Selasa, 30 September 2014

Demo Anti Revisi UU Pilkada Kejutkan Pelantikan Anggota DPRD


   Ini berita dari kota kecil di Utara Provinsi Sumatera Utara. Tampaknya sepele, tapi gaungnya bak gayung bersambut dengan situasi nasional. Rupanya demo anti revisi UU Pilkada tak hanya ada di Amerika dan Jakarta. Kabupaten Tapanuli Utara juga ikut ambil bagian, mengekspresikan aspirasinya tetap konsisten mendukung pemilihan langsung.
  Hari ini, Senin 29 September, Kota Tarutung ibu kota Kabupaten Tapanuli Bagian Utara, Sumatera Utara, dibanjiri lautan manusia. Begitu banyaknya orang tumplek arah Gedung DPRD di pusat kota, Jalan Sisingamangaraja kota ini, sampai jalan utama itu ditutup untuk kenderaaan. Hari ini adalah hari sukacita bagi 35 anggota DPRD kabupaten itu, karena hari inilah mereka resmi menjadi wakil rakyat terhormat duduk di lembaga legislatif priode 2014-2019.  Sukacita juga mewarnai ratusan massa yang berada di seputar lokasi gedung pelantikan, suka cita mereka yang (merasa) ikut menjadi pendukung dan pemilih anggota dewan tertentu yang ikut dilantik.
Ratusan mobil berjejer mengambil tempat parkir di hampir semua pinggir jalan di sekitar area pelantikan. Kenderaan roda empat maupun roda dua. Para anggota keamanan lalu lintas sibuk mengatur ketertiban jalan raya. Keramaian itu tambah semarak, dengan hadirnya ratusan orang yang setiap hari tumplek di kantor BKD untuk menyampaikan berkas permohonan CPNS. Klop, kota Tarutung penuh sesak manusia di jalan-jalan utama hingga ke jalan Diponegoro pinggir Sungai Sigeaon di debelah timur.
   Di tengah suasana pelantikan para anggota dewan yang berhasil memenangkan pemilihan dengan trik masing-masing itu, tiba-tiba muncul sekelompok orang yang mengaku dari gerakan mahasiswa membawa spanduk dan berorasi di depan Gedung DPRD. Mereka meminta perhatian pemerintah, untuk membatalkan revisi Undang-Undang Pilkada yang baru disahkan DPR-RI. Mereka juga minta diiijinkan masuk ke dalam gedung tempat pelantikan anggota dewan produk Pemilu 2009.
Para mahasiswa yang juga membawa salib itu, menyatakan sikap menolak sistem pemilihan melalui DPRD karena dinilai hal itu kemunduran berdemokrasi atau kembali ke sistem orde baru. Diorasikan juga agar UU Pilkada itu dibatalkan dan dikembalikan ke sistem pemilihan langsung yang sudah berjalan baik belakangan ini. “Kami mendukung pemilihan langsung, dan menolak pilkada oleh DPRD,” kata mereka dengan penuh semangat. Masyarakat yang menyaksikan demo mendadak itu tampak antusias, dan memberi dukungan spontan dengan mengacungkan tangan tanda setuju. Meski pun jumlah mahasiswa berdemo itu hanya puluhan orang, tapi mereka mengatakan datang mewakili aspirasi mayoritas rakyat yang masih menginginkan demokrasi murni dijalankan di negeri ini.
Saat berdemo itu mereka juga menggelar spanduk minta masyarakat menandatangani aspirasi itu sebagai bukti ikut mendukung gerakan mereka. Warga pun rfamai-ramai membubuhkan tanda tangannya di spanduk yang dibentangkan.
Ir Ottoniyer Simanjuntak dan anggota dewan lainnya menyambut para pendemo dengan cara simpatik, dan menegaskan untuk menampung aspirasi kaum muda itu untuk disampaikan ke pemerintah pusat. “Kami tampung aspirasi adik-adik kami sekalian, dan akan kami teruskan ke pemerintah pusat,” ujar Ottoniyer Simanjuntak salah satu anggota DPRD yang ikut dilantik hari itu. Pada priode sebelumnya dia adalah salah satu wakil ketua DPRD Tapanuli Utara. Untuk priode 2014-2019, diperkirakan Ottoniyer Simanjuntak dari PDI Perjuangan yang akan menduduki kursi ketua menggantikan FL Fernando Simanjuntak yang sudah berakhir masa bhaktinya dan terpilih menjadi anggota DPRD Sumatera Utara.
Suasana demo berjalan dengan tertib, sementara para aparat keamanan tampak berjaga kemungkinan yang tak diinginkan terjadi.
Usai pelantikan anggota dewan, suasana di sekitar kota itu tampak diramaikan peta syukuran para anggota dewan, dilengkapi teratak, kursi, musik keyboard dan penyanyi. Di antaranya pesta syukuran Dapot Hutabarat dari Partai Demokrasi, Fatima Hutabarat dari Partai Nasdem, Maruli Panjaitan dari PDI Perjuangan, Jonggi Lumbantobing dari Gerindra, Sipahutar dari Partai Golkar di Silangkitang, Sanggam Lumbantobing, Frengky Simanjuntak dari Partai Hanura, Bangun Lumbantobing dari Partai Golkar, Tota Situmeang dari Hanura, dan lainnya yang melaksanakan pesta syukuran di kecamatan tempat tinggal dan daerah pemilihannya. Syukuran itu juga tampak bernuansa adat istiadat setempat, sesuai tatanan Dalihan Natolu.
 Suasana keramaian di kota ini seakan menggantikan suasana keramaian pameran Hari Jadi Taput yang setiap tahunnya diadakan Pemerintah Kabupaten di kota ini. Pameran Hari Jadi Tapanuli Utara itu biasanya digelar akhir September sampai minggu pertama Oktober. Tapi menurut informasi sudah ditiadakan tahun ini sesuai konsep perubahan dari pasangan bupati/wakil bupati Nikson Nababan dan Mauliate Simorangkir yang terpilih menjadi kepala daerah priode 2014-2019. (Leonardo TS)

Sabtu, 27 September 2014

Bupati dan Walikota se Indonesia Kompak Menggugat ke MK







Sejumlah anggota DPR protes saat pembahasan RUU Pilkada
 EKSPRESIANA - Wali Kota Bandung Ridwan Kamil mengatakan akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi apabila Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) melalui DPRD disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Emil, sapaan akrab Ridwan, menyatakan sudah berkomitmen bersama wali kota dan bupati yang tergabung dengan Asosiasi Wali Kota dan Bupati di Indonesia menolak RUU tersebut dengan tegas.

"Kami tetap konsisten mendukung pilkada langsung," kata Emil kepada Tempo di gedung DPRD Kota Bandung, Kamis, 25 September 2014. (Baca juga: Putra Presiden Sukarno Demo Tolak RUU Pilkada)

Wali Kota yang diusung oleh Partai Gerindra dan PKS--anggota koalisi partai pendukung RUU--itu mengatakan kesepakatan 510 bupati dan wali kota menolak RUU Pilkada telah dibahas saat rapat koordinasi nasional luar biasa beberapa waktu lalu di Jakarta. Termasuk langkah ke MK apabila RUU Pilkada di sahkan oleh DPRD hari ini. "Kami kompak dan sudah tanda tangan," ujarnya.

Emil yang juga seorang kepala daerah hasil pemilihan langsung menganggap bahwa pemilihan oleh rakyat merupakan cara yang paling benar dilakukan di Indonesia. Sebab, dengan pilkada langsung, masyarakat diberi kesempatan lebih untuk mengenali calon pemimpinnya.

Sementara, jika dipilih oleh DPRD, Emil khawatir calon yang dipilih belum tentu yang terbaik dalam proses seleksi. "Nanti kita dapat pimpinan yang seadanya, bukan jualan kualitas," kata Emil.(sbr:tempo.co)

Revisi UU Pilkada tak Berlaku di Jakarta,Aceh,Papua







Demo anti Pilkada dipilih DPRD di Jakarta
EKSPRESIANA- DPR telah mengesahkan Revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada Jumat dinihari, 26 September 2014. Dalam putusan yang diambil melalui voting itu, fraksi pendukung pilkada lewat DPRD, yakni PAN, PPP, Gerindra, PKS, dan Gerindra, unggul dengan 256 suara.

Tiga fraksi pendukung pilkada langsung, yakni PDI Perjuangan, Hanura, dan PKB, mengantongi 135 suara. Walhasil, RUU Pilkada disahkan. Pengesahan itu memastikan pemilihan kepala daerah akan dilakukan lewat DPRD, tidak lagi langsung oleh rakyat.


Meski RUU Pilkada telah disahkan, ada empat daerah di Tanah Air yang 'kebal' dengan aturan ini. Alasannya, daerah-daerah tersebut memiliki undang-undang yang lebih khusus. Berikut daerah yang dimaksud.

Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta
Kepemimpinan DKI Jakarta berubah sejak diterapkannya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Daerah Khusus Jakarta. Dalam peraturan itu, Pasal 10 disebut DKI Jakarta dipimpin oleh satu orang gubernur dibantu oleh satu orang wakil gubernur yang dipilih secara langsung melalui pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah.

Fauzi Bowo mengawali kepemimpinan Jakarta sejak diterapkannya undang-undang itu. Sedangkan untuk jabatan wali kota, DKI Jakarta berbeda dengan daerah lain. Pasal 19 menyebut wali kota/bupati diangkat oleh gubernur atas pertimbangan DPRD Provinsi DKI Jakarta dari pegawai negeri sipil.

Daerah Istimewa Aceh
Daerah lain yang juga berbeda dalam proses penetapan pemimpinnya adalah Aceh. Dibanding Jakarta, Aceh sudah terlebih dahulu mempunyai peraturan yang berbeda. Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006, disebut gubernur dipilih melalui suatu proses demokratis yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Penetapan bupati dan wali kota Aceh berbeda dengan Jakarta. Menurut Pasal 1 Ayat 9 bupati/wali kota dipilih melalui suatu proses demokratis yang dilakukan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Papua
Proses pemilihan pemimpin Papua berlangsung panjang. Awalnya melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001, Pasal 7 disebutkan bahwa gubernur diusulkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Papua (DPRP). Kemudian mekanisme itu diubah melalui Perppu Nomor 1 Tahun 2008 yang sudah ditetapkan menjadi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008. Perppu itu menyebut gubernur dipilih melalui pemilihan langsung.

Selanjutnya Mahkamah Konstitusi pada Maret 2011 menolak uji materi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008. Mahkamah tidak menganggap pemilihan gubernur Provinsi Papua merupakan kekhususan Provinsi Papua yang berbeda. Sehingga pemilihan gubernur Papua tetap dilakukan secara langsung.

Daerah Istimewa Yogyakarta
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta mengatur tentang posisi gubernur dan wakil gubernur DIY. Dalam Pasal 18 ayat c menyebutkan, posisi Gubernur dijabat oleh Sultan Hamengku Buwono dan Wakil Gubernur dijabat Adipati Paku Alam.(Ekspresiana/sbr:Tempo.Co)

40 Persen Pengunjung Mal di Medan tak Belanja.Lalu, Ngapain?





Carrefour dan Medan Mal, pusat belanja yg selalu ramai
 Pusat Perbelanjaan di Medan, apakah itu namanya mal, plaza,carrefour, segala macam, tidak kalah dengan pusat belanja yang ada di kota besar lainnya. Dari yang super modern hingga pusat belanja kelas bawah, sudah komplit di kota yang lalu lintasnya makin macet ini.Dan anehnya, seberapa banyak lagi pun pusat belanja bertambah di sini (mungkin di kota lain juga begitu), pengunjungnya tetap membeludak.
 Apakah itu di Medan Fair Plaza (Carrefour), Medan Plaza, Aksara, Medan Mal, atau yang kelas-kelas Ramayana bahkan Indo Maret/Alfa Maret. Siapa saja para pengunjung itu, dan begitu banyaknya kah duit mereka warga Medan ini mampu terus belanja ke mal?
 "Ah, banyak pengunjung yang datang ke sini (carrefour) orangnya yang kemarin-kemarin juga sebagian, jangan-jangan besok datang lagi, ya bisa itu juga orangnya," kata seorang ibu saat berbincang dengan rekannya yang tampaknya pendatang dari kampung halaman. Ucapan itu kebetulan didengar seorang Satpam yang melintas di lantai 3. Dia pun sedikit senyum, terus berlalu.
 Selama empat hari EKSPRESIANA jalan-jalan ke berbagai mal atau plaza di kota ini, semuanya rata-rata full house. Tak ada pusat belanja yang lengang dari pengunjung. Tanpa niat usil mengecek apa setiap pengunjung itu memang belanja, tapi satu hal menarik di pusat perbelanjaan adalah selalu aktifnya orang-orang naik turun melalui eskavator atau tangga berjalan. Sepertinya ada kenikmatan tersendiri jika datang ke mal, lalu rajin turun naik lantai. Banyak yang menjinjing tas berisi barang belanjaan, tapi lebih banyak lagi yang santai naik turun dengan tangan kosong.
 "Empat puluh persen pengunjung di sini, saya rasa bukan untuk belanja," kata seorang satpam di salah satu mal, yang demi status kerjanya, tak mau disebut nama dan tempatnya bertugas.
 "Lalu, ngapain mereka kemari?'
 Satpam itu tersenyum."Ya, macam-macam itu bang. Ada yang cuci matalah, ada yang celinguk-celingukan, ada yang hanya sekadar cari makanan atau minuman, atau ada juga yang seperti abang bilang tadi, yah naik turun tangga seperti kesenangan tersendiri."
 Namanya kebebasan. Siapapun dan untuk apapun orang datang ke pusat belanja, siapa yang larang. Seperti kata satpam tadi, sepanjang tidak menimbulkan gangguan keamanan, ya silahkan saja. Terkadang ada saja yang dicurigai dan dimata-matai langsung orang yang tak jelas ngapain selalu hadir di situ, tapi toh tak diapa-apain, karena tak ada bukti melakukan sesuatu yang merugikan. Memang ada kamera CCTV di mana-mana, tapi kamera hanya merekam fakta yang terjadi, bukan mencurigai orang yang bolak-balik datang ke sana.
 Lalu, bagaimana dengan copet? Satpam itu tertawa lebar." Kami rasa setiap orang tahu di tempat ramai seperti  ini yang namanya copet atau garong itu selalu ada. Makanya kalau datang belanja, dijagalah diri baik-baik, jangan pakai perhiasan berlebihan yang mengundang perhatian orang jahat, Sikap hati-hati itu suatu hal yang terpenting di tempat perbelanjaan seramai ini."
 Yang namanya gadis nakal juga bukan hal yang aneh di pusat perbelanjaan. Beberapa waktu lalu salah satu koran mensinyalir, di pusat belanja sering  berkeliaran gadis berpakaian dinas anak sekolahan, tapi sebenarnya psk terselubung. Katanya, ada calo atau mucikari yang bergerak mengatur bagaimana agar si gadis "sekolahan" itu dapat mangsa. Ini juga perlu diwaspadai. Jangan sampai terjerembab pula, bisa-b isa jadi korban penipuan segala macam. (EKSPRESIANA/LTS)

Isteri Gus Dur: Lebih Baik Nikah Beda Agama ! (Daripada Kumpul Kebo)







Shinta Nuriyah,Isteri Gus Dur -
EKSPRESIANA - Masalah nikah beda agama sudah lama memicu polemik, mengundang ragam argumen dari banyak pihak. Di tengah beda persepsi dan pendapat soal itu, muncul pendapat baru dari istri Presiden keempat Abdurrahman Wahid atau Gus DUr, Shinta Nuriyah, yang terang-terangan tak mempermasalahkan jika ada perkawinan yang melibatkan dua agama yang berbeda. Pandangan itu, kata dia, juga sesuai dengan pimikiran almarhum suaminya. "Daripada kumpul kebo," kata Shinta di Gedung Energy di bilangan Sudirman, Kamis malam 25 September 2014. "Kumpul kebo malah memperbanyak dosa."
Menurut Fiqih, kata Shinta, yakni mahdzab Syafi'i dan lainnya nikah beda agama boleh, namun ada syaratnya. Laki-lakinya, kata dia, sebaiknya yang Islam. Namun untuk zaman sekarang, Shinta menilai sama saja, lelaki atau perempuannya yang dari Islam. "Apalagi kalau pada akhirnya yang Islam bisa mengajak pasangannya. Kan itu lebih baik lagi," kata dia. (Baca: Nikah Beda Agama dan Siasat Mengelabui Hukum)
Pernyataan itu disampaikan Shinta menanggapi uji materi Undang-undang Perkawinan yang diajukan Damian Agata Yuvens, dan kawan-kawan. Menurut Damian, pernikahan di antara warga negara Indonesia yang berbeda agama di luar negeri masuk kategori penyelundupan hukum. Tindakan ini, kata Damian, justru dianggap tidak menghormati hukum di Indonesia. (Baca: Soal Nikah Beda Agama, UU Perkawinan Digugat)
"Kalau mengubah identitas dan menikah di luar negeri, itu penyelundupan hukum. Bagi masyarakat, itu hal wajar. Ngaku-nya negara hukum, ternyata hukumnya kehilangan wibawa karena kita main belakang," kata Damian dalam wawancara khusus dengan Tempo, akhir pekan lalu. (Baca: Nikah Beda Agama dalam Islam Masih Abu-Abu)
Untuk mencegah hal tersebut terus terjadi, Damian dan rekan-rekannya berharap Mahkamah Konstitusi dapat mengabulkan uji materi Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Perkawinan yang mereka ajukan ke Mahkamah Konstitusi. Jika dikabulkan, kata Rangga, negara bisa memfasilitasi pernikahan beda agama tanpa melanggar hukum.

Mengerikan! Mahasiswa Dimangsa Harimau di Kebun Binatang









Detik-detik ketika si mahasiswa didekati harimau buas
EKSPRESIANA - Mengerikan! Barangkali itu kata yang tepat, saat melihat atau hanya membayangkan ketika seekor binatang buas seperti harimau memangsa manusia  gigitan taringnya yang tajam. Situs Youtube tengah ramai dengan obrolan tentang rekaman detik-detik seorang mahasiswa di India bernama Magsood, diterkam dan dilumat hingga tewas oleh seekor harimau putih di sebuah kebun binatang di New Delhi, India.
Pihak kebun binatang dipersalahkan karena tak siaga dengan keselamatan pengunjung. Di sisi lain, Magsood juga dianggap sembrono karena memanjat pagar kebun binatang bahkan iseng melompat ke parit di dalam kandang macan putih tersebut.
"Were were the zoo official (di manakah penjaga kebun binatang)?" demikian judul salah satu rekaman di youtube yang menyesalkan insiden maut yang terjadi pada Selasa 23 September 2014 jam 13.30 waktu setempat itu.
Harimau bernama jijay itu awalnya mengampiri Magsood yang baru saja jatuh ke parit di dalam kandang. Ia tak langsung menerkam, tapi mencolek-colek tubuh Magsood yang ketakutan.Sang harimau sepertinya senang melihat manusia itu ketakutan.
Pengunjung di sekitarnya melempari batu ke arah Jijay, tapi sang harimau hanya tolah-toleh,cuek. Ia malah semakin beringas. Puncaknya, ia menerkam Magsood dan menggigit lehernya. Darah tentu saja segera mengucur deras.Para pengunjung berteriak-teriak emosi. Kemudian mahasiswa bernasib sial itu dibawa harimau ke semak-semak di bawah pohon dan disana dikerjai hingga tewas dilumat.
"Waste time in shooting these things on camera instead of helping .... and zoo authorities are completely useless here ... " sesal Aditya Patki, pengunjung Youtube setelah melihat rekaman menegangkan ini. (Ekspres/tribunnews)

Jumat, 26 September 2014

Wanita Itu Pejuang: Sudah Nenek pun Siap Memanjat



Kopinya sudah terlalu tinggi? Ya dipanjat saja... (Hms)

 Wanita Batak itu sering dikiaskan berjiwa baja. Dan jiwa baja itu bisa identik dengan predikat "pejuang". Ketika banyak  pria (suami) asyik ngobrol di kedai kopi atau tuak, sang isteri tak mau tinggal diam jibaku (kerja keras) di sawah ladang. Motivasinya sangat tegas: demi kelangsungan hidup, dan terutama memperjuangkan anak-anak jangan hanya sekadar bernafas, tapi juga bersekolah. Tak percuma komponis beken Nahum Situmorang (alm) mengarang lagu kontekstual ini: Hugogo pe mancari, arian nang botari, lao pasikkolahon gellengki...( Aku kerja keras siang dan malam, untuk menyekolahkan anak-anakku).
 Ikhwal perempuan di mana-mana mau dan mampu kerja keras, banting tulang, bukan sekadar ilustrasi. Tapi fakta yang bisa disaksikan di berbagai penjuru Tanah Batak. Sudah ibu menanggung sakit melahirkan anak, hingga membesarkan, maka ketika anak-anak sudah dewasa, tetap juga memikul beban berat, mencari nafkah dengan jibaku di sawah ladang. Terkadang terik matahari atau hujan lebat, tak lagi dirasakan. Potret romantika kehidupan ibu-ibu seperti itu terutama gampang ditemukan di pedesaan.
 Sebuah foto news dalam nota kecil ini memperlihatkan betapa benarnya ilustrasi seputar komitmen kejuangan perempuan Batak. Ketika sumber pendapatan juga bertumpu pada komoditas lain seperti kopi arabica yang banyak ditanami di pedesaan, rupanya usia tak menjadi faktor penghambat untuk ikut bagi nenek ini tekun memetik kopi di ladangnya. Bila pohon kopi sudah terlalu tinggi sehingga memetik buahnya juga jadi sulit, tapi bagi nenek ini tak ada kamus menunda saatnya untuk memetik. Memanjat pun mau dan sanggup, kalau kondisi fisik masih memungkinkan untuk itu. Nah! (Leonardo TS/EKSPRESIANA/Hms)

Danau Toba:Antara Berkat , Mitos, Tragedi, dan Atraksi







Lomba Solu Bolon 2014 di Muara. Danau Toba itu berkat.

Danau Toba itu indah, sudah diakui secara universal. Dan danau ini berkat bagi Sumatera Utara, khususnya bagi daerah yang terkait secara geografis dengan Danau Toba.
Tapi, di balik keindahan itu terkadang ada kesan angker, manakala terjadi musibah. Sejak dulu, sudah ada berbagai kejadian yang mewarnai kesan angker danau terbesar di Indonesia itu. Kapal tenggelam atau manusia mati terbenam bukanlah peristiwa yang asing di danau ini. Musibah kapal terbesar terjadi saat KM Peldatari tenggelam pada 1997. Puluhan penumpang tewas tenggelam, ketika kapal motor yang kelebihan penumpang saat itu tenggelam, saat akan menepi ke pelabuhan Tomok. Para penumpang adalah penduduk Samosir yang mau pulang seusai dari menonton pagelaran Pesta Danau Toba di Parapat yang menampilkan artis top Jakarta.
Karena kejadian-kejadian tragis di seputaran Danau Toba itu, acap terdengar komentar-komentar yang mengaitkan dengan mitos. Bagi sebagian yang percaya, danau itu ada “penghuninya”. Kalau ada peristiwa tragis, seolah-olah penghuni minta tumbal atau korban. Pada hal, mungkin saja itu rekayasa berlatar mitos yang diwariskan orang-orang terdahulu. Tapi, bagi orang yang berpikiran rasional, kisah-kisah berbau mistis itu ditepis dengan penguatan pada keyakinan takdir yang tak terelakkan manusia. Banyak pula warga yang masih yakin dengan kisah legenda terjadinya Danau Toba. Konon, berawal dari terbongkarnya rahasia seorang perempuan jelmaan ikan yang kawin dengan pria penjala ikan. Satu saat pria itu lupa janjinya tak akan mengungkap identitas perempuan yang dikawininya itu, gara-gara anaknya telat mengantar makanan. Karena amarah meluap, keluarlah ucapan si lelaki menyumpahi anaknya dengan kata-kata,”dasar anak ikan.” Si anak pun mengadu pada ibunya. Di situlah terjadi malapetaka hebat. Gunung meletus menebar lahar dan banjir tak terbendung, hingga terbentuknya sebuah danau maha besar.
Kisah itu tentu kontradiktif dengan deskripsi para ilmuwan yang cenderung pada perhitungan ilmiah, terjadinya erupsi gunung Toba ribuan tahun silam yang menjadikan danau. Tapi, benar tidaknya mitos tentang pria beristerikan perempuan cantik jelmaan ikan itu, kisahnya dari masa ke masa tetap hidup dan dihidupkan. Bahkan pada Festival Danau Toba 2014 yang baru digelar September ini, kisah legenda itu dikemas panitia menjai salah satu sisi yang diharapkan mengundang atensi pengunjung.
Dan Festival Danau Toba 2014 yang sudah ditutup pada 21 September lalu, kembali mencuatkan ragam pendapat orang. Pada pagelaran Lomba Solu Bolon (perahu besar) yang selalu ditampilkan pada event-event pesta budaya di seputaran Danau Toba, kehebohan pun timbul lagi. Seorang peserta lomba diberitakan tewas tenggelam pada hari ke empat, seperti dilansir media cetak maupun online.
Festival Danau Toba (FDT) 2014 hari ke-4  memakan korban. Itulah tajuk pemberitaan halaman utama beberapa suratkabar terbitan Medan dan lokal. Ribuan pengunjung dan masyarakat yang sejak pagi berada di sekitar arena kegiatan FDT dihebohkan oleh beredarnya  kabar tentang  salah seorang peserta lomba perahu tradisional atau Solu Bolon meninggal dunia di arena lomba di salah satu pantai di Lumban Silintong persisnya di depan Hotel Gelora, Sabtu (20/9).
Berdasarkan informasi dari berbagai pengunjung maupun peserta yang dihimpun wartawan  menyebutkan, peserta yang meninggal itu bernama Martahi Tambunan (24) warga Desa Tambunan Lumbangaol, Kecamatan Balige. Martahi diduga meninggal akibat kelelahan setelah ikut bertanding dalam babak penyisihan. Bapak 5 anak yang sehari-harinya bekerja sebagai nelayan itu ikut memperkuat Tim Lumbangaol untuk mengikuti pertandingan Solu Bolon itu.
Lomba Solu Bolon meramaikan FDT 2014 yang dilaksanakan Kementerian Pariwisata dan Dinas Pariwisata Provsu itu diikuti 16 tim masing-masing Tim Sibolga-A, Tim Sariburaja, Tanjung Balai, Sibolga-B, Hisori Huma Bane, Tim Danau Toba, Lugahon, Uluan, Solu Dainang, Lumbangaol, Santo Mikhael, Horsi, PT Angkasa Pura II, Taput, Serdang Bedagai dan Tim Humbahas.
Martahi dan rekan-rekan satu Tim Lumbangaol saat bertanding berusaha sekuat tenaga berlomba mendayung perahunya, hingga akhirnya tim mereka berhasil masuk semi final. Setelah menyelesaikan finish, seluruh peserta terlihat sangat kelelahan termasuk Martahi.
Ketika seluruh rekannya bersiap-siap untuk melakukan pertandingan di semi final, Martahi tiba-tiba tergeletak dengan kondisi lemah. Dalam kondisi pingsan, rekan-rekannya dibantu panitia melarikan Martahi ke Rumah Sakit HKBP Balige dan akhirnya diinformasikan meninggal dunia.
Salah satu petugas RS HKBP bermarga Sitompul yang ditanyai menjelaskan,  Martahi saat tiba di rumah sakit pukul 14.15 WIB dengan kondisi lemah, mengeluhkan  ada sesak di bagian dada  menjalar ke punggung. Saat dalam penanganan medis,  Martahi merasa kesakitan hingga kondisinya drop dan meninggal dunia pukul 15.00 WIB. Jenazahnya dibawa ke rumah duka yang disambut jerit tangis pihak keluarga. Sedangkan isterinya sedang berada di luar kota. Menurut adik almarhum, jenazah Martahi Tambunan dikebumikan hari Minggu (21/9).
Peristiwa itu membuat para pengunjung yang memadati arena perlombaan heboh begitu melihat ada salah satu peserta lomba digotong. Sejumlah pengunjung banyak berceloteh, Panitia FDT 2014 sejak awal kurang profesional. Bahkan, ambulans pun tidak tersedia di dekat arena perlombaan Solu Bolon. Panitia jadi bulan-bulanan kritik, seperti biasa saat Pesta Danau Toba digelar.
Pengunjung lainnya dari Siantar pun mengaku bingung saat akan menonton beberapa pertandingan dan kegiatan seperti Monsak atau pencak silat Batak, Marultop, Solu Bolon, Marjalengkat yang tidak jelas informasinya, jadwalnya bahkan lokasi pelaksanaannya.
Sehingga para pengunjung lebih banyak menghabiskan waktu melihat-lihat stand-stand pameran produk industri kreatif  dari sejumlah kabupaten/kota, Pemprovsu maupun pihak swasta dan BUMN yang digelar di Lapangan Sisingamangaraja XII Balige.
Tak hanya koran lokal yang mengkritik penyelenggaraan FDT. Koran Sindo terbitan Senin 22 September 2014 misalnya mengangkat judul headlinenya “Festival Danau Toba Usai Tanpa Kesan”. Pelaksanaan festival yang ditutup Minggu (21/9) di Balige, kabupaten Tobasa, menurut Koran Sindo seakan tanpa kesan. Acara ini memperkuat tidak adanya sinkronisasi dengan pengembangan pariwisata Danau Toba. Komentar cukup pedas datang dari Saut Poltak Tambunan, seorang novelis seperti dikutip wartawan. Menurutnya apa yang disajikan melalui berbagai atraksi tidak trelevan dengan upaya pengembangan pariwisata Danau Toba. “Saya sangat kecewa,” cetus Saut Poltak.

MK, Terminal Akhir Pilkada Langsung Atau Tak Langsung







EKSPRESIANA-TRIBUN- Gonjang-ganjing soal RUU Pilkada yang dimenangkan kubu pilkada lewat DPRD, rupanya masih bisa berekor. Pasalnya, seperti kata para pakar dan pengamat, jika ada yang menggugat ke Mahkamah Konstitusi, masih ada peluang UU itu dimentahkan. Benarkah?
  Pihak-pihak yang tidak puas dengan keputusan pemilihan kepala daerah melalui DPRD melayangkan gugatan ke Mahkamah Konstitusi nantinya. Saran ini diungkapkan oleh  Pengamat Hukum Tata Negara Refly Harun,yang ikut demo menentang sistem pilkada dikembalikan ke DPRD.
Refly menilai, kemungkinan besar MK akan membatalkan keputusan itu dan mengembalikan mekanisme pemilihan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat. "Saya kira peluang untuk gugatannya dikabulkan besar," kata Refly saat dihubungi Kompas.com, Jumat (26/9/2014) pagi.
Refly menjelaskan, putusan MK terkait Pilkada langsung tak langsung ini amat berkaitan dengan Pasal 18 Ayat 4 UUD 1945 yang berbunyi: "Gubernur, Bupati, dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis".
Menurut Refly, kata demokratis memang menimbulkan ambiguitas karena memunculkan dua tafsir. Ada yang menganggap demokratis cukup dipilih oleh DPRD, tetapi ada juga yang berpandangan demokratis harus dipilih secara langsung oleh rakyat.
Refly meyakini, MK akan mempertimbangkan opsi kedua karena berpegang kepada hak konstitusional warga negara untuk memilih dan dipilih.
"Ada hak konstitusional yang merupakan hak berpartisipasi to vote and to be vote (dipilih dan memilih). Kalau melalui DPRD, hak yang sudah diberikan ke rakyat untuk memilih hilang. Begitu juga untuk mereka yang ingin jadi kandidat, hilang karena tidak ada lagi calon independen," ujar dia.
Sidang paripurna pengesahan RUU Pilkada menjadi UU pada Kamis (25/9) hingga Jumat dini hari, berlangsung alot hingga harus diputuskan melalui voting. Hasil akhirnya, sebanyak 135 anggota yang hadir memilih Pilkada tetap secara langsung.
Adapun pendukung Pilkada lewat DPRD sebanyak 226 orang. Fraksi Demokrat yang semula mendukung Pilkada langsung dengan syarat lalu memilih walkout ketika syaratnya sudah disetujui Fraksi PDI-P, PKB dan Hanura. (EKSPRESIANA/sumber: Tribunnews)

Kamis, 25 September 2014

Putra Sukarno: RUU Pilkada Rawan Politik Uang!

-




Totok Suryawan Soekarnoputra

EKSPRESIANA- Berbeda dengan Guruh Soekarnoputra yang justru tak setuju pemilihan langsung karena mengingkari Pancasila, maka putra Sukarno lainnya Toto Suryawan Sukarnoputra dari Kartini Manoppo, justru menentang pemilihan kepala daerah (pilkada) melalui DPRD. Tampaknya dua putra Presiden pertama itu, berseberangan dalam hal sudut pandang politik.Hanya agak beda, karena Guruh dalam pernyataannya di media, tidak menyebut secara spesifik pilkada melainkan istilah pemilu langsung. Bisa saja yang dimaksud Guruh hanya pemilihan presiden atau legislatif?
 Tapi, masalahnya dalam hal langsung tak langsung, kedua putra peresiden pertama RI itu, bisa dinilai tak seirama.
 Putra presiden pertama RI Sukarno, Toto Suryawan Soekarnoputra, berunjuk rasa di depan Kompleks Parlemen, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis, 25 September 2014, terkait RUU Pilkada yang dibahas dan akan ditetapkan DPR-RI. Banyak tokoh bangsa yang sejalan dengan sikap Toto. Bahkan Jokowi, presiden terpilih yang belum dilantik, juga menyebut pemilihan kepala daerah melalui DPRD, adalah kemunduran besar dalam demokrasi yang sedang dibangun. Aksi demo pun mewarnai agenda sidang pembahasan RUU Pilkada tersebut. Dalam aksi itu, puluhan massa menolak revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. (Baca: Demonstran RUU Pilkada di DPR Masih 'Anteng')

"Saya lahir dari pemimpin yang merakyat. Maka itu saya ingin hak politik rakyat tak dicabut," kata Toto saat ditemui Tempo, setelah aksi. Selama berunjuk rasa, putra Sukarno dari Kartini Manoppo itu berdiri di atas mobil pikap dan menyuarakan pendapatnya soal RUU Pilkada. (Baca: PDIP Terus Lobi Demokrat Soal RUU Pilkada)

Jika RUU Pilkada disahkan, Toto khawatir akan banyak kepala daerah yang tak dapat memimpin daerahnya lantaran dipilih oleh DPR. "RUU itu sangat rawan politik uang," katanya. (Baca: Inilah Untung-Rugi Pilkada Langsung dan DPRD)

Toto mengaku telah menyiapkan strategi, jika harapannya tak sesuai dengan keputusan DPR. Di antaranya dengan unjuk rasa, kegiatan sosialisasi masyarakat, dan seminar kemahasiswaan. (Baca juga: Jokowi: Jika RUU Pilkada Diterima, Itu Kemunduran)
  .
 

Rabu, 24 September 2014

Gaya Ahok Memang Begitu...Nyentrik? Silahkan Adukan!










Sang Wagub, AHOK
 -EKSPRESIANA-Gubernur yang nama panjangnya Basuki Tjahaja (ejaan lama) Purnama alias Ahok, memang sosok birokrat aneh, menurut sudut pandang banyak orang. Bahkan ada pula yang menganggapnya sosok nyentrik. Bicara ceplas-ceplos, bisa-bisa bikin orang merasa disodok perutnya, atau kamus tempo doeloe "kebakaran jenggot" (kalau ada jenggot). Ada pula yang menyamakan nyaris personifikasi almarhum Abdurrahman Wahid (Gus Dur), mantan Presiden RI, yang nyentriknya juga menghangatkan suasana. Mungkin masih banyak yang ingat, cetusan-cetusan alm Gus Dur yang meletup menganggap "sepi" seberat apapun komentar miring orang terhadap dirinya. "Emangnya gue pikirin". salah satu kamusnya yang akrab di ruang dengar wartawan istana. Ketika banyak tuntutan menyuruh Gus Dur mundur, eeh, malah dengan gaya humornya yang khas, almarhum bilang,"boro-boro disuruh mundur, maju aja susah.".
  Lalu, Ahok. Sejak tampil menjadi wakilnya Joko Widodo menduduki posisi nomor 2 di DKI, gayanya Ahok langsung membuat aneka kejutan lewat omongannya. Dengan gesitnya Ahok mundar-mandir periksa sana-sini, hantam sana-sini (yang dianggap tak becus). Alhasil, penampilan urakan begitu tentu saja menuai kritik,kecaman, atau jangan-jangan dendam. Lalu, apa penilaian orang seputar gaya Ahok yang demikian meledak-ledak? Kilas berita Kompas.Com di bawah ini, mungkin hanya satu contoh di saat ada orang yang meneropong Ahok secara fair.

- Ketua DPRD DKI Jakarta terpilih, Prasetyo Edi Marsudi mempersilakan sejumlah anggotanya apabila ingin melaporkan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama ke kepolisian.

Namun dengan syarat, pelaporan tidak mengatasnamakan DPRD DKI secara kelembagaan. Pras, sapaan Prasetyo, menilai, pernyataan Ahok yang mengibaratkan anggota DPRD seperti calo yang tak pantas diberi kewenangan untuk memilih kepala daerah merupakan bagian dari karakternya yang memang sering bicara blakblakan.

"Soal gaya orang, itu tidak akan jadi urusan DPRD. Jadi, semua dilempar ke anggota dan fraksi masing-masing karena itu kan memang gayanya (Ahok) seperti itu," kata Pras, di Gedung DPRD DKI, Jumat (12/9/2014).

Pras lalu menyarankan agar para anggota DPRD DKI tidak terlalu mempermasalahkan karakter Ahok. Menurut dia, ada yang jauh lebih penting dibanding hal tersebut.

"Kalau memang gayanya sudah seperti itu ya mau bagaimana lagi. Yang lebih penting itu kan bagaimana menyinergikan lembaga eksekutif dan legislatif demi pembangunan Jakarta ke depannya," ujar anggota Fraksi PDI Perjuangan itu.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta yang juga anggota Fraksi Partai Gerindra, M Taufik, berencana melaporkan Ahok ke kepolisian untuk delik pencemaran nama baik.

Pernyataan Ahok yang dipersoalkan Taufik adalah pengibaratan DPRD sebagai calo yang tidak pantas untuk diberi kewenangan memilih kepala daerah.
Prasetyo Edi Marsudi, Ketua DPRD DKI terpilih
"(Laporan) bisa atas nama 57 anggota DPRD DKI (dari Koalisi Merah Putih). DPRD dari daerah lain juga bisa ikut serta," kata Taufik. [Baca: M Taufik: Ahok Bisa Dimakzulkan bila...]

Soal bahwa pelapor belum bisa dipastikan, Taufik berkilah. "Kan Ahok tidak menyebut spesifik DPRD DKI juga. Jadi, penghinaannya bisa ditafsirkan berlaku untuk DPRD dalam skala nasional."




Selasa, 23 September 2014

Benarkah Babi Hutan Punya Rantai Sakti Mandraguna?









Dolok (gunung) Imun, Disini sering bersarang babi hutan
 Banyak kawasan hutan di Sumatera yang dihuni kawanan babi hutan. Tak hanya di Sumatera Selatan, Lampung, Jambi, Bengkulu, juga di Sumatera Utara. Kawanan babi liar yang di Tapanuli disebut “aili” itu, biasanya bermarkas di pinggiran sungai, goa, atau jurang yang berhutan lebat. Pada malam hari kawanan babi liar ini gentayangan memasuki area pemukiman penduduk, merusak dan melahap aneka tanaman pertanian. Utamanya makan ubi kayu, ubi jalar, palawija. Pada siang harinya binatang ini istirahat di hutan, tiduran di pinggiran sungai sepi yang jarang dikunjungi manusia. Babi hutan pun dikategorikan warga desa yang hidup dari pertanian, sebagai hama pengganggu tanaman seperti halnya jenis primata (monyet) seperti banyak berkeliaran di daerah wisata Parapat.
Di Sumatera Barat dan Lampung, babi hutan menjadi sasaran perburuan dari waktu ke waktu. Babi hutan yang berhasil dijerat atau dibunuh (biasanya dengan tombak), dikumpulkan kemudian dijual ke daerah di mana binatang ini masih dikonsumsi. Tak heran pasokan babi hutan ke Sumatera Utara hampir tiap tahun membanjiri berbagai daerah. Harganya di bawah harga babi peliaharaan.
Binatang pengganggu ini menjadi topik tulisan saya, ketika secara kebetulan singgah di sebuah desa di kawasan Kecamatan Parmonangan, Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu untuk menghadiri pesta kerabat. Warga pada asyik membincangkan keganasan aili-aili (babi hutan) yang makin sering menggeledah areal perladangan penduduk, mengobrak-abrik tanaman jagung, ubi, sayuran, dan sebagainya. Seperti halnya di Kecamatan Tigalingga Pakpak Bharat, Dairi, sampai perlu dilakukan siskamling mengusir babi-babi hutan yang sering menyusup dalam jumlah besar merusak kebun warga.
Kawasan hutan Sijambur Desa Sisordak Kecamatan Parmonangan, 15 kilometer dari Tarutung, saat ini sedang berkembang menjadi salah satu areal perladangan unggulan Tapanuli Utara. Dulunya kawasan ini masih ditutupi pepohonan pinus dan semak belukar lebat. Tapi setelah warga sekitar turun tangan berjibaku (kerja keras) menggarapnya menjadi lahan produktif, kini Sijambur tampak menjadi kawasan terbuka. Puluhan warga Sisordak dan Tarutung ramai-ramai menanami tanah olahan dengan bibit kopi, jeruk, jagung, ubi kayu, dan padi gogo.
Para penggarap umumnya masih dililit kemiskinan. Untuk membeli pupuk saja mereka kewalahan. Sementara perhatian dari Pemkab, dalam hal ini Dinas Pertanian sebagai instansi terkait, sejauh ini belum terasakan. Sejak areal perladangan Sijambur dibuka empat tahun silam, warga secara mandiri bergotong-royong membuka jalan di sana-sini. Mereka juga membangun pondok. Ada yang sudah ditempati sebagai pemukiman, dan ada yang hanya sekadar tempat bernaung di kala bekerja siang hari. “Ini merupakan areal pertanian masa depan yang akan terus berkembang,” ujar Kepala Desa Sisordak, Pardin Purba kepada EKSPRESIANA. Dia berjanji akan mengupayakan pendekatan agar kawasan baru itu mendapat perhatian Pemerintah.
Namun, di balik sukses perjuangan membuka lahan baru itu, para penggarap diresahkan gangguan binatang liar jenis aili (babi hutan), yang sering bergentayangan di kebun-kebun penggarap. Sejauh ini memang gangguan yang diakibatkan babi hutan belum fatal. Sasaran hewan liar itu biasanya umbi ubi kayu, jagung, dan tanaman muda lainnya. Banyak ubi kayu dan jagung penggarap yang diobrak-abrik babi hutan. Diduga, hewan liar tersebut bersarang sekitar pepohonan di kawasan Dolok Imun atau sepanjang bantaran sungai dekat Sijambur.
Munculnya gangguan binatang liar ini telah mengundang amarah para petani Sisordak sekitarnya. Sebagai langkah antisipasi, mereka sering bergerilya memburu babi hutan, seraya memasang jerat di titik tertentu. Memang sulit mendapatkan binatang itu, namun warga terus bergerilya. Pernah beberapa kali binatang itu berhasil diringkus.
Simanjuntak salah seorang pekebun jeruk mengaku, ladangnya sudah sering diobok-obok babi hutan. Banyak ubi kayu yang sudah berbuah diobrak-abrik babi hutan. Pagi harinya terlihat bekas jejak kakinya ketika mengacak-acak kebun. Seorang rekannya,Silitonga yang ahli menjerat binatang liar, sudah memasang puluhan perangkap, namun sulit berhasil.
Selama sepekan minggu terakhir April lalu, puluhan warga melakukan pengepungan siang dan malam. Babi hutan yang jumlahnya cukup banyak tampak berlarian tunggang langgang, dikejar para pemburu yang membawa anjing pemburu. Babi-babi hutan itu berserakan ke sana kemari, namun tak satu pun yang bisa tertangkap. Ada yang merencanakan membuat poetas (antihama), tapi dikhawatirkan bisa menelan korban hewan peliharaan penduduk seperti ayam, bebek, atau anjing. “Kita akan buru terus sampai babi-babi hutan itu gentar dan lari meninggalkan tempat ini,” kata Tombus Purba warga yang ikut perburuan itu. Warga Sijambur lainnya mengatakan, biasanya babi hutan itu gentayangan saat hujan turun malam hari. Populasi babi hutan di kawasan itu diperkirakan mencapai ratusan ekor. Kawanan itu bermarkas di goa-goa pinggiran hulu sungai pada siang hari.” Ini termasuk binatang brengsek yang menjengkelkan,” kata warga.
Tapi, di balik amarah penduduk desa itu, rupanya ada motif lain kenapa rajin ikut bergerilya memburu babi hutan. Banyak warga percaya, dari sekian banyak babi hutan satu di antaranya yang dikategorikan “baragas” (yang tertua dan punya kesaktian), punya jimat berupa kalung yang disebut “rante aili” (rantai babi hutan). Katanya rantai babi hutan itu sakti mandraguna, seperti istilah legenda pewayangan Jawa.Rantai aili itu dilukiskan seperti terbuat dari kulit kayu yang keras, biasanya terlilit di leher sang baragas. Pada siang hari saat matahari terik, ada kala sang baragas menurut mitos itu meletakkan rantainya di celah semak yang terlindung ketika akan mandi di sungai. Kata beberapa warga, tak banyak babi hutan yang memiliki rantai seperti itu. Mungkin dari jutaan babi hutan, hanya satu yang “mewarisi”. Konon, sesuai keyakinan banyak penduduk desa di Tapanuli, rantai babi itu berkhasiat untuk mengobati berbagai penyakit, bahkan siapa yang memegangnya walau besarnya hanya sebesar pasir, akan kebal terhadap senjata tajam.
Ketika berbincang dengan penduduk soal rantai babi itu, banyak warga geleng kepala saat ditanya  kebenarannya dan apakah pernah melihatnya. “Saya belum pernah melihat, tapi kakek kami yang berkisah tentang keampuhan rantai itu,” ujar Ompu Lasro Purba, dan menambahkan ia yakin tentang hal itu. Sementara warga lain membumbui, pernah melihat ada dukun besar memakai gelang terbuat dari rantai babi hutan, dan ia kebal terhadap senjata tajam bahkan peluru senjata api. Dari jaman dulu cerita tentang itu sudah ada, kata Ompu Lasro. Banyak yang percaya tapi banyak juga yang geleng kepala menganggap cerita itu mitos atau dongeng. Pernah juga terkabar ada datu (dukun) di alah satu kabupaten di Sumut, berhasil mengumpulkan banyak uang hasil penjualan rantai babi yang dipretelinya jadi kecil-kecil. Karena sebesar pasir pun kepingan rantai itu sama khasiatnya dengan semua rantai bila dililitkan jadi ikat pinggang, atau dikalungkan di leher.
Seperti pernah diakui sejumlah warga desa di Tigalingga, Dairi, banyak yang ikut berburu babi hutan tak hanya untuk mendapatkan babi itu untuk pemberantasannya, tapi juga termotivasi cerita tentang rantai babi yang walaupun belum pernah dilihatnya dengan mata sendiri. Cerita itu dari waktu ke waktu terus hidup, dan entah kenapa sulit pupus dari keyakinan kebanyakan warga terutama di desa. Benarkah babi hutan punya rantai sakti, dan benarkah berkhasiat untuk kekebalan seseorang yang memakainya, walau sebesar beras atau pasir? Penulis geleng kepala mendengar kisah itu. Tapi, siapa tahu ya, namanya dunia yang penuh tahyul. Bisa benar, bisa tidak. Tergantung pola pikir seseorang tentunya.

Jumat, 19 September 2014

Jadi Miliarder tak Harus Lulus Perguruan Tinggi

Masuk perguruan tinggi dengan tujuan menjadi miliarder? Boleh saja. Tapi satu hal perlu diingat, untuk menjadi orang kaya tak selalu dicetak oleh perguruan tinggi. Kuliah ke level paling tinggi untuk menimba ilmu, bukan untuk memburu kekayaan. Orang bisa sukses berbisnis karena adanya talenta seseorang yang tak bisa disetarakan dengan tingginya sekolah. Berita yang diturunkan EKSPRESIANA di bawah ini menjadi suatu cermin dari realita   itu. Tapi, bukan berarti oarng harus menunda untuk menuntut ilmu ke perguruan tinggi.
Jenjang pendidikan yang tinggi tampaknya tak lagi menjadi jaminan utama seseorang bisa sukses dan menjadi kaya raya. Buktinya, sebanyak 814 miliarder terkaya dunia ternyata tak pernah lulus perguruan tinggi.
Seperti dikutip Liputan6.com dari laporan resmi Wealth-X bertajuk `Billionaire Census 2014`, Kamis (18/9/2014), angka tersebut setara dengan 35 persen dari seluruh total miliarder terkaya dunia tahun ini. Beberapa di antara miliarder terkaya dunia bahkan tak lulus sekolah menengah atas.
Sementara beberapa miliarder pernah duduk di bangku kuliah tapi kemudian keluar begitu saja.
Sebaliknya, sebanyak 65 persen kalangan konglomerat terkaya dunia lain ternyata pernah merasakan nikmatnya lulus kuliah.
Dari seluruh miliarder yang lulus kuliah, sebanyak 26 persen diantaranya menyandang gelar sarjana. Sekitar 21 persen konglomerat terkaya dunia berstatus master bisnis dan 11 persen lainnya bahkan menyandang gelar Ph.D.
Tahun ini, total miliarder terkaya dunia kembali menyantuh angka tertinggi sepanjang sejarah sebanyak 2.325 orang. Total kekayaan seluruh miliarder terkaya tersebut mencapai US$ 7,3 triliun.
Berdasarkan penelitian Wealth-X, sebagian besar orang terkaya dunia mencetak harta dan kekayaannya dari usaha sendiri. Sebanyak 63 persen dari total miliarder yang ditelusuri perusahaan nasional tersebut mendirikan bisnisnya sendiri.
Sebagian kecil darinya berhasil menjadi kaya raya karena warisan dari orangtua sambil mendirikan usaha sendiri. Sejauh ini, Amerika Serikat masih tercatat sebagai pencetak
Sekadar informasi, Wealth-X merupakan perusahaan riset terkemuka dunia yang memiliki kumpulan data kekayaan terbesar dari penduduk dengan pendapatan tertinggi di dunia (ultra high net worth/UHNW). Dalam risetnya, kalangan UNHW merupakan individu yang memiliki kekayaan US$ 30 juta atau lebih.
Wealth-X yang bertugas menelusuri kekayaan para miliarder terkaya dunia bermarkas di Singapura dan memiliki 13 kantor di lima benua.(yah/liputan 6)

Tak Ada Kamus Lansia Bagi Jagoan Catur: Main Terus!

 







Tak sedikit orang Sumatera Utara yang berotak berlian main catur. Salah satunya adalah Viktor Simanjuntak, warga Tarutung yang lama berkiprah di dunia percaturan. Masih usia remaja, Victor sudah mengukir prestasi menakjubkan. Bahkan, skala kejuaraannya sempat melebar ke tingkat provinsi dan nasional. Victor, yang di Tarutung lebih dikenal dengan julukan “Juntak Parcatur”, pernah menjuarai catur se-Sumut, era 80-an.Dia sudah lebih 50 tahun bermain catur ke mana-mana, bahkan ke Jakarta, Bandung, Surabaya.
Masih eksis main catur? Rupanya tak ada kamus sudah lansia bagi pecandu catur, apalagi kalau sudah diakui sebagai jagoan. Hanya satu kata tunggal: Main terus! Minimal sekadar nonton atau mengamati orang main catur.  Di usianya yang telah makin renta (76), Victor masih hafal betul teori-teori catur, yang konservatif maupun yang modern. Meski sudah lama tak lagi ikut turnamen catur level provinsi dan nasional, Victor masih sering bermain catur di kedai, sekadar hobi. Tentu saja, banyak lawan mainnya merasa bangga, bisa bermain dengan sang juara. Meski sering kalah, tapi lawan mainnya bisa memetik pelajaran berharga mengenai strategi permainan catur.
Sejumlah pecatur handal dari Tanah Karo, pernah dilawannya. Di antaranya, Monang Sinulingga, Cerdas Barus, Pokan Damanik. “Kami masih satu angkatan dalam catur,” kata Victor ketika berbincang dengan kompasianer.
Setelah usia tua mulai menyergapnya, Victor memang tak lagi mengikuti turnamen. Namun, dia tetap mengabdikan dirinya di jalur percaturan, dengan menjadi pengurus Percasi (Persatuan Catur se-Indonesia) setempat. Setiap ada penyelenggaraan turnamen di daerah itu, Victor tak pernah absen sebagai panitia, atau dewan juri. Sudah enam bupati memimpin pemerintahan di sana Victor selalu diandalkan untuk urusan catur.”Tapi, dekat pun pada banyak pejabat, saya begini terus. Karena saya memang tak berbakat meminta, apalagi mengambil hati,” tandasnya. Dalam kesederhanaan hidupnya, Victor tetap bersyukur. Di usia tuanya, pikiran masih terang. Masih bisa membimbing generasi muda di jalur percaturan.
Ada satu kenangan paling berkesan, ketika di tahun 1980, Victor gagal berangkat mewakili Sumut mengikuti turnamen catur Asia. Pasalnya, Victor dicekal pihak imigrasi di Polonia, Medan. Konon, karena imigrasi punya catatan dokumen, bahwa Victor Simanjuntak terkait kasus politik. Tak urung, Dandim 0210 Letkol CPM IB Sitorus selaku Ketua KONI Tapanuli waktu itu, berang. “Kalau Victor ada kasus politik, masak saya tak tahu, dan tak ada konfirmasi,” kata IB Sitorus kesal.
“Ternyata belakangan saya menduga, itu hanya permainan kelompok tertentu untuk mengganti posisi saya ke Hongkong. Soal ada nama yang serupa dengan saya terkait kasus politik, hanya rekayasa belaka. Betul-betul keterlaluan,” tandas Victor mengenang.
Meski sudah tua, Victor bukan berarti harus berdiam diri di rumah. Hampir setiap hari, Victor masih kelihatan melintasi jalan raya mengunjungi rekan-rekannya pecandu catur. Lokasi “asah otak” sejumlah pecatur di Kota Tarutung, kini ada beberapa kedai di kota itu. Ada sejumlah pecatur mania nongkrong tiap hari di sana. Di situ sering berkumpul para jago-jago catur berkumpul, uji coba kemampuan, terkadang juga taruhan uang. Minimal mengevaluasi maju-mundurnya intelektualitas bercatur.
Kalaupun tak ikut main, minimal Victor jadi penonton, mencermati jalannya permainan. Di kota ada beberapa lapo tempat mangkalnya pecatur mengasah otak. Di situlah sering terlihat Victor markombur-kombur (bercengkerama) dengan rekannya pecandu catur. Barangkali, begitulah dunianya pecandu catur. Tak perlu larak-lirik kanan-kiri, mata dan pikiran fokus ke anak-anak catur di depan. Terkadang, ya sambil bersiul atau berdendang pelan.
Masih terus juga main catur walau sudah tua Bung Victor? tanya seorang kerabatnya. Victor dengan mantap mengatakan, catur itu adalah permainan olah otak tertua yang tak akan pudar selamanya. Catur tak hanya sekadar uji otak, tapi juga uji nyali. “Saya masih terus main catur selama otak masih bekerja,” katanya tak ragu-ragu.
Filosofi main catur baginya tak terlalu rumit. Melangkah, dan melangkah terus, bukan asal melangkah, tapi berjuang, bergerak, mengelola strategi, seraya mempelajari isi pikiran lawan main. Sekali melangkah, maka titik impasnya adalah kalah atau menang. Hidup juga begitu. Duduk saja tak akan menghasilkan apa-apa. Melangkah dari titik awal hingga finish, namanya tetap mencapai garis depan.
Mirip filosofi Lao Tzu ahli filsafat militer Tiongkok kuno. Perjalanan bermil-mil dimulai dari langkah pertama. (Leonardo Tolstoy Simanjuntak/ Lihat juga: Kompasiana.Com)

Pilkada Oleh DPRD, Politik Uang Bisa Miliaran Per Orang. Bah!









Wanda Hamidah (kps.com)
Gonjang-ganjing pendapat dan perdebatan seputar RUU Pilkada tampaknya makin seru. Banyak yang setuju pilkada dikembalikan sperti dulu, melalui DPRD. Tapi lebih banyak dan lebih semarak lagi yang protes, tak setuju. Salah satu pendapat yang mungkin lebih gamblang adalah apa yang dicetuskan Wanda Hamidah, mantan anggota DPRD DKI, yang diturunkan EKSPRESIANA berikut ini sebagai salah satu top news politik nasional, seperti dirilis Kompas.Com:

 Mantan anggota DPRD DKI Jakarta, Wanda Hamidah, tak sepakat dengan pandangan bahwa pemilihan kepala daerah melalui DPRD akan menghapus politik uang. Dia justru menilai, jika kepala daerah dipilih DPRD, praktik politik uang akan semakin masif.

"Jangan salahkan money politic. Maaf ya, kalau pilkada lewat DPRD, satu orang bisa dapat 10 M, 20 M," kata Wanda, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (18/9/2014) malam.

Jika mempermasalahkan politik uang dalam pilkada langsung, lanjut Wanda, partai politik harus mencari kepala daerah yang bersih dan berintegritas. Wanda mengatakan, dengan cara ini, politik uang dapat diminalisasi.

"Mereka harus memilih kader yang ingin bekerja untuk rakyat, yang sudah terbukti. Contoh Bima Arya di Kota Bogor karena dia dicintai rakyat dan mau bekerja untuk rakyat," ujar mantan politisi Partai Amanat Nasional itu.

Menurut Wanda, politik uang di DPRD sudah menjadi rahasia umum. Selain itu, kata dia, kepala daerah justru akan mengabdi kepada DPRD dibandingkan kepada rakyatnya.

Polemik soal mekanisme pemilihan kepala daerah mencuat karena dalam RUU Pilkada dimuat perubahan dari pemilihan langsung menjadi dipilih oleh DPRD. RUU ini tengah dibahas Panitia Kerja DPR.

Sebelum Pilpres 2014, tak ada parpol yang mewacanakan kepala daerah dipilih oleh DPRD. Pasca-pilpres, partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih, yakni Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Amanat Nasional berubah mendorong agar kepala daerah dipilih oleh DPRD. Belakangan, Partai Demokrat mengubah sikapnya dan mendukung pilkada tetap dipilih langsung oleh rakyat. (EKSPRESIANA/Kompas.Com)

STORY: Ketika Kesetiaan Itu Belum Berakhir



 STORY: By Leonardo TS



Tiarma hadir di bukit pekuburan itu setiap pagi, saat matahari merangkak menyinari jagat raya. Di tangannya tergenggam seikat bunga segar baru dipetik. Kalau bukan rose, kadang bougenville atau melati putih. Bunga itu selalu diletakkannya di atas salah satu makam. Pada kayu salib yang masih menancap di pusara itu, tertulis sebuah nama: Bonar Parlinggoman. Meninggal 27 Agustus 2011.
Makam itu tampak masih baru. Kayu salibnya juga masih baru, dan tulisan yang ada di sana masih jelas. Di sekeliling kuburan yang satu ini terlihat timbunan tanah yang belum ditumbuhi semak.
Sudah menjadi pergunjingan rutin bagi warga sekampung, setiap pagi gadis berambut panjang sepinggang itu mendaki jalan setapak menuju pekuburan dengan seikat kembang di tangan. Dan hampir setiap warga tahu, Tiarma akan meletakkan karangan bunga itu di atas pusara Bonar Parlinggoman. Itu sudah berlangsung cukup lama. Hampir tiga bulan lamanya. Bayangkan, bila setiap pagi Tiarma membawa bunga, entah sudah berapa banyak bunga yang diletakkannya di sana. Tiada hari berlalu tanpa Tiarma mengunjungi makam Bonar dengan bunga. Tiarma begitu setia, seolah kesetiaan itu tak berujung. Dia telaten merawat gundukan tanah di mana Bonar dimakamkan. Tanpa suara, hanya tetesen air mata, dan sapu tangan yang setia mengusapnya setiap hari. Tiada sebatang rumput pun sempat tumbuh di sekitar kubur itu, karena bila ada yang tumbuh Tiarma sudah mencabutnya.
“Kamu kejam Bonar, tega nian tinggalkan diriku saat matahari bersinar, saat hati ini sedang berbunga”. Ungkapan puitis itu dibisikkannya berpadu cucuran airmata. Sudah tiga bulan lamanya air mata itu mengucur. Mata yang bening indah tampak sayu oleh kesedihan berantai. Menangis baginya bagaikan kenikmatan tersendiri.
Tiga bulan yang lalu suatu kecelakaan tragis merenggut nyawa Bonar Parlinggoman. Dia ditabrak truk tronton di sebuah tikungan patah antara Parapat- Siantar. Sepeda motor yang dikenderainya terlempar beberapa meter, sementara Bonar terseret roda tronton dengan kondisi hancur-hancuran. Konon batok kepalanya retak dan sebagian otaknya berceceran di atas aspal. Berdasarkan KTP di dompetnya, mayat Bonar dibawa polisi ke kampungnya asetelah divisum rumah sakit.
Hati gadis mana yang tak berantakan mengetahui kekasih tercinta dijemput maut. Dunia jadi hitam legam. Langit serasa mau runtuh oleh gelegar petir di siang hari. Tiarma pingsan, dan berulangkali masih pingsan menyaksikan kepala Bonar dibungkus perban, tanpa bisa melihat secuil pun wajahnya.
Tapi kematian adalah takdir yang tak bisa digugat. Dia menyergap saat manusia lupa bahwa kematian sering menjemput tak terduga. Tiarma ingin menggugat dengan tangis dan doa.”Tuhanku,tolonglah aku, kembalikan Bonar padaku”. Tiarma tidak mendapat jawaban. Tapi, belakangan Tiarma merasa mendapat jawaban dari temannya Surti seorang diakones yang menyiramkan penghiburan ke relung rohaninya. Kata Surti, jika kamu benar pengikut Yesus dan sayang pada Tuhan, tunjukkanlah itu dengan kepasrahan dan ketabahan Kristianimu. Bagi pengikut setia Yesus, kematian bukanlah akhir kehidupan, melainkan awal sebuah kehidupan baru melalui pengharapan berdimensi masa depan.
Tiarma merenungkan petuah kasih dari Surti. Dalam hati, Tiarma ingin bersetia pada penantian dan pengharapan. Di alam pikirannya, tumbuh kepercayaan bahwa hanya tubuh Bonar yang mati, namun jiwanya hidup. Tiarma merasakan Bonar tersenyum melihatnya setiap pagi mendatangi kuburnya dan meletakkan bunga di sana. “Ini adalah bunga kesetiaanku Bonar, lihatlah betapa indahnya bunga ini, seindah cinta yang kita rajut berdua”, bisiknya pada suatu pagi bergerimis.
Penduduk sekampung berprasangka Tiarma sudah mendekati gila, terguncang oleh kematian Bonar yang santer bakal menikahi Tiarma usai panen raya. Tiarma jarang bicara. Dia membisu sejuta bahasa bila ada yang menyapa. Tatapan matanya kosong, refleksi hatinya yang kelam, seredup langit tak berbintang. Tetapi, segelap apapun hatinya, kenangan indah bersama Bonar senantiasa melintas. Saat Tiarma duduk sendiri di teras rumah, saat mencuci pakaian dan mandi di pancuran, apalagi saat berbaring di peraduan yang sepi.
Samar-samar penggalan memori indah itu membelai-belai kalbunya. Bila Bonar datang setiap malam minggu, saat Bonar memboncengnya menyusuri pinggiran Aek Sigeaon, keliling kota, dan pulang dari kota membawanya ke tempat sepi lalu memeluk dan menciumnya dengan mesra. Rasanya kemesraan itu selangit. Betapa kebahagiaan itu jadi milik Tiarma. Hatinya serasa koyak bila mendengar lagu lama “Mimpi sedih” yang dulu disenandungkan Tetty Kadi dan kemudian dilantunkan Broery Pesolima. “Diriku tak pernah lepas dari penderitaan, impian kini terjadi, kau pergi setelah aku serahkan kasih suci, itulah nasib diriku…”
Tiarma tak akan melupakan penyerahan diri sepenuhnya hanya untuk Bonar, di atas rerumputan di antara pohon akasia. Pertama kali Bonar membisikkan satu permintaan yang awalnya membuat Tiarma takut dan cemas. Saat Bonar membisikkan janji mengawininya usai musim panen, di kala tubuh keduanya menyatu dalam dinginnya udara malam. Dan ketika Tiarma aakhirnya tergoda untuk menyerah dalam cumbu rayu Bonar yang membawanya terapung ke planet mars.
“Aku takut Bonar, aku takut, bagaimana jika aku nanti…” Tiarma mendesah membenahi diri. Dipeluknya Bonar seakan tak ingin lepas lagi. Lalu Bonar berkata lirih:” mengapa takut Tiar, aku mencintaimu, dan aku bertanggung jawab sepenuhnya,” suara yang mentap, seraya dibelainya rambut panjang Tiarma yang terurai lepas hingga menyentuh tanah.
Tiarma tersenyum ceria.” Aku percaya Bon, kau membuat dunia ini begitu indah menawan,” dan Tiarma memejamkan mata dalam pelukan Bonar yang kembali membawanya terapung ke planet mars. Wouu Bon, kau membuatku terapung di antara awan…
KINI, sudah memasuki bulan ke lima, sejak kepergian Bonar. Dan Tiarma mulai merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya. Ia sering merasa mual, dan muntah. Oh, Tuhan, aku hamil? Tiarma menatap dirinya di muka cermin di kamarnya, mengelus perutnya. Ia merasakan jantungnya berdegup keras karena takut. Bagaimana ini Bon, anak kita meronta Bon…
Ayahnya yang pemarah geram sangat mengetahui putri semata wayangnya terindikasi berbadan dua. “ Anak tak tau malu, tak punya harga diri, sudah tau dirimu begitu masih juga menyembah setan si Bonar”. Ibi Tiarma memohon-mohon pada suaminya ampunilah anak yang malang ini. Saban pagi ayahnya uring-uringan, malah mengusir Tiarma. “ jangan saya lihat lagi dia bawa-bawa bunga ke kuburan, bikin malu keluarga”. Pernah mau ditamparnya Tiarma, tapi istrinya mengadang. “Tampar aku, pukullah aku, tapi jangan Tiarma”, sergah ibu Tiarma meradang.
Dalam kegelapan malam ketika hujan renyai-renyai, Tiarma berlari mendaki jalan setapak ke pekuburan. Dia ingin mencurahkan galau hatinya pada Bonar. Dia ingin memberitahu, anak mereka akan lahir ke dunia, buah dari cinta kasih tanpa portal. Tiarma seperti hilang akal sehat. Dia berlari, tak peduli hujan dan jalanan licin. Airmatanya menyatu dengan tetesan air hujan.
Kakinya terpeleset di tikungan antara rimbun pohon pisang, dan Tiarma menjerit merasakan tubuhnya terjungkal ke bawah. Tapi sepasang tangan yang kokoh menangkap tubunnya entah dari mana datangnya. Malaikat kah? Tiarma terkejut menyadari dirinya dalam pelukan seorang pria. Dalam remang malam Tiarma menatap lelaki itu. Sosok lelaki yang cukup dikenalnya. Kaukah ini Bonar? Kaukah…?
Tiarma merasa bulu kuduknya berdiri. Tubuhnya menggigil kedinginan karena pakaiannya yang basah kuyup. Lalu didengarnya jawaban itu,” Tidak, aku bukan Bonar. Bonarmu sudah mati”, suara lelaki itu menyadarkan Tiarma bahwa itu bukan Bonar. Tapi suara itu serasa tak asing baginya. Suara yang cukup dikenalnya.
“Aku Tiopan, lelaki pertama yang mencintai dan memujamu”. Sosok lelaki itu membuka jaket kulitnya, memberikannya pada Tiarma.” Pakailah ini, dan mari kita pulang, tak baik malam begini kau datang ke kuburan sendirian.”
Tiopan? Tiarma berbisik, bibirnya gemetar. Inilah pemuda sekampungnya yang dulu pertama kali menyatakan cintanya pada Tiarma. Dia lah pemuda yang rela memendam duka cintanya sekian lama
Sejak kehadiran Bonar dalam buaian asmaranya. Tiopan adalah lelaki paling disukai ayahnya untuk suatu saat menjadi menantunya. Bukan Bonar.
Tetapi, tidak. Tiarma merasakan kepedihan mendalam manakala hari-hari berikutnya Tiopan mendatanginya dengan tatapan mata cinta membara. “ Biarpun janin dalam kandunganmu adalah benihnya Bonar, aku tetap mencintaimu dan menginginkanmu jadi istriku,” kata Tiopan satu ketika. Mimpikah aku? Tiarma hanyut mendengar ucapan Tiopan yang tulus. Mungkinkah? Tiarma terpelanting ke ngarai ketidakpercayaan. Jangan-jangan itu emosi Tiopan semata.
“Tidak, jangan katakan itu Tiopan. Aku sudah bersumpah untuk setia tak lagi membagi cintaku pada siapa pun. Jangan kau bodoh ito Tiopan, aku bukan anak gadis perawan lagi, aku kini sudah jadi ibu yang mengandung anak lelaki lain”.
Dilihatnya mata Tiopan yang berkaca-kaca. Dilihatnya Tiopan menundukkan kepala. Lalu didengarnya suara Tiopan sayup di antara angin pegunungan Siatas Barita yang mendera dari Timur. Dan didengarnya lagi suara Tiopan: “Aku menghargai pendirianmu Tiarma, kesetiaanmu yang tak bertepi. Tapi kesetiaanku untuk terus mencintaimu juga tak berujung, sampai kapanpun. Dan aku sudah janji pada diriku, tak akan mengalihkan cintaku pada wanita lain kecuali dirimu. Aku tahu, mencintai bukan harus memiliki.”
Pada suatu pagi yang cerah, Tiarma masih membawa seikat bunga ke kuburan. Dia keluar kamarnya melalui jendela, jangan ketahuan ayahnya. Setiba di kuburan, dilihatnya Tiopan ada di sana dengan seikat kembang di tangannya. “Sudah cukup banyak bunga yang kau tebar di sini Tiar, tapi tak satu pun yang kau tanam supaya tumbuh. Hanya satu pintaku, kiranya bunga yang kau bawa pagi ini adalah bunga terakhir buat orang yang kau cintai.” Lalu Tiopan mendekati Tiarma, memberikan bunga di tangannya kepada Tiarma. “Sekarang akulah yang memberikan bunga untukmu Tiar, terimalah bunga dari yang hidup kepada yang hidup, karena yang sudah mati tak lagi menginginkan bunga, melainkan doa.”
Tiarma terpana, mengalihkan pandang ke pusara Bonar. Ia tak berucap sepatah katapun, ketika Tiopan menarik tangannya dan menggenggamkan bunga itu di telapak tangannya. “ Aku yakin, Bonar saat ini tersenyum bahagia, karena ada orang yang tulus melindungi perempuan yang dicintainya dari keputusasaan.” Tiarma membisu, saat Tiopan membimbing tangannya menuruni jalan setapak. Di antara celah dedaunan pohon jambu dan papaya, cahaya mentari pagi menerobos menyilaukan mata. (Medan  2014)

Selasa, 16 September 2014

Resep Sambal Tuktuk Buat Seorang Teman di Jerman

  Satu kebanggaan bagi kita bangsa Indonesia yang kaya dengan budaya,tradisi, hingga aneka resep kuliner lokal. Lezatnya makanan lokal tak kalah “mak nyus”, meski makanan luar makin membanjiri negeri ini. Tergantung selera seseorang, makanan khas lokal selalu dirindukan saat seseorang jauh berada di negeri asing. 
 Secara khusus, bangsa Indonesia umumnya penyuka sambal. Banyak jenis sambal spesifik satu daerah atau etnik. Lain sambal orang Deli, sambal Melayu, sambal belacan Betawi, lain lagi apa yang disebut sambal tinuktuk (tuktuk) di daerah Batak, lain lagi sambal tuktuk daerah Sipirok di Tapanuli Bagian Selatan. Setiap etnik di negeri ini boleh dibilang penyuka sambal pedas. Apakah itu etnik Minang dengan rendang khasnya, Aceh dengan mi Acehnya yang mak nyus, apalagi sambal Batak yang kerap dilengkapi biji andaliman seperti sudah saya tulis di kompasiana. Sambal berperan strategis menambah selera makan,meski pedas mengggigit di lidah. Ada yang hobi makan dengan mengkombinasi jengkol atau petai dengan sambal. Makan pun lahap bukan main sampai keringat bercucuran. Nikmatnya makin tembus ketika usai makan kepedasan dikunci lagi minum manis panas atau manis dingin kalau di kota berhawa panas seperti Jakarta, Medan, Pekanbaru.
 Saya salut pada saudari Gitanyali Ratitia yang tinggal di Magdeburg Jerman Timur, 80 kilometer dari Berlin. Meski ia bukan dari etnik Tapanuli (mungkin), tapi ia antusias dengan spesifikasi kuliner lokal negerinya, secara khusus resep kuliner Batak. Dia teman saya penulis di Kompasiana.Com, dan sebagai teman kompasianer saling kirim pesan, sdri Gitanyali tertarik membaca artikel saya tentang andaliman di kompasiana. Gita pun menanyakan, apa saya bisa mengirimkannya resep sambal tinuktuk. Wah, saya merasa terhormat kalau bisa menjelaskannya pada sdri Gita yang jauh di Jerman sana. Saya kebetulan penyuka sambal tuktuk, jadi saya tak begitu kesulitan mencatat dan mengirimkannya ke Jerman via kompasiana. Saya hanya perlu adaptasikan nama-nama bahannya, agar afdol, bisa lebih dipahami Gita. Ternyata, Gita malah tahu apa itu buah kincung (sihala namanya di kami), bahkan tahu apa itu yang dimaksud bawang Batak yang bentuknya panjang-panjang. Menurut Gita, namanya bawang batak itu lokio.
 By the way, sambal tinuktuk itu namanya kalau di daerah Simalungun sana, dan kalau di kampung kami Tapanuli disebut sambal tuktuk. Kalau sambal tinuktuk biasanya dikombinasi dengan ikan bakar, ikan goreng, maupun daging bakar. Kalau di Sibolga ada jenis sambal tuktuk (walau di sana namanya lain) yang dikombinasi dengan ikan segar bakar, disebut sombom. Uenaknya tak kepalang. Saat lapar menyengat, mau tambah nasi terus, apalagi makannya di tepi pantai Pandan yang kesohor.
 Dalam bentuk paling sederhana, sambal tuktuk di kampung saya Tarutung paling simpel pembuatannya. Cukup sediakan beberapa biji cabai merah atau cabe rawit, bawang secukupnya, buah kemiri gonseng lima atau enam biji, lada secukupnya, campur rias (sejenis kincung atau kecombrang) yang sudah dibakar tak terlalu hangus, asam dan garam secukupnya, lalu ditumbuk dengan ikan teri gonseng (boleh digoreng pakai minyak) diaduk dengan sambal yang sudah ditumbuk, dan ikan teri gonseng atau kalau ada yang namanya disini ikan asin silakkop ( sejenis ikan kecil berbentuk bawal yang diasinkan), ditumbuk kasar tak terlalu halus. Jadilah itu sambal tuktuk Tarutung namanya. Tak terlalu merepotkan, asalkan ada kemiri gonseng, rasanya enak apalagi kalau makan dengan nasi panas baru ditanak.
 Untuk sambal tinuktuk yang lebih lengkap seperti saya kirimkan untuk sdri Gitanyali di Magdeburg, Jerman, juga tak begitu sulit meraciknya. Masalahnya, apakah di negerinya Adolf Hitler itu ada bahan tradisionalnya seperti yang ada di Indonesia sini. Resep sambal tinuktuk yang saya tahu sejak dulu dari almarhumah nenek dan ibu saya, seperti di bawah ini:
1. Kencur 1/4 kg (dikupas/diiris)
2. Jahe 1/4 kg (dikupas/diiris)
3.Bawang merah secukupnya (dikupas/diiris)
4. Bawang putih secukupnya (dikupas/diiris)
5. Lada hitam kira-kira setengah muk kecil
6. Kemiri 15 atau 20 biji ( dikupas )
7. Garam secukupnya
8. Bawang batak (menurut sdri Gita namanya itu lokio) satu ikat
9. Buah kincung (di kami namanya disebut sihala) dan kata sdri Gita namanya kecombrang. Buah ini punya cairan asam yang khas. 
CARANYA: Bahan-bahan yang sudah siap digonseng secara terpisah.
1. Lada dan garam digonseng, tak usah sampai hitam
2. kemiri digonseng sampai batas jangan terlalu gosong
3. Kencur, jahe,bawang merah, bawang putih,bawang batak digonseng
 Ketiga bahan yang sudah digonseng diulek secara terpisah.Setelah halus, ditampi dengan nyiru untuk mendapatkan serbuk paling halus. Serbuk sisanya yang masih kasar diulek lagi hingga halus, begitu seterusnya. Bahan yang sudah diulek disatukan dan ditumbuk lagi sekalian. Kemudian buah kincung (sihala) ditumbuk diperas dan air perasan itu menjadi semacam cairan asam untuk sambal tinuktuk. Tergantung selera pedas seseorang, boleh juga digabung cabe rawit sedikit kira-kira 10 biji untuk mencipta rasa yang plus.
 Rasa sambal tinuktuk ini bagi banyak orang Sumut membuat ketagihan. Rasanya sangat khas, gurih dan rasa ppedasnya berasal dari lada. Karena itu ada juga yang bilang sambal ini sebagai sambal lada, ataukah ini asal nama sambalado yang kesohor? 
 Bahan-bahan tadi sebenarnya ada tersedia di pasar-pasar tradisional. Tak tahu apakah di Eropa seperti Jerman juga mudah didapat. 
 Konon, pada masa silam, wanita Batak yang baru melahirkan selalu dianjurkan makan sambal tinuktuk. Misalnya sebagai pelengkap lauk saat makan dan cocolan untuk sayuran. Mungkin juga untuk menghangatkan tubuh si ibu karena baru melahirkan. 
 Itulah sekadar yang bisa saya sharing, berawal dari korespondensi saya dengan Gitanyali Ratitia di Magdeburg Jerman. Mudah-mudahan bisa dibuat di Jerman, dan juga berguna bagi kompasianer lainnya yang suka dengan aneka sambal Indonesia. 
 Oh ya, Sdri Gita sedikit mengeluh soal buah kincung tadi. Di sini (Jerman) tak ada bang, tulis dia. Itu kan namanya kecombrang bahasa Indonesianya.Kalau bawang batak namanya lokio, bisalah diganti dengan bawang dan daunnya. Tapi nanti kalau ada teman pulang kampung ( ke Indonesia)  saya mau nitip kincungnya.
Ok dah sdri Gita, selamat mencicipi sambal tuktuk di negeri Jerman. Nanti kalau pulang ke Indonesia bolehlah lebih gampang meraciknya.  Horas tiga kali.(Leonardo TS,Sumatera Utara)

Senin, 15 September 2014

Salma Hayek Mengakui Tuhan Tapi tak Beragama. Lho, Alasannya?






  Pernah nonton film seru Desperado yang mengisahkan jagoan bersenjata gitar yang ditolong artis sexy Salma Hayek saat terluka parah? Film bertema mafia itu pernah menjadi film paling laris di dunia cinematik. Ternyata ada sisi lain dari artis sexy ini terkait prinsip soal Tuhan dan agama, seperti dipilih Ekspresiana sebagai salah satu top news minggu ini:
Salma Hayek menjadi salah seorang artis yang memilih untuk tidak beragama. Meski tidak beragama, namun bukan berarti Salma tidak percaya Tuhan.

Artis kelahiran 2 September 1966 ini lahir dari sebuah keluarga Katolik. Hingga kini, Salma pun mengaku percaya dengan adanya Tuhan. Namun begitu, bintang film Desperado ini tak mau terkungkung dalam sebuah agama karena ia merasa tak mau orang memberikan aturan untuk hubungannya dengan Tuhan.

"Saya orang yang sangat spiritual, tapi bukan orang spiritual agama. Saya tidak ingin orang memberikan aturan untuk hubungan saya dengan Tuhan. Kadang-kadang saya menemukan spiritualitas dalam seni atau ilmu karena ini tentang menemukan sumber tentang siapa kita. Spiritualitas adalah tentang penciptaan dan eksplorasi yang tidak diketahui," kata Salma kepada The Guardian, dikutip dari Femalefirst.

Sebagai seorang yang lahir dari keluarga Katolik, Salma mengaku masih menjalankan nilai-nilai agama tersebut. "Saya percaya pada nilai-nilai yang sangat mirip dengan umat Katolik. Saya juga sangat menghormati Paus. Saya benar-benar menyukainya," sambung Salma, yang mendapat banyak penghargaan lewat perannya di film Frida (2002).

Namun, Salma rupanya kecewa dengan perpecahan dan permusuhan antar manusia yang disebabkan karena agama.

"Saya berpikir bahwa kadang-kadang agama yang membuat orang terpisah. Jika Anda melepas agama Anda, jika Anda melepaskan negara Anda, melepaskan budaya Anda, Anda akan menemukan sebuah kemurnian untuk manusia," tuturnya.(yahoo)

Minggu, 14 September 2014

STORY: Aroma Kekasihku Kok Aneh Ya...!





(KHAS SARINGAR.Net)= Jangan anggap remeh soal aroma atau bau badan. Sadar atau tidak, seluruh dunia bisa terganggu kalau ada aroma tak sedap mengembara sembarang tempat. Ini kisah singkat tentang apa yang disebut dengan aroma.
Siapa pria  yang tidak ngiler melihat gadis seperti Bella. Wajah memang tak tergolong cantik seperti Bella Saphira Simanjuntak. Tapi bodinya itu, dagooh...bukan main seksinya. Apalagi kalau Bella pakai jins ketat nomor 30, tampaklah format aslinya. Bokong yang penuh, paha yang padat, sampai kakinya yang modelling. Bukan main!
            Saat Bella melintas di depan warnet itu, mata setiap pria, tak peduli tua atau muda, seakan kena hipnotis. Tak berkedip menatap, menghentikan pembicaraan yang tadinya super serius .Menatap ke Bella, membayangkan, menganalisis, mengukur, atau jangan-jangan berhalusinasi tentang sesuatu yang mendebarkan. Atau lihat juga ke bagian atas. Bodi Bella yang dibalut blus ketat gantung model gila sekarang. Sepasang apelnya yang ranum menonjol padat, pinggang ramping, dan sekilas tampak kulit putih di atas bokongnya membuat kaum Adam terkagum-kagum.
            Semuanya,begitu dipuji dan dipuja Marihot sejak pertama  bertemu Bella di warnet. Marihot lagi kesal karena loading yahoo.com seperti keong. Lebih setengah jam, situs yang dicari tak juga nongol. Dengan marah membuncah, Marihot mengklik sign-out. Tapi itu batal, ketika sosok cewek baru masuk membuat jantungnya berdebur. Kebetulan kamar 9 yang dituju si cewek berseberangan dengan kamar 4 dimana Marihot mangkal sudah satu jam. Bah, dewi dari situs mana pula ini, gumam Marihot, kembali duduk lesehan menghadapi monitor.
            Secara kebetulan pandang mata mereka tabrakan. Si cewek tersipu, mengalihkan mata, tapi justru mata  Marihot ngotot menatap. Detik berikutnya si cewek mengerling, ketika Marihot melirik. Lalu, entah kenapa Marihot senyum, si cewek juga senyum. Bah, ada apa ini, belum kenal sudah ada senyuman.
            Dasar anak muda enerjik, Marihot cari akal. Puter otak kanan dan kiri, bagaimana modus untuk berkenalan. Owu, ada inspirasi berkelebat bagai kilat. Marihot orangnya pede. Tak ragu menangkap inspirasi.Kunci sukses seseorang adalah kemampuan menangkap sinyal kesempatan untuk dikelola. Ia teringat petuah Dale Carnegie.
            Marihot menuju kamar 9. Si cewek mendongak, menatap Marihot. Dan Marihot menyapa:”Maaf, boleh mengganggu sebentar?”
   Si cewek tipe low profile. Dia senyum ramah. Giginya teratur, bersih.” Tak apa bang, ada apa?”
            ” Aku kesulitan mengirim email. Maklum baru datang ke dunia maya”, Marihot berkata tanpa ragu.
            Gadis itu beranjak dari duduknya.” Ah, yang benar. Masya ngirim email aja tak bisa.Emangnya dulunya di dunia mana". Suaranya empuk, enak didengar,ada nuansa jenaka. Marihot suka dengan suara itu. Blus liris-liris yang dipakainya begitu sepadan dengan jins ketat yang membalut tubuhnya bagian bawah. Begitu pas. ”Kamu pasti seperti kapstok baju, apapun kamu pakai pasti cocok’, gumam Marihot. Tapi di dalam hati.
  Merekapunberkenalan.”Namaku Marihot, panggil saja Hot,artinya panas,”, kata Marihot sedikit bergurau. Dijabatnya tangan si gadis. Bah, halusnya tangan itu. Serasa ada aliran listrik menyetrum kulit Marihot.
            ”Aku Bella, tapi bukan Bella Saphira Simanjuntak. Namamu seperti orangnya,hot ya, hangat, blak-blakan?’, balas si gadis.Senyumnya mekar, membuat belahan kecil di dagunya begitu menarik. Rupanya Bella tipe cewek moderat juga, tak sungkan. Bahkan ada tanda punya sense of humor.
            Di kamar 4 yang lumayan sempit dan agak pengap itu, mereka duduk cukup rapat. Bella serius memberi petunjuk cara mengirim e-mail. Marihot sempurna dengan kepura-puraannya.” Nah ini dikontrol A dulu, baru di copy, kemudian paste”,terang Bella.
            Mana ada secuil pun perhatian Marihot ke petunjuk yang diberikan Bella. Mata Marihot
hanya menatap jemari halus Bella yang  kayak jari bayi. Mata Marihot juga sembunyi-sembunyi melirik sepasang apel yang begitu dekat dengannya. Mata Marihot juga sempat melirik paha Bella yang padat dalam posisi lesehan seperti itu. Pussikalayangnya...Marihot berdecak dalam hati.Bukan main gempalnya. Padat terbungkus celana jins yang serasi. Ggaya terkini cewek gaul sweetseventeen.
            Semua itu terbayang kembali sepulang Marihot ke rumah. Dua tiga kali lagi mereka bertemu. Selalu Marihot punya alasan untuk diajari lagi. Bella rupanya sudah piawai dalam komputer. Dia D-3 manajemen komputer. Pantesan, jarinya lincah menari-nari mengklik tuts komputer.
            Mereka pun makin rajin janjian temu di tepi sungai. Pada gelapnya malam tak berbulan tak
berbintang, pada malam bergerimis, pada malam gulita tanpa bintang gemintang. Makan mie sop, nasi goreng, atau minum juice terong belanda. Marihot pun harus rajin juga merogo kocek, apa boleh buat. Menangkap burung aja perlu jerat, memikat gadis perlu modal. Tak cukup performa ganteng, and last but not least, ya money. Waktu akan terus berjalan. Bunga tumbuh makin subur bila ditabur pupuk, asmara bersinar bila frekuensi pertemuan makin meningkat.
            TETAPI...tunggu dulu. Empat kali bertemu dalam jarak rapat dengan Bella, sepertinya ada yang mengganggu Marihot di bagian hidung. Ada sesuatu aroma yang tak enak menyusup ke lubang hidungnya. Bau apaan ini. Parfum? Eau de cologne Paris? Atau Pierre Cardin? Madonna kah? Atau Riviera buatan Argentina? Tapi tak mungkin. Kadang, Marihot berupaya mencari asal aroma aneh itu, dengan mengendus ke sana kemari. Kenapa kalau Bella agak menjauh, aroma itu berkurang dan sirna. Marihot diganggu sangkaan yang bukan-bukan. Tapi ia kurang percaya.Tak mungkin, tak mungkin, gadis sebersih dan secantik Bella punya aroma seperti itu.
            Setelah mereka resmi pacaran, aroma itu senantiasa hadir. Terutama saat Marihot memeluk dan mencumbu Bella di tepi sungai itu. Kadang gairahnya anjlok, begitu aroma tak disukainya itu menebar ke hidungnya. Hidung Marihot mengendus-endus, dari mana sumbernya. Marihot tiba-tiba teringat pada suatu aroma yang mirip seperti itu. Rasanya sudah lama sekali.Bau tak sedap itu pernah akrab dengan masa kecilnya. Ya, tak salah lagi. Marihot ingat namboru Maryati, saudara ayahnya. Dulu, jauh di masa lampau, namboru Maryati lah yang paling sering menggendong Marihot. Tapi Marihot sering tak suka mencium bau tak enak namborunya saat Marihot sudah dininabobo
di punggungnya. ”Bou bau,ah”, sering Marihot menyindir dalam kepolosannya. ” Huuss, namboru wangi kok”, celoteh namboru Maryati, kadang mencubit paha Marihot agar cepat tidur. Dan meski sudah merebahkan kepalanya di punggung namboru Maryati, selalu ia sulit tidur. Bau tak sedap dari arah ketiak namboru Maryati membuatnya merasa tak nyaman. ”Namboru bau gedek-gedek...”, Marihot ingat kata-kata itu sering terucap dari ibunya.   
            Itu sudah lama berlalu, di masa kecil. Marihot tak pernah ingat lagi  kalau saja ia kini tidak sedang dekat dengan Bella. Dan Marihot paling tak suka aroma seperti itu hadir lagi menyentuh ruang ciumnya. Dia sulit melukiskan, aroma macam apakah yang melekat pada diri Bella. Aroma itu jelas sangat mengganggu. Kadang suasana romantis jadi buyar, ketika
malam-malam minggu seperti biasa, Marihot duduk bercengkerama dengan Bella di pinggiran Aek Sigeaon.
  Sambil melempar batu kecil ke sungai yang mengalir deras, Marihot berkata:”Apa Bella suka parfum?”
            Lho, pertanyaan yang ngawur. Bella sedikit heran, berpaling pada Marihot. Lalu Bella menyahut sambil menggeleng ”tidak, aku tak begitu suka parfum”. 
   Marihot menyeruput sebatang rumput ilalang yang tumbuh di tanggul sungai, menggigit potongan rumput itu.” Aku suka dengan aroma rambutmu. Kamu rajin keramas pakai sampo”, Marihot seperti berucap sekadar mengisi pembicaraan. Tapi di luar dugaannya, Bella membantah.”Aku tak begitu suka sampo, mama mengajarkan kami tidak pakai sampo  cuci rambut”. Marihot melengak, heran.”Bah, jadi cuci rambut pakai apa?”. Tak masuk di akal di jaman modern yang serba pewangi sekarang ini, ada gadis mengaku tak pakai sampo.
    ” Aku pakai ramuan lidah buaya alami aja, mama juga begitu. Atau kadang pakai daun sirih”, terang Bella tanpa ragu. Lalu ia mengurai rambut halusnya, memberikan bagian ujungnya pada Marihot.” Nih coba cium, apa ini bau sampo”. Dan Marihot mendekatkan hidung ke ujung rambut indah itu. Diendusnya, diendusnya cermat. Ternyata memang rambut Bella tak memancarkan aroma sampo yang biasa tercium hidung. Aromanya lain, tak bau tapi tak begitu wangi. Memang seperti ada aroma daun sirih tumbuk, atau aroma lain yang sulit didefinisikan dengan hidung.
   ” Kamu tak suka aku tidak pakai sampo?”, Marihot kaget atas pertanyaan itu. Buru-buru Marihot berkata” ah, tidak, bukan soal tak suka. Aku suka dengan aroma rambutmu”, lalu tangannya membelai rambut Bella yang melambai ditiup angin malam. Dan Marihot terkesiap, ketika Bella seperti sinis berkata:”Ah, abang bohong. Abang tak suka bau rambut Bella kan? Abang menyembunyikan sesuatu...Bella menggigit bibir sensualnya. Matanya memancarkan nuansa kesal. Tapi itu membuatnya tambah menarik.
  Di malam berikutnya, mereka duduk nyantai lagi di tanggul sungai itu. Langit cerah, penuh bintang, tapi bulan samar tertutup awan. Marihot sudah pikir-pikir dari tadi, soal aroma yang memancar dari tubuh Bella. Apa  gadis secantik Bella tidak menyadari kalau ada sesuatu dari tubuh indahnya yang menghadirkan ketidaknyamanan lingkungan? Dipeluknya Bella, dielusnya tangan halus itu, dikecupnya pipi lembut itu, dibelainya rambut halus berkibar itu. Dan pada saat seperti itu, aroma itu hinggap lagi di ruang hidungnya. Angin malam yang bertiup dari Utara mengantar aroma itu lebih lama ke hidung Marihot. Waduuuh...tak banyak beda dari aroma namboru Maryati yang sering menggendongnya waktu kecil.   
   Marihot ingin berterus terang, menanyakan masalah aroma itu. Tapi mulutnya terkunci, takut Bella tersinggung. Marihot bertanya-tanya dalam hati, apa mungkin Bella mengidap penyakit bau gedek-gedek (bau ketiak) seperti namboru Maryati? Kenapa saat bercumbu, saat hidung Marihot mendekat arah leher dan ketiak Bella, aroma itu sangat mengganggu? 
    Itu jadi problem berlarut-larut yang terpendam di hati Marihot. Lama-lama kasih sayang bisa pudar. Lama-lama romantisme bercinta mengendur. Lama-lama Marihot hilang gairah mengajak Bella bermalam minggu. Dan itu terasa bagi Bella. Suatu hari, Bella mengirim SMS:” Tiga kali abang tak menemui Bella malam mingguan seperti biasa. Bella tau abang bohong dengan macam alasan abang. Tapi abang tak terus terang. Bella tau, abang tak suka dengan aroma yang ada di badan Bella, kan? Abang takut Bella bila itu abang tanyakan ke Bella...”
   Kaget Marihot membacanya. Sebelum ia sempat membalas untuk membantah, datang SMS kedua. Bunyinya lebih mengejutkan.” Bella ditakdirkan mengidap penyakit bau badan seperti itu. Kayaknya sih penyakit turunan, sebab dari nenek sampai mama juga begitu. Bella sudah coba segala macam obat dan parfum, tapi sia-sia. Bella tau abang kecewa karena aroma memalukan ini. Kalau abang menjauh dari Bella karena alasan itu, Bella mengerti. Bella juga menerimanya walau dengan sedih. Abang tidak mencintai Bella seutuhnya, kan? Aroma tak sedap aja telah membuat cintamu buyar ditiup angin...
  Marihot terpelongo. SMS balasan yang dikirimkannya tak pernah terkirim berkali-kali. Ditelepon juga tak aktif-aktif. Esoknya dicarinya Bella, esoknya dicari lagi, mau mengatakan kalau dia tetap sayang dan cinta pada Bella. Tapi Bella seakan raib begitu saja, entah kemana. Dan suatu hari, Marihot dapat informasi dari Juniar tetangga Bella.” Bella sudah berangkat ke Surabaya bang, sudah tiga hari ini. Dia dapat panggilan kerja dari perusahaan Korea”. Bah! Marihot merasa tenggorokannya kering. (LEONARDO TS/Ditulis di Siantar-pernah dipublikasikan di majalah HORAS Jakarta, dan Kompasiana.Com)