejabat pemerintahan), kaum lelaki (bapak) lebih banyak menghabiskan waktunya di lapo tuak. Tak semua pria Batak memang begitu. Tapi beberapa bupati yang pernah memimpin pemerintahan di Tapanuli Utara sering mengungkap hal itu. (Teks/Foto: Leonardo TSS)