Letkol CAJ MSM Sinaga (Foto: repro lukisan ) |
Letkol CAJ MSM SINAGA,
Sosok Militer
Dua Priode Memimpin
Tapanuli Utara
(
1968-1973/1974-1979)
Oleh: Leonardo
TS Simanjuntak
Mantan Bupati Tapanuli Utara dua periode ini, sebelum
meninggal dunia masih sempat ditemui penulis untuk sebuah segmen wawancara
eksklusif akhir Desember 1997,hampir 20 puluh tahun silam. Sosok militer
berpenampilan berwibawa ini kelihatan masih fit dan bersemangat saat ditemui di
lobbi Hotel Silintong, Tuktuk Siadong, Pulo Samosir, saat berlangsungnya
Samosir Solu Bolon Rally. Namun beliau meminta, supaya wawancara dibuat
tertulis supaya lebih terarah. Beliau menyebut, wawancara itu sesuatu yang
penting bukan saja bagi dirinya tapi juga bagi masyarakat luas.
“Dulu
juga (saat menjadi bupati), saya ingin agar jika saya diwawancarai wartawan harus
terarah dan fokus, jangan sampai apa yang saya sampaikan keluar dari konteks,”
katanya dengan mimik serius sebelum mengajak penulis menuju lobbi hotel
miliknya itu. Bahkan ia mengatakan cukup sering membaca tulisan Leonardo di
Harian Sinar Indonesia Baru (SIB).” Rupanya anda itulah Leonardo yang
tulisannya sering saya baca dulu,” imbuhnya senyum. Saat itu bupati TMH Sinaga (sudah almarhum) hadir di sisinya, tampak mengangguk menimpali sepintas percakapan kami. "Kalau untuk menulis biografi, saya rasa saudara Leonardo Simanjuntak ini boleh juga terpercaya," ujar TMH Sinaga ketika itu sebelum mennggalkan kami berdua melanjutkan percakapan.
Dalam usianya yang menapak 74 tahun saat itu
(1997), purnawirawan TNI-AD yang terakhir berpangkat kolonel (pur) itu tampak
masih bersemangat diajak berbincang sekilas tentang pengalamannya semasa
menjadi Bupati Tapanuli Utara dua periode. Periode pertama dari tahun 1968 s/d
1973, dan periode kedua dari tahun 1974 s/d 1979. Meski wawancara diminta
tertulis, kakek yang sudah punya sejumlah cucu itu masih sempat berkisah
tentang berbagai sisi pengalaman dan pandangannya tentang Kabupaten Tapanuli
Utara.Ingatannya masih cukup tajam dan linier mengemukakan beberapa cuplikan
faktual.
Dalam catatan histori pemerintahan Kabupaten Tapanuli Utara, MSM adalah bupati pertama dari kalangan militer. Kondisi daerah saat itu adalah masa transisi dari orde lama ke orde baru.
“Oke, saya akan tulis sendiri jawaban saya
sesuai pertanyaan yang anda ajukan,” katanya kemudian sambil menyalami tangan
saya. Dan janji itu benar-benar ditepatinya. Dua minggu kemudian, almarhum
mengirimkan jawaban tertulis atas wawancara tertulis yang saya ajukan yang dikirimkan langsung ke Tarutung melalui
seorang kurir. Di bawah ini beberapa petikan intisari dari wawancara tersebut:
MSM Sinaga dilahirkan pada 1924 (tidak
dicantumkan tanggal dan bulan berapa) di Sinaga Uruk, Urat, Kecamatan Palipi,
Pulo Samosir, sebagai anak ke 3 dari 7 bersaudara (5 laki-laki, 2 perempuan).
Ayahnya adalah R.Hiskia Sinaga yang dikenal dengan gelar Sutan Soaduon Sinaga,
sedangkan sang ibu bernama Victoria br Samosir.
Letkol CAJ MSM Sinaga (repro Leonardo) |
Masa kecilnya, MSM Sinaga pertama sekali memasuki pendidikan SR (Zending) selama tiga tahun di Urat, tepatnya tahun 1931. Dari sana ia disekolahkan ke Schakel School (Sekolah Berbahasa Belanda) di Nainggolan dari tahun 1935 sampai 1940. Tetapi rencana selanjutnya melanjut ke MULO tak kesampaian, karena pada saat itu Perang Dunia II meletus.
“Tahun 1940 balatentara Jepang telah menyerang
Hawai daerah bagian Amerika, sementara Jerman telah menguasai sebagian besar
daratan Eropa”, tulis MSM Sinaga mengenang tragedi dunia itu.
Sementara Jepang terus menyerang wilayah Asia
dan menduduki negeri Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia, rakyat
Indonesia dilanda penderitaan berkepanjangan akibat krisis pangan dan kebutuhan
lainnya. Pada 1943 – 1945, pemuda MSM Sinaga yang begitu bersemangat
melanjutkan pendidikannya, memasuki sekolah Gyu Gun yang menjadi cikal
bakal Tentara Pembela Tanah Air (PETA).
Kemudian bulan Agustus Jepang menyerah terhadap sekutu, disusul
diproklamirkannya kemerdekaan Bangsa Indonesia oleh Soekarno – Hatta.
Seterusnya pada bulan Oktober 1945, MSM Sinaga memasuki badan-badan perjuangan
di Medan, yakni BKR- TRI.
Tahun 1946, MSM Sinaga memutuskan pindah ke
Tapanuli menjadi anggota P.T . Brigade XI Komando Sumatera dengan pangkat
Letnan Dua, sampai penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada RIS. Kemudian pada
1950 pindah ke TTSU di Medan, sebagai perwira dan menjadi Ajudan Jenderal
hingga tahun 1966 dengan pangkat Letnan Kolonel. Dari tahun 1966 hingga 1968,
kemudian diangkat menjadi Wakil Asisten VI di Kodam II Bukit Barisan. Dari sana
MSM Sinaga turut mencalonkan diri pada pemilihan Bupati Tapanuli Utara di tahun
1968, dan ternyata memenangkan pemilihan yang berlangsung cukup alot.
Add caption |
Add caption |
“Pokoknya pemilihan berlangsung demokratis
seratus persen, tidak ada penggarisan dari atasan”, tulis MSM Sinaga.
MENDUKUNG
PEMEKARAN
Bupati Taput yang
terpilih pertama kali pada era Orde Baru, mengakui setelah dilantik menghadapi
situasi yang serba sulit. Pada masa itu, keadaan ekonomi sangat sulit,
kondisi infrastruktur perhubungan sangat
parah, sarana transportasi masih minim baik kuantitas dan kualitas. “Saya
menghadapi situasi yang sulit, tapi saya minta seluruh warga masyarakat
bersemangat menghadapi situasi itu. Saya mengajak untuk bekerja keras membangun
Taput, demikian juga segenap aparat pemerintah supaya bekerja dengan jiwa
pengabdian untuk menghadirkan pembaruan dan perubahan yang berarti, mengingat
daerah Tapanuli Utara masih tergolong miskin.
Saya butuh semangat kerjasama yang
sebaik-baiknya dan terkoordinasi”, papar
MSM Sinaga. Dalam kaitan itu,MSM mengundang para anggota DPRD meminta saran
pendapat dalam menyusun rencana pembangunan. Masalah pertanian utamanya harus
dibenahi, distribusi pupuk diupayakan tepat sasaran ke setiap kecamatan, karena
sebelumnya pupuk terkonsentrasi di Balige dan Tarutung.
Selama Pelita I sasaran pembangunan diarahkan
untuk pengembangan sarana, ekonomi, rehabilitasi jalan, jembatan,
sekolah-sekolah, dan sarana kesehatan. Langkah selanjutnya diarahkan membangun
sektor pariwisata. Segera dilakukan pembebasan tanah untuk pengembangan obyek
wisata, antara lain di Tutuk Siadong, Ajibata, Simanindo, dan lain-lain. Dana
pembebasan tanah diperoleh dari Gubsu sebagai pinjaman tanpa bunga. Selain itu
dilakukan pendekatan ke Departemen Perhubungan terkait rencana pembangunan
lapangan terbang untuk menunjang
pengembangan pariwisata Danau Toba. Pada 1978 pendekatan itu membuahkan hasil,
dengan dibangunnya lapangan terbang di Sibisa, meskipun masih terbatas untuk
pesawat ukuran kecil seperti Skyvent, SMAC, dan helikopter. Tetapi kurangnya
perhatian untuk mengembangankan lapangan terbang itu, membuat pengembangan
pariwisata ke sekitar Danau Toba tidak bisa sebagaimana diharapkan. Padahal
proyek lapter Sibisa adalah atas permintaan Perdana Menteri Singapura dan
Perdana Menteri Malaysia.
Program penting lainnya adalah meningkatkan debit
air di gunung-gunung sekitar Pulau Samosir. Pembangunan waduk-waduk besar
dimulai sejak 1976 antara lembah-lembah di kawasan Sideak- Tanjungan dengan
panjang waduk 4 kilometer lebar 50 meter dan ketinggian/kedalaman air 20 meter. Ini menjadi obsesi bagi MSM Sinaga
untuk dilanjutkan apabila tidak lagi menjadi Bupati.
Sektor perhubungan, pendidikan, kesehatan dan
pertanian, adalah sector-sektor yang paling banyak menyerap dana selama Pelita
I. Pada Pelita II sektor pariwisata dan pertanian menempati sector perioritas
untuk terus dibenahi. Pada masa itu diperoleh dana bantuan dari Gubsu Marah
Halim Harahap untuk pembebasan tanah di Ajibata, serta dana khusus dari Menteri
Perhubungan untuk pembangunan lapangan terbang Sibisa.
Setelah mengakhiri jabatan periode kedua pada
1979, almarhum MSM Sinaga mencatat bahwa programnya yang belum tuntas antara
lain, peningkatan lapangan terbang Sibisa agar bisa didarati pesawat jenis
Fokker 28 , Boeing 737, atau DC 9. Bila ini sudah terealisasi, pariwisata akan
berkembang pesat dengan munculnya hotel-hotel di Ajibata, Tuktuk, Tomok, Balige
dan Parapat. Almarhum semasa masih hidup mengharapkan agar Bupati penerus
memberi perhatian untuk peningkatan Waduk Tanjungan, dan mengembangkan
lahan-lahan kosong di pinggiran bukit menjadi areal peternakan kerbau, sapi,
kuda, kambing, seperti di Sisaenitak, Sideak,Tanjungan, Pusuk Buhit, dan
sekitar bukit barisan antara Harian Boho, Sihotang, Tamba, Sabulan, dan
lain-lain.
Lalu bagaimana tanggapannya seputar wacana
pemekaran kabupaten Tapanuli Utara menjadi beberapa kabupaten. Almarhum
menegaskan, sangat mendukung bahkan mendorong terwujudnya cita-cita pemekaran
itu. Semasa masih menjabat Bupati Taput, almarhum sudah pernah memusyawarahkan
rencana pemekaran itu dengan kalangan DPRD dan tokoh-tokoh masyarakat, bahkan
semuanya setuju untuk mengusulkannya ke pemerintah pusat. Tetapi berbagai
kendala tidak memuluskan usulan tersebut menjadi realita. Pada saat Dairi
dimekarkan tahun 1964, pemerintah pusat juga telah menjanjikan untuk membentuk
Kabupaten Samosir, tapi janji tersebut tidak bisa terealisasi semasa Orde Lama
dan Orde Baru. Usulan pembentukan Kabupaten Samosir kembali disampaikan pada
tahun 1977, disusul pada tahun 1993 Bupati Lundu Panjaitan menyampaikan usulan
pembagian Tapanuli Utara menjadi dua Kabupaten, yakni Kabupaten Tapanuli Utara
dengan wilayah Silindung dan Humbang, sereta Kabupaten Samosir dengan wilayah
Toba dan Samosir.
KE JEPANG SEBAGAI
HADIAH
Ada yang
sangat berkesan bagi almarhum MSM Sinaga selama menjadi Bupati dua periode.
Almarhum mengenang saat kunjungan resmi Presiden Soeharto tanggal 1 Oktober
1969 ke Balige dalam rangka meresmikan Tugu Pahlawan Revolusi D.I Panjaitan.
Kadis PU Prop.Sumatera Utara Ir Sipahutar
didampingi Pimpro PLTA Asahan pada kesempatan itu menyampaikan Progress Report
tentang rencana pelaksanaan proyek tersebut, yang pada awalnya sudah dimulai
oleh tim dari Uni Sovyet. Tetapi setelah terjadinya peristiwa G.30.S, ahli-ahli
dari Sovyet itu telah meninggalkan proyek. Pada saat kunjungan Presiden
Soeharto, telah dipersiapkan maket profil Proyek Asahan dengan air terjun
Siguragura dan Tangga, dengan proposal biaya yang digunakan sudah begitu besar.
Setelah Presiden menerima dan memahami laporan
tersebut, tanggal 2 Oktober esoknya langsung diadakan Sidang Kabinet, dan
memerintahkan agar Proyek Asahan (PT Inalum) dilanjutkan. Maka sejak 1980 an,
Pemerintah Pusat, Pemda Tingkat I Sumut, dan semua Dati II di sekitar Danau Toba telah menikmati pajak dan bunga
air Danau toba yang jumlahnya miliaran rupiah setiap tahun. Kabupaten Asahan
mendapat bagian terbesar karena adanya PBB yang cukup besar dari pembangunan
Kuala Tanjung yang menjadi lokasi pabrik aluminium, pelabuhan, dan pemukiman
karyawan.
Kenangan lain yang berkesan adalah saat
pelaksanaan Pemilu 1971, Menurut forecasting (ramalan) MBAD (Markas
Besar Angkatan Darat) waktu itu, Golkar tidak mungkin menang di Tapanuli Utara.
Karenanya, Gubernur Marah Halim Harahap mengatakan pada MSM Sinaga:” Kalau
Golkar menang di Tapanuli Utara, saya beri hadiah meninjau Jepang atau Negara
lainnya dengan biaya dari saya”. Hal yang sama juga dicetuskan Pangdam II/BB
Brigjen Leo Lopulisa, menjanjikan hadiah khusus bila Golkar menang di Taput.
Ternyata, hasil perhitungan suara pada Pemilu
1971, Golkar di Tapanuli Utara menang, dengan perolehan suara di atas 85
persen. Dan janji hadiah dari Gubernur dan Panglima juga menjadi kenyataan.
Setelah terbentuknya DPR dan DPRD-DPRD se Indonesia, MSM Sinaga bersama isteri
L br Silalahi berangkat ke Jepang. Sedang dari Pangdam II/BB Leo Lopulisa,
almarhum MSM Sinaga mendapat hadiah sebuah kenderaan Landrover dengan chassis
panjang buatan Inggeris tahun 1970.
Demikian halnya sewaktu Tapanuli Utara
mendapat nilai juara I pada penyelenggaraan Medan Fair, almarhum diberi hadiah
khusus berlibur ke Kuala Lumpur dan
Singapura. Selanjutnya pada 1978, almarhum diberi izin berobat khusus ke
Taipeh, dari sana berlibur ke Tokyo terus ke Hawai sekaligus untuk studi
banding kepariwisataan.
*************************
Catatan : MSM
Sinaga dilantik oleh Gubernur Sumut atas nama mendagri tanggal 31 Mei 1968
dalam Sidang Istimewa DPRD-GR Taput. Pada waktu yang sama dilakukan serah
terima jabatan dari AV Siahaan yang sebelumnya diserahi tugas sebagai Pejabat
Bupati Sementara, mengisi kekosongan pimpinan pemerintahan setelah meninggalnya
Pjs Bupati Drs P.Simanjuntak tahun 1967. Pelantikan dan serah terima jabatan
berdasarkan hasil pemilihan DPRD-GR Tapanuli Utara tanggal 1 Pebruari 1968
No.3/Kpts/1968, yang dituangkan dalam SK Mendagri No.Pemda.7/7/43-139 tanggal
14 Mei 1968. Selanjutnya setelah berakhirnya masa jabatannya periode I
(1968-1973), MSM Sinaga dipercayakan menjadi caretaker Bupati Taput berdasarkan
SK Mendagri No.Pemda/7/9/24-196/1973 tanggal 23 Juni 1973 menunggu terpilihnya
Bupati definitif. Pelantikan beliau sebagai caretaker diadakan tanggal 7
Agustus 1973. Pada pemilihan Bupati yang berlangsung tanggal 12 desember 1973,
MSM Sinaga kembali terpilih untuk periode II, dan ditetapkan dengan SK Mendagri
No. PEM.7/2/8-14 tanggal 22 Januari 1974, dan dilantik Gubernur Sumut tanggal
14 Pebruari 1974.
MSM Sinaga
menerima Satya Lencana Pembangunan dari Presiden RI atas keberhasilan yang
dicapai Tapanuli Utara dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan
kemasyarakatan selama 11 tahun kurang lebih memimpin daerah itu.
Nama : MSM
Sinaga
Tempat/Tanggal Lahir : Sinaga Uruk, Urat, Palipi, tahun 1924
Orangtua (ayah) : R.
Hiskia, gelar Sutan Soaduon Sinaga
Orangtua (ibu) : Victoria
br Samosir
Anak ke : 3
dari 7 bersaudara (5 laki-laki,2 perempuan)
Pendidikan : SR (Zending) tahun 1931 di Urat
Schakel School 1935-1940
di Nainggolan,
Sekolah Gyu Gun tahun
1943-1945
Nama Isteri : L
br Silalahi
Menikah : September
1951
Anak : 3
putra, 3 putri
Pengalaman
militer : Oktober 1945 memasuki BKR-TKR di Me dan, 1946 anggota P.T Brigade XI
Komando Sumatera pangkat Letnan Dua, Tahun 1950 Pindah ke T.T.S.U di Medan
menjadi perwira dan seterusnya Ajudan Jenderal hingga 1966 pangkat Letkol,
tahun 1966-1968 menjadi Wakil Asisten VI Kodam II/BB, dan terakhir berpangkat
Kolonel (Pur)
Jabatan penting :
Bupati KDH Tapanuli Utara tahun 1968 –
1973 (periode pertama), dan 1974- 1979 (periode kedua)
Jabatan
lainnya : Ketua Cabang PHRI Taput, Ketua Cabang Angkatan
45, Ketua Yayasan Pendidikan di Sinaga Uruk, Pengurus LADN Taput
Perjalanan
ke
luar Negeri : Jepang, Singapura, Malaysia, Korea, Taipeh
Nama
anak : Laki-laki :
1. Johnny Sinaga, arsitek
2. Leonar Sinaga, Sarjana Teknik,
3. Binsar Sinaga Sarjana Pariwisata.
Anak
Perempuan :
1. Martha Sinaga,
2.
Linda Sinaga,
3.
Diana Sinaga
**********
Orde Baru merupakan
titik start dimulainya gerakan pembangunan berkelanjutan secara nasional, yang
kemudian dikenal dengan sebutan Repelita dan Pelita (Pembangunan Lima Tahun).
Program pembangunan dilakukan secara sistematis, terukur, dan berkesinambungan.
Bupati Taput MSM Sinaga saat menyampaikan
Memori Serah Terima jabatannya kepada Drs Salmon Sagala, menilai mental
ideologi rakyat selama Orde Lama masih dipengaruhi ideologi-ideologi semu, pada
kenyataannya menunjukkan adanya kecenderungan lebih mementingkan (orientasi)
pada ideologi daripada perbuatan untuk membangun.
Pendapatan Daerah Taput saat itu sangat
rendah, sementara inflasi tak terkendali. Persediaan barang (di luar beras) tak
bisa memenuhi kebutuhan rakyat. Pada masa itu rakyat terkesan masih terperangkap
pengaruh demagogis, atau pengaruh pidato-pidato hebat tapi tidak membuahkan
kenyataan untuk perubahan.
Kondisi prasarana dan sarana perhubungan
sangat memprihatinkan, bahkan banyak daerah kecamatan sulit dikunjungi.
Pendapatan per kapita juga sangat rendah. Rakyat apatis dalam meningkatkan
produksi pertaniannya, akibat sulitnya prasarana, sehingga menghambat arus
pemasaran.
Secara
umum, di bidang sosial politik, disimpulkan belum mantapnya landasan kekuatan
sosial politik, terutama dikaitkan pada pemahaman atau kepedulian pada
Pancasila dan UUD 45.”Situasi kondisi tersebut merupakan tantangan yang harus
segera diatasi secara serius,” katanya. (Leonardo Simanjuntak/BATAKINDONEWS.Com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar