Senin, 09 Mei 2016

MSM Sinaga Militer Pertama Menjadi Bupati Tapanuli Utara



Letkol CAJ MSM Sinaga (Foto: repro lukisan )
 Letkol CAJ MSM SINAGA, Sosok Militer
Dua Priode Memimpin Tapanuli Utara
( 1968-1973/1974-1979)

Oleh: Leonardo TS Simanjuntak
 Mantan Bupati Tapanuli Utara dua periode ini, sebelum meninggal dunia masih sempat ditemui penulis untuk sebuah segmen wawancara eksklusif akhir Desember 1997,hampir 20 puluh tahun silam. Sosok militer berpenampilan berwibawa ini kelihatan masih fit dan bersemangat saat ditemui di lobbi Hotel Silintong, Tuktuk Siadong, Pulo Samosir, saat berlangsungnya Samosir Solu Bolon Rally. Namun beliau meminta, supaya wawancara dibuat tertulis supaya lebih terarah. Beliau menyebut, wawancara itu sesuatu yang penting bukan saja bagi dirinya tapi juga bagi masyarakat luas.
  “Dulu juga (saat menjadi bupati), saya ingin agar jika saya diwawancarai wartawan harus terarah dan fokus, jangan sampai apa yang saya sampaikan keluar dari konteks,” katanya dengan mimik serius sebelum mengajak penulis menuju lobbi hotel miliknya itu. Bahkan ia mengatakan cukup sering membaca tulisan Leonardo di Harian Sinar Indonesia Baru (SIB).” Rupanya anda itulah Leonardo yang tulisannya sering saya baca dulu,” imbuhnya senyum. Saat itu bupati TMH Sinaga (sudah almarhum) hadir di sisinya, tampak mengangguk menimpali sepintas percakapan kami. "Kalau untuk menulis biografi, saya rasa saudara Leonardo Simanjuntak ini boleh juga terpercaya," ujar TMH Sinaga ketika itu sebelum mennggalkan kami berdua melanjutkan percakapan.
  Dalam usianya yang menapak 74 tahun saat itu (1997), purnawirawan TNI-AD yang terakhir berpangkat kolonel (pur) itu tampak masih bersemangat diajak berbincang sekilas tentang pengalamannya semasa menjadi Bupati Tapanuli Utara dua periode. Periode pertama dari tahun 1968 s/d 1973, dan periode kedua dari tahun 1974 s/d 1979. Meski wawancara diminta tertulis, kakek yang sudah punya sejumlah cucu itu masih sempat berkisah tentang berbagai sisi pengalaman dan pandangannya tentang Kabupaten Tapanuli Utara.Ingatannya masih cukup tajam dan linier mengemukakan beberapa cuplikan faktual.
  Dalam catatan histori pemerintahan Kabupaten Tapanuli Utara, MSM adalah bupati pertama dari kalangan militer. Kondisi daerah saat itu adalah masa transisi dari orde lama ke orde baru.
  “Oke, saya akan tulis sendiri jawaban saya sesuai pertanyaan yang anda ajukan,” katanya kemudian sambil menyalami tangan saya. Dan janji itu benar-benar ditepatinya. Dua minggu kemudian, almarhum mengirimkan jawaban tertulis atas wawancara tertulis yang saya ajukan  yang dikirimkan langsung ke Tarutung melalui seorang kurir. Di bawah ini beberapa petikan intisari dari wawancara tersebut:
 MSM Sinaga dilahirkan pada 1924 (tidak dicantumkan tanggal dan bulan berapa) di Sinaga Uruk, Urat, Kecamatan Palipi, Pulo Samosir, sebagai anak ke 3 dari 7 bersaudara (5 laki-laki, 2 perempuan). Ayahnya adalah R.Hiskia Sinaga yang dikenal dengan gelar Sutan Soaduon Sinaga, sedangkan sang ibu bernama Victoria br Samosir.
Letkol CAJ MSM Sinaga (repro Leonardo)

  Masa kecilnya, MSM Sinaga pertama sekali memasuki pendidikan SR (Zending) selama tiga tahun di Urat, tepatnya tahun 1931. Dari sana ia disekolahkan ke Schakel School (Sekolah Berbahasa Belanda) di Nainggolan dari tahun 1935 sampai 1940. Tetapi rencana selanjutnya melanjut ke MULO tak kesampaian, karena pada saat itu Perang Dunia II meletus.
 “Tahun 1940 balatentara Jepang telah menyerang Hawai daerah bagian Amerika, sementara Jerman telah menguasai sebagian besar daratan Eropa”, tulis MSM Sinaga mengenang tragedi dunia itu.
 Sementara Jepang terus menyerang wilayah Asia dan menduduki negeri Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia, rakyat Indonesia dilanda penderitaan berkepanjangan akibat krisis pangan dan kebutuhan lainnya. Pada 1943 – 1945, pemuda MSM Sinaga yang begitu bersemangat melanjutkan pendidikannya, memasuki sekolah Gyu Gun yang menjadi cikal bakal  Tentara Pembela Tanah Air (PETA). Kemudian bulan Agustus Jepang menyerah terhadap sekutu, disusul diproklamirkannya kemerdekaan Bangsa Indonesia oleh Soekarno – Hatta. Seterusnya pada bulan Oktober 1945, MSM Sinaga memasuki badan-badan perjuangan di Medan, yakni BKR- TRI.
 Tahun 1946, MSM Sinaga memutuskan pindah ke Tapanuli menjadi anggota P.T . Brigade XI Komando Sumatera dengan pangkat Letnan Dua, sampai penyerahan kedaulatan dari Belanda kepada RIS. Kemudian pada 1950 pindah ke TTSU di Medan, sebagai perwira dan menjadi Ajudan Jenderal hingga tahun 1966 dengan pangkat Letnan Kolonel. Dari tahun 1966 hingga 1968, kemudian diangkat menjadi Wakil Asisten VI di Kodam II Bukit Barisan. Dari sana MSM Sinaga turut mencalonkan diri pada pemilihan Bupati Tapanuli Utara di tahun 1968, dan ternyata memenangkan pemilihan yang berlangsung cukup alot.
Add caption
Add caption
 Pemilihan Bupati Tapanuli Utara saat itu menjadi kenangan tersendiri bagi almarhum, karena sistemnya waktu itu betul-betul demokratis, tidak ada istilah calon pendamping. Empat orang calon yang dipilih waktu itu terdiri dari MSM Sinaga calon dari Angkatan Darat yang disponsori oleh Sekber Golkar, Partai Katholik, dan NU (Nadhatul Ulama), Drs Daulat Sitorus yang disponsori dan dipilih oleh Parkindo, M.U Situmeang  yang disponsori oleh IP-KI, serta Bonar Sitanggang SH calon dari Polri yang juga disponsori dan dipilih oleh Parkindo yang asalnya dari Samosir. Hasil pemilihan suara itu tercatat 9 suara untuk MSM Sinaga, Drs Daulat Sitorus 9 suara, MU Sitanggang mendapat 5 suara dan Bonar Sitanggang (perwira Polri) mendapat 3 suara. Secara demokratis MSM Sinaga kemudian terpilih menjadi pemenang, meskipun calon dari Polri yakni Bonar Sitanggang juga memperoleh 9 suara.
 “Pokoknya pemilihan berlangsung demokratis seratus persen, tidak ada penggarisan dari atasan”, tulis MSM Sinaga.

MENDUKUNG PEMEKARAN
 Bupati Taput yang terpilih pertama kali pada era Orde Baru, mengakui setelah dilantik menghadapi situasi yang serba sulit. Pada masa itu, keadaan ekonomi sangat sulit, kondisi  infrastruktur perhubungan sangat parah, sarana transportasi masih minim baik kuantitas dan kualitas. “Saya menghadapi situasi yang sulit, tapi saya minta seluruh warga masyarakat bersemangat menghadapi situasi itu. Saya mengajak untuk bekerja keras membangun Taput, demikian juga segenap aparat pemerintah supaya bekerja dengan jiwa pengabdian untuk menghadirkan pembaruan dan perubahan yang berarti, mengingat daerah Tapanuli Utara masih tergolong miskin.
 Saya butuh semangat kerjasama yang sebaik-baiknya  dan terkoordinasi”, papar MSM Sinaga. Dalam kaitan itu,MSM mengundang para anggota DPRD meminta saran pendapat dalam menyusun rencana pembangunan. Masalah pertanian utamanya harus dibenahi, distribusi pupuk diupayakan tepat sasaran ke setiap kecamatan, karena sebelumnya pupuk terkonsentrasi di Balige dan Tarutung.
 Selama Pelita I sasaran pembangunan diarahkan untuk pengembangan sarana, ekonomi, rehabilitasi jalan, jembatan, sekolah-sekolah, dan sarana kesehatan. Langkah selanjutnya diarahkan membangun sektor pariwisata. Segera dilakukan pembebasan tanah untuk pengembangan obyek wisata, antara lain di Tutuk Siadong, Ajibata, Simanindo, dan lain-lain. Dana pembebasan tanah diperoleh dari Gubsu sebagai pinjaman tanpa bunga. Selain itu dilakukan pendekatan ke Departemen Perhubungan terkait rencana pembangunan lapangan terbang  untuk menunjang pengembangan pariwisata Danau Toba. Pada 1978 pendekatan itu membuahkan hasil, dengan dibangunnya lapangan terbang di Sibisa, meskipun masih terbatas untuk pesawat ukuran kecil seperti Skyvent, SMAC, dan helikopter. Tetapi kurangnya perhatian untuk mengembangankan lapangan terbang itu, membuat pengembangan pariwisata ke sekitar Danau Toba tidak bisa sebagaimana diharapkan. Padahal proyek lapter Sibisa adalah atas permintaan Perdana Menteri Singapura dan Perdana Menteri Malaysia.
 Program penting lainnya adalah meningkatkan debit air di gunung-gunung sekitar Pulau Samosir. Pembangunan waduk-waduk besar dimulai sejak 1976 antara lembah-lembah di kawasan Sideak- Tanjungan dengan panjang waduk 4 kilometer lebar 50 meter dan ketinggian/kedalaman air  20 meter. Ini menjadi obsesi bagi MSM Sinaga untuk dilanjutkan apabila tidak lagi menjadi Bupati.
 Sektor perhubungan, pendidikan, kesehatan dan pertanian, adalah sector-sektor yang paling banyak menyerap dana selama Pelita I. Pada Pelita II sektor pariwisata dan pertanian menempati sector perioritas untuk terus dibenahi. Pada masa itu diperoleh dana bantuan dari Gubsu Marah Halim Harahap untuk pembebasan tanah di Ajibata, serta dana khusus dari Menteri Perhubungan untuk pembangunan lapangan terbang Sibisa.
 Setelah mengakhiri jabatan periode kedua pada 1979, almarhum MSM Sinaga mencatat bahwa programnya yang belum tuntas antara lain, peningkatan lapangan terbang Sibisa agar bisa didarati pesawat jenis Fokker 28 , Boeing 737, atau DC 9. Bila ini sudah terealisasi, pariwisata akan berkembang pesat dengan munculnya hotel-hotel di Ajibata, Tuktuk, Tomok, Balige dan Parapat. Almarhum semasa masih hidup mengharapkan agar Bupati penerus memberi perhatian untuk peningkatan Waduk Tanjungan, dan mengembangkan lahan-lahan kosong di pinggiran bukit menjadi areal peternakan kerbau, sapi, kuda, kambing, seperti di Sisaenitak, Sideak,Tanjungan, Pusuk Buhit, dan sekitar bukit barisan antara Harian Boho, Sihotang, Tamba, Sabulan, dan lain-lain.
 Lalu bagaimana tanggapannya seputar wacana pemekaran kabupaten Tapanuli Utara menjadi beberapa kabupaten. Almarhum menegaskan, sangat mendukung bahkan mendorong terwujudnya cita-cita pemekaran itu. Semasa masih menjabat Bupati Taput, almarhum sudah pernah memusyawarahkan rencana pemekaran itu dengan kalangan DPRD dan tokoh-tokoh masyarakat, bahkan semuanya setuju untuk mengusulkannya ke pemerintah pusat. Tetapi berbagai kendala tidak memuluskan usulan tersebut menjadi realita. Pada saat Dairi dimekarkan tahun 1964, pemerintah pusat juga telah menjanjikan untuk membentuk Kabupaten Samosir, tapi janji tersebut tidak bisa terealisasi semasa Orde Lama dan Orde Baru. Usulan pembentukan Kabupaten Samosir kembali disampaikan pada tahun 1977, disusul pada tahun 1993 Bupati Lundu Panjaitan menyampaikan usulan pembagian Tapanuli Utara menjadi dua Kabupaten, yakni Kabupaten Tapanuli Utara dengan wilayah Silindung dan Humbang, sereta Kabupaten Samosir dengan wilayah Toba dan Samosir.
KE JEPANG SEBAGAI HADIAH

Ada yang sangat berkesan bagi almarhum MSM Sinaga selama menjadi Bupati dua periode. Almarhum mengenang saat kunjungan resmi Presiden Soeharto tanggal 1 Oktober 1969 ke Balige dalam rangka meresmikan Tugu Pahlawan Revolusi D.I Panjaitan.
 Kadis PU Prop.Sumatera Utara Ir Sipahutar didampingi Pimpro PLTA Asahan pada kesempatan itu menyampaikan Progress Report tentang rencana pelaksanaan proyek tersebut, yang pada awalnya sudah dimulai oleh tim dari Uni Sovyet. Tetapi setelah terjadinya peristiwa G.30.S, ahli-ahli dari Sovyet itu telah meninggalkan proyek. Pada saat kunjungan Presiden Soeharto, telah dipersiapkan maket profil Proyek Asahan dengan air terjun Siguragura dan Tangga, dengan proposal biaya yang digunakan sudah begitu besar.
 Setelah Presiden menerima dan memahami laporan tersebut, tanggal 2 Oktober esoknya langsung diadakan Sidang Kabinet, dan memerintahkan agar Proyek Asahan (PT Inalum) dilanjutkan. Maka sejak 1980 an, Pemerintah Pusat, Pemda Tingkat I Sumut, dan semua Dati II di sekitar    Danau Toba telah menikmati pajak dan bunga air Danau toba yang jumlahnya miliaran rupiah setiap tahun. Kabupaten Asahan mendapat bagian terbesar karena adanya PBB yang cukup besar dari pembangunan Kuala Tanjung yang menjadi lokasi pabrik aluminium, pelabuhan, dan pemukiman karyawan.
 Kenangan lain yang berkesan adalah saat pelaksanaan Pemilu 1971, Menurut forecasting (ramalan) MBAD (Markas Besar Angkatan Darat) waktu itu, Golkar tidak mungkin menang di Tapanuli Utara. Karenanya, Gubernur Marah Halim Harahap mengatakan pada MSM Sinaga:” Kalau Golkar menang di Tapanuli Utara, saya beri hadiah meninjau Jepang atau Negara lainnya dengan biaya dari saya”. Hal yang sama juga dicetuskan Pangdam II/BB Brigjen Leo Lopulisa, menjanjikan hadiah khusus bila Golkar menang di Taput.
 Ternyata, hasil perhitungan suara pada Pemilu 1971, Golkar di Tapanuli Utara menang, dengan perolehan suara di atas 85 persen. Dan janji hadiah dari Gubernur dan Panglima juga menjadi kenyataan. Setelah terbentuknya DPR dan DPRD-DPRD se Indonesia, MSM Sinaga bersama isteri L br Silalahi berangkat ke Jepang. Sedang dari Pangdam II/BB Leo Lopulisa, almarhum MSM Sinaga mendapat hadiah sebuah kenderaan Landrover dengan chassis panjang buatan Inggeris tahun 1970.
 Demikian halnya sewaktu Tapanuli Utara mendapat nilai juara I pada penyelenggaraan Medan Fair, almarhum diberi hadiah khusus berlibur ke Kuala Lumpur  dan Singapura. Selanjutnya pada 1978, almarhum diberi izin berobat khusus ke Taipeh, dari sana berlibur ke Tokyo terus ke Hawai sekaligus untuk studi banding kepariwisataan.


*************************
 Catatan :             MSM Sinaga dilantik oleh Gubernur Sumut atas nama mendagri tanggal 31 Mei 1968 dalam Sidang Istimewa DPRD-GR Taput. Pada waktu yang sama dilakukan serah terima jabatan dari AV Siahaan yang sebelumnya diserahi tugas sebagai Pejabat Bupati Sementara, mengisi kekosongan pimpinan pemerintahan setelah meninggalnya Pjs Bupati Drs P.Simanjuntak tahun 1967. Pelantikan dan serah terima jabatan berdasarkan hasil pemilihan DPRD-GR Tapanuli Utara tanggal 1 Pebruari 1968 No.3/Kpts/1968, yang dituangkan dalam SK Mendagri No.Pemda.7/7/43-139 tanggal 14 Mei 1968. Selanjutnya setelah berakhirnya masa jabatannya periode I (1968-1973), MSM Sinaga dipercayakan menjadi caretaker Bupati Taput berdasarkan SK Mendagri No.Pemda/7/9/24-196/1973 tanggal 23 Juni 1973 menunggu terpilihnya Bupati definitif. Pelantikan beliau sebagai caretaker diadakan tanggal 7 Agustus 1973. Pada pemilihan Bupati yang berlangsung tanggal 12 desember 1973, MSM Sinaga kembali terpilih untuk periode II, dan ditetapkan dengan SK Mendagri No. PEM.7/2/8-14 tanggal 22 Januari 1974, dan dilantik Gubernur Sumut tanggal 14 Pebruari 1974.
MSM Sinaga menerima Satya Lencana Pembangunan dari Presiden RI atas keberhasilan yang dicapai Tapanuli Utara dalam penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan selama 11 tahun kurang lebih memimpin daerah itu.



 Nama            :           MSM Sinaga
Tempat/Tanggal Lahir         : Sinaga Uruk, Urat, Palipi, tahun 1924
Orangtua (ayah)       :           R. Hiskia, gelar Sutan Soaduon Sinaga
Orangtua (ibu)          :           Victoria br Samosir
Anak ke         :           3 dari 7 bersaudara (5 laki-laki,2 perempuan)
Pendidikan   :           SR (Zending) tahun 1931 di Urat
                        Schakel School 1935-1940 di Nainggolan,
                        Sekolah Gyu Gun tahun 1943-1945
Nama Isteri    :           L br Silalahi
Menikah        :           September 1951
Anak   :           3 putra, 3 putri
Pengalaman militer          : Oktober 1945 memasuki BKR-TKR di Me dan, 1946 anggota P.T Brigade XI Komando Sumatera pangkat Letnan Dua, Tahun 1950 Pindah ke T.T.S.U di Medan menjadi perwira dan seterusnya Ajudan Jenderal hingga 1966 pangkat Letkol, tahun 1966-1968 menjadi Wakil Asisten VI Kodam II/BB, dan terakhir berpangkat Kolonel (Pur)
Jabatan  penting               : Bupati KDH Tapanuli Utara tahun 1968 – 1973 (periode pertama), dan 1974- 1979 (periode kedua)
Jabatan lainnya                : Ketua Cabang PHRI Taput, Ketua Cabang Angkatan 45, Ketua Yayasan Pendidikan di Sinaga Uruk, Pengurus LADN Taput
Perjalanan
ke luar Negeri                    :  Jepang, Singapura, Malaysia, Korea, Taipeh
Nama anak                         : Laki-laki :
                                                1.         Johnny Sinaga, arsitek
                                                2.         Leonar Sinaga, Sarjana Teknik,
                                                3.         Binsar Sinaga Sarjana Pariwisata.
                                                Anak Perempuan :
                                                1.         Martha Sinaga,
                                                2.         Linda Sinaga,
                                                3.         Diana Sinaga

                          
**********
     Orde Baru merupakan titik start dimulainya gerakan pembangunan berkelanjutan secara nasional, yang kemudian dikenal dengan sebutan Repelita dan Pelita (Pembangunan Lima Tahun). Program pembangunan dilakukan secara sistematis, terukur, dan berkesinambungan.
 Bupati Taput MSM Sinaga saat menyampaikan Memori Serah Terima jabatannya kepada Drs Salmon Sagala, menilai mental ideologi rakyat selama Orde Lama masih dipengaruhi ideologi-ideologi semu, pada kenyataannya menunjukkan adanya kecenderungan lebih mementingkan (orientasi) pada ideologi daripada perbuatan untuk membangun.
 Pendapatan Daerah Taput saat itu sangat rendah, sementara inflasi tak terkendali. Persediaan barang (di luar beras) tak bisa memenuhi kebutuhan rakyat. Pada masa itu rakyat terkesan masih terperangkap pengaruh demagogis, atau pengaruh pidato-pidato hebat tapi tidak membuahkan kenyataan untuk perubahan.
 Kondisi prasarana dan sarana perhubungan sangat memprihatinkan, bahkan banyak daerah kecamatan sulit dikunjungi. Pendapatan per kapita juga sangat rendah. Rakyat apatis dalam meningkatkan produksi pertaniannya, akibat sulitnya prasarana, sehingga menghambat arus pemasaran.
 Secara umum, di bidang sosial politik, disimpulkan belum mantapnya landasan kekuatan sosial politik, terutama dikaitkan pada pemahaman atau kepedulian pada Pancasila dan UUD 45.”Situasi kondisi tersebut merupakan tantangan yang harus segera diatasi secara serius,” katanya. (Leonardo Simanjuntak/BATAKINDONEWS.Com)



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar