Senin, 29 Februari 2016

Sinar Harapan Koran Yang Tiarap Tanpa Hilang Harapan


















 SAMPAI JUMPA KEMBALI. Itulah judul singkat tulisan Aristides Katoppo, salah satu dedengkot Harian Sinar Harapan pada 31 Desember 2015 lalu. Tulisan sederhana tapi sarat makna keprihatinan yang mendalam, seolah mewakili sekian banyak simpatisan koran yang awalnya menyuarakan tema kekristenan itu. Seorang rekan melontar tanya pada saya, kenapa ikhwal matinya sebuah koran Sinar Harapan begitu penting dimuat pada blog Batakindonews? Dengan senyum hambar saya hanya menjawab singkat," semasa muda dulu, saya suka membaca Sinar Harapan, bahkan pernah menyumbang beberapa tulisan feature pada tahun 80an, dan saya pernah menerima beberapa kali honor untuk itu. Saya ikut menundukkan kepala jika koran yang saya nilai terbaik di Indonesia selain Kompas itu, benar-benar sudah tamat setelah beberapa kali jatuh bangun mewarnai romantika persuratkabaran di Indonesia. Tapi mungkin, sekadar menghibur hati siapa saja yang mengalami kesedihan itu saya hanya bisa mengulang satu kalimat stimulans " Kita boleh kehilangan apa saja dalam hidup ini, tetapi bukan harapan." Di bawah ini kami turunkan catatan Aristides Katoppo seutuhnya dicuplik dari Sinar Harapan.Co:

 *
Sinar Harapan mulai terbit lebih dari setengah abad lalu, yakni 27 April 1961, dengan moto “Memperdjoangkan kebenaran dan keadilan, kebebasan dan perdamaian berdasarkan kasih.” Niatnya waktu itu agar dalam suasana negara yang dilanda prahara, pelbagai benturan, dan pertikaian; ada suara sejuk yang tidak hanya menganut paham “politik adalah panglima”.

Sebagai surat kabar, Sinar Harapan merekam peristiwa dan kejadian dengan sudut pandang memberi suara kepada semua pihak yang berbeda-beda, termasuk yang tidak disukai pihak yang sedang berkuasa. Sinar Harapan berupaya bersikap inklusif, menghormati, dan menghargai keindonesiaan yang multikultural dan pluralistik. Sinar Harapan mengartikan persatuan bukan sebagai penyeragaman (unity bukan uniformity).

Upaya dan niat sebagai surat kabar agar berperan serta sebagai katalisator pembaruan kehidupan bangsa dan masyarakat tidak selalu mulus. Contohnya ketika memprakarsai pentingnya desentralisasi kekuasaan dari pusat agar perlu ditumbuhkannya otonomi daerah, perimbangan antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Ternyata ini dianggap prematur.

Akibatnya pada usia 25 tahun (1986), Sinar Harapan dianggap offside. Selanjutnya harian ini harus terbit dengan nama baru dan pucuk pemimpin baru. Barulah setelah tumbangnya Orde Baru, waktu Reformasi, koran ini bisa tampil kembali dengan nama yang tadinya hendak ditiadakan.

Beberapa bulan lalu, saya diminta hadir pada acara pemilihan direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) di Bali. Saya dijemput beberapa pengacara muda, salah satu di antaranya lulusan universitas terkemuka di Jawa. Ia mengatakan, waktu diminta pulang kampung oleh orang tuanya, orang tuanya kaget sewaktu mengetahui ia bergabung dengan LBH.

Ia menceritakan, selama di fakultas, selain dilatih ilmu hukum, ia juga diimbau selalu berdasi, mempersiapkan diri jadi pengacara yang akan jadi kaya raya, melayani yang berkuasa dan kaya-kaya. Kalau bisa, bukan cuma punya mobil Jaguar, tapi sampai Bentley. Betapa kagetnya setelah bergabung dengan LBH, ternyata ia harus melayani masyarakat kere, bahkan harus memberi sumbangan uang transportasi.

“Pakaian pun disesuaikan, tak patut berjas dan dasi. Tapi ternyata, saya bukan hanya tertarik. Saya asyik dan senang. Saya belum kasih tahu orang tua, tapi saya mau tetap lakukan ini,” ucapnya. 

Ternyata di antara yang muda, masih ada yang berkiblat pada panggilan idealisme, siap untuk tidak cepat kaya dan keren; tapi bangga dengan cita-cita, dedikasi, dan nurani. Memang ini pilihan. Mungkin ini makin langka. Di tengah arus materialisme yang memburu kekayaan dengan segala cara, pilihan itu membuat mereka cerah, bangga, dan bahagia. 

Sinar Harapan dari dulu terbuka terhadap sikap dan pilihan itu. Sinar Harapan akrab dan peduli kepada yang memilih dedikasi, integritas, dan nurani.

Kepuasan diperoleh bukan karena memiliki mobil Rolls Royce, melainkan karena pengabdian kepada kepentingan umum, yang kebetulan kebanyakan merupakan lapisan masyarakat jelata yang miskin. Ternyata tidak sedikit orang kaya mengagumi pilihan sikap itu dan diam-diam menjadi donatur tetap.

Jelang akhir 2015, sangat disayangkan, di tengah melajunya komersialisme, Sinar Harapan tidak dapat bertahan dan mulai tahun depan berhenti terbit sebagai surat kabar harian yang dicetak sore hari. Banyak pihak kecewa dan menyayangkan. Mereka bertanya: Apa masih ada harapan? Sebenarnya, dalam pertanyaan itu tersimpul peluangnya.

Syukur dan Terima Kasih
Ada cerita tentang pemberian para dewa kepada manusia dalam mitologi Yunani. Manusia diberikan bermacam-macam kepintaran, seperti akal sehat, kemampuan teknologi, melukis yang bagus, menyanyi, dan menari. Hal yang tidak diberikan adalah segala sifat dan keadaan buruk, seperti iri hati, cemburu, serakah, ingin berkuasa, ingin kaya raya tanpa bagi-bagi, egosentris, segala macam penyakit, dan berbagai hal yang membuat manusia menderita. Para dewa menyimpan segala keburukan itu dalam sebuah kotak di kuil.

Para dewa berpesan kepada manusia untuk tidak membuka kotak tersebut. Namun, manusia ingin tahu, mereka nakal. Dibukalah kotak tersebut maka keluarlah segala macam penderitaan, penyakit, dan sifat buruk. Manusia tersiksa karena perbuatannya sendiri.

Akan tetapi, saking sayangnya para dewa kepada manusia, masih ada satu yang tersisa dan terakhir dikeluarkan, yaitu harapan. Harapan sengaja disediakan sebagai perisai ampuh. Pesannya, ketika semua kondisi buruk melanda, berpeganglah pada harapan. Dengan harapan, manusia bisa bangkit lagi dan bertahan.

Karena itu, ketika kita dilanda bermacam-macam krisis, kita selalu diingatkan supaya tidak boleh menghilangkan harapan. Mungkin suatu saat nanti, hanya itu yang kita miliki. Harapan itu harus dicari, ditemukan, ditebar, ditumbuhkan, dipupuk, dirawat, dan dikembangkan secara terus-menerus.

Marilah kita mengakhiri tahun 2015 dengan penuh syukur dan terima kasih. Mohon maaf atas segala kekurangan, kealpaan, kekhilafan, dan kesalahan. Marilah songsong 2016 dengan doa dan keyakinan bahwa harapan tetap melambai dan bersinar. Seperti halnya hukum kekekalan energi, energi tidak bisa dihilangkan, tetapi hanya berubah wujud. 

Jika orang Jepang menyebut sayonara, orang Jerman menyebut auf wiedersehen, orang Inggris mengatakan good bye atau see you again; Sinar Harapan mengucapkan, “sampai jumpa” 2016. Kita yakin: yang kita kasihi dan yang mengasihi kita akan selalu bersama kita. 
(Aristides Katoppo)

Sumber : Sinar Harapan

Minggu, 28 Februari 2016

65 Polisi Dipecat di Polda Sumut Tahun 2015


Upacara pemecatan polisi (ilust.Antara)

 BATAKINDONEWS.COM - Ini cukup memprihatinkan! Kepolisian Daerah Sumatera Utara memecat 65 personel sepanjang tahun 2015. Mereka yang dipecat, disebabkan melakukan tindak pidana dan pelanggaran dalam menjalankan tugas. Dalam paparan akhir tahun di Aula Kamtibmas di Medan, Senin, Kapolda Sumut Irjen Pol Ngadino mengatakan, jumlah tersebut sama dengan data personel yang dipecat pada tahun 2014.

Mantan Wakabaharkam Polri itu mengaku prihatin dengan masih adanya personel yang dipecat dari tugas, meski jumlah yang personel yang baik jauh lebih banyak.

Pemecatan tersebut dilakukan karena personel yang bersangkutan tidak dapat dibina lagi agar dapat menjalankan tugas sesuai ketentuan yang berlaku.

Sebelum menetapkan pemecatan tersebut, pihaknya terlebih dulu melakukan sejumlah proses seperti sidang kode etik atau menunggu putusan hukum terhadap personel yang melakukan tindak pidana berkekuatan hukum tetap.

"Jadi, ada mekanisme dan tahapan yang dilalui," ucapnya didamping Wakapolda Sumut Brigjen Pol Ilham Salahuddin, Kabid Humas Kombes Pol Helfi Assegaf, dan sejumlah pejabat utama Polda Sumut.

Secara keseluruhan, Polda Sumut mencatat terjadinya 119 pelanggaran kode etik yang dilakukan personel pada 2015 atau meningkat 24 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Di sisi lain, secara keseluruhan, oknum anggota Polri yang diketahui melakukan tindak pidana pada 2015 tercatat sebanyak 132 orang. (Sumber: Sh.co)

Pasang Surut Harian Sinar Harapan, Terbit Mati Terbit...Mati...

Catatan: Ikhwal media cetak yang terancam tutup di Indonesia sudah hal yang biasa. Pasang surut media besar seperti Harian Indonesia Raya milik Mouchtar Lubis, atau Harian Sinar Harapan media kebanggaan umat Kristiani di Indonesia, sudah hal yang biasa. Terbit, mati, terbit...mati...dan ter... lagi, tak jarang kejadian. Setidaknya ikhwal pasang surut salah satu koran terkemuka di Indonesia (Sinar Harapan) mengundang keprihatinan terutama bagi mereka yang fanatik dengan idealisme jurnalistik. Tulisan singkat di bawah ini dimuat utuh kecuali perubahan judul. Perlu dan menarik disimak.
Disarikan: Sihar Ramses Simatupang *
Kalau soal media massa terancam, sudah sejak dulu begitu. Media massa nasional, harian dan majalah pun di Eropa, Asia, dan Amerika mati. Mereka semua beralih ke daring atau online.   Di Indonesia, media massa cetak rontok tak terhindarkan. Jalan keluarnya bagi pemiliki modal besar adalah diversifikasi usaha, membuka penerbitan lain, percetakan, nonmedia seperti usaha membuka hotel.   Itulah yang terjadi pada grup Tempo, Femina atau Kompas, misalnya. Meski itu pun tak terlampau menolong karena media cetaknya tetap saja kewalahan.

Sementara itu, Sinar Harapan dilihat dari kondisinya tak memiliki modal untuk diversifikasi usaha, melainkan bekerja dengan mengandalkan oplah dan iklan. Beratnya lagi, oplah dikalahkan oleh media massa online dan televisi. Dari segi iklan jatah media massa cetak tergerus televisi yang sekarang banyak jumlahnya dan berekspansi secara kuat.   Televisi baik televisi asing, internasional maupun di daerah, berebut kue iklan lokal. Kue yang besar, tapi semutnya pun semakin banyak. Semut raksasa yang berkongkalikong antarsesama pengusaha. Ada juga oligarki politik terlibat di dunia media massa.  

Pemerintah pun tak melakukan kebijakan signifikan melindungi dan memproteksi media cetak dan melakukan pembiaran. Padahal, ini bukan natural karena ada permainan konspirasi, oligarki, kongkalikong. Posisi moral media cetak yang mempertahankan idealisme jurnalistik sebagai wakil dari suara publik karena tak berdasarkan rating ini, seharusnya dipertahankan oleh pemerintah.   Di antara banyak media massa cetak, sedikit media cetak yang hidup bukan semata berdasarkan tiras, tapi berdasarkan idealisme, adalah Sinar Harapan. Media ini tak berdasarkan tiras, tapi berdasarkan idealisme. Di media lain, tiraslah yang menciptakan isi.  

Gugurnya media seperti Sinar Harapan, bukan di luar dugaan saya. Tapi tetap saja merasa pilu, sedih berkepanjangan karena peran dan posisi media ini yang telah ditetapkan selama ini dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, juga berkebudayaan, cukup penting.   Bersama media lain yang cukup panjang usianya seperti Kompas, sedikit media itulah yang mempertahankan idealisme yang orisinal, asli, sejak awal dipertahankan.  

Selain tiras, media massa kuning berusaha bertahan dengan bergantung pada gosip dan sensasi. Sayangnya, keluhuran cita-cita berkebangsaan dan cita-cita berkebudayaan itu harus tumbang dikalahkan represivitas dan ekspansi media modern yang tak peduli lagi dengan idealisme karena yang penting bagi mereka adalah uang, dengan cara apa pun, termasuk mengkhianati ide jurnalistik, fitnah di publik dan masyarakat.  

Kematian Sinar Harapan sungguh adalah kematian sebuah gagasan dan kematian kebudayaan. Kendati pantas diresapi, kita tak harus seterusnya meratap tiada habis. Teman Sinar Harapan masih punya idealisme yang kuat, yang saya percaya tak akan berhenti untuk mencoba mencari kaki yang baru untuk gagasan mereka.   Bagaimana kita saling membantu untuk itu. Kita harus memelihara harapan dan mudah-mudahan tercipta harapan baru. 

Sumber : Sinar Harapan

Sabtu, 27 Februari 2016

Nah, Perlu Diketahui: KTP Elektronik Berlaku Seumur Hidup !


CATATAN REDAKSI: Perkembangan terkini mengenai keabsahan tanda identitas diri penduduk di Indonesia seyogianya diketahui seluruh warga negara. KTP-Elektronik berlaku seumur hidup? Belum banyak yang tahu tentang ini. Tulisan sdr Danny Melani Butarbutar yang dipublis di Harian Online Kabar Indonesia ditayangkan utuh di bawah ini, barangkali bermanfaat minimal bagi pembaca web ini:


KTP Elektronik Berlaku Seumur Hidup
Oleh : Danny Melani Butarbutar |

BATAKINDONEWS.COM -  “Kita sudah buat surat edaran dan pengumuman pemberlakuan KTP-el seumur hidup, bahkan dalam pertemuan informal saya selalu sosialisasikan pentingnya dokumen kependudukan dan catatan sipil” sebut Melani Butarbutar selaku Pelaksana tugas Kadis Kependudukan dan Catatan Sipil Kab.Samosir kepada awak media yang berkunjung ke kantornya, Kamis (4/2).
Lebih lanjut, Butarbutar menjelaskan kronologis penerapan KTP-el sebagai identitas diri dan domisili seorang penduduk dan berlaku secara nasional. “Program Kartu Tanda Penduduk Elektronik atau lazim disebut KTP-el atau e-KTP  sebagai bukti diri otentik seorang penduduk telah dimulai sejak tahun 2009. Waktu itu melalui Surat Dirjen Administrasi Kependudukan nomor: 471.13/ 3350/MDN,  Menteri Dalam Negeri menunjuk empat kota di Indonesia sebagai proyek percontohan  pelaksanaan 
e-KTP berbasis NIK Nasional. Adapun kota tersebut adalah  Padang, MakasarYogyakarta, dan  Denpasar,”jelasnya.
Undang-Undang (UU) nomor 23 tahun 2006 ditindaklanjuti dengan Peraturan Presiden nomor 35 tahun 2010 yang mengamanatkan penerapan KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) nasional. Di dalam Perpres tersebut juga diatur tata cara dan implementasi teknis dari 
e-KTP yang dilengkapi dengan sidik jari dan chips.
“Penerapan 
e-KTP secara nasional baru dimulai pada bulan Februari 2011 dan Samosir menerapkannya tahun 2012” ujar Plt.Kadis Dukcapil yang juga sebagai Staf Ahli Bupati Samosir bidang Pemerintahan. Ketika pewarta KabarIndonesia menginformasikan bahwa masih banyak masyarakat kurang peduli dengan dokumen kependudukannya, mereka bergegas mengurus hanya saat tertentu dan karena keperluan mendesak saja, Kadis mengakuinya.
“Ya begitu adanya, sebenarnya secara statistik masyarakat Indonesia khan sudah tergolong lulusan SMP,  pernah mempelajari PKN, KPKN, Civics atau pengetahuan yang berkaitan dengan  hak dan kewajibannya sebagai penduduk, sebagai warga Negara, dan sudah pasti tahu akan arti penting dan gunanya dokumen kependudukan” jelas Melani Butarbutar bersemangat. 
“Jadi menurut saya bukan tidak tahu tapi memang tidak peduli, padahal untuk merantau, cari kerja, pindah, menikah dan berbagai peristiwa kependudukan lainnya, urusan usaha, urusan tanah, urusan bank memerlukan dokumen utamanya KTP dan Kartu Keluarga,” lanjutnya. 
Drs. Melani Butarbutar MM, yang sejak bulan Nopember 2014 ditunjuk sebagai Plt. Kadis Dukcapil Samosir menjelaskan
: “Memang sosialisasi tentang Kebijakan Kependudukan dan UU No.24 tahun 2013 belum dilakukan atas dana APBD, namun sejak saya bertugas di Dukcapil melalui kegiatan pelayanan, pengumuman di kantor, pertemuan informal, media sosial, pengumuman di radio selalu saya sampaikan, bahkan ketika dilakukan Bimtek dan rapat koordinasi di Kecamatan.”
Menurutnya, sejak ditetapkan KTP-el sebagai satu-satunya identitas pribadi yang wajib dimiliki penduduk (red: didalamnya terdapat biodata dan
biometric pribadi), hingga bulan Januari 2015  KTP-el masih dicetak oleh Kemendagri-Jakarta, barulah sejak bulan Februari 2015 Dinas Dukcapil Kab.Samosir diperkenankan untuk mencetak KTP-el penduduk, sepanjang sudah terdaftar di database kependudukan di Jakarta. Data tahun 2015 menyebutkan bahwa di Kabupaten Samosir terdapat 98.083 jiwa penduduk yang wajib KTP, 73.206 di antaranya sudah merekam biodata/biometric, KTP-el yang sudah tercetak (oleh Pusat) 69.069 lembar dan yang dicetak di Samosir 4.505 lembar sehingga Penduduk yang memiliki KTP-el di Samosir sebanyak 73.574 jiwa (75% dari wajib KTP). Dari penjelasan Kadis tersebut, para awak media meminta penjelasan tentang perbedaan KTP-el yang dicetak oleh Pusat dengan yang dicetak Kantor Dukcapil Samosir, KTP mana yang tidak berlaku dan KTP manapula yang berlaku seumur hidup. “E-KTP merupakan hak dan wajib dimiliki setiap penduduk/warga Negara. Karena itu KTP-el disediakan Pemerintah dalam rangka menciptakan sistem administrasi kependudukan yang rapi dan teratur untuk rangka mempermudah pemberian pelayanan publik oleh pemerintah kepada seluruh masyarakat.
Pemanfaatan 
e-KTP diharapkan dapat berjalan lancar karena memiliki fungsi dan kegunaan yang sangat membantu pemerintah dan masyarakat yang bersangkutan dalam hal pemberian dan pemanfaatan pelayanan publik” demikian Ditjendukcapil dalam publikasinya.  Kartu Tanda Penduduk elektronik atau electronic-KTP (e-KTP) adalah Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang dibuat secara elektronik, dalam artian baik dari segi fisik maupun penggunaannya berfungsi secara komputerisasi. Kadis Dukcapil Samosir mengakui, banyak masyarakat yang tidak menyadari bahwa KTP lama selain e-KTP sudah tidak berlaku lagi. Bulan Februari-Maret  2015 dia telah membuat surat edaran untuk melakukan aktivasi atas KTP-el yang dicetak oleh Kemendagri untuk proses “encoding”. Namun waktu itu masyarakat dan Kepala desa tidak merespon surat tersebut dan menganggap untuk kepentingan pribadi. Sesungguhnya Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Zudan Arif Fakhrullah telah menegaskan bahwa kartu tanda penduduk (KTP) yang berlaku saat ini adalah KTP elektronik, bukan KTP lama (sering disebut KTP manual).  
"KTP lama per tanggal 1 Januari 2014 sebenarnya sudah tidak berlaku lagi, yang berlaku sudah e-KTP," ujar Zudan dalam acara diskusi di bilangan Sentul, Bogor, Sabtu (21/11/2015).  Instansi pelaksana di Kabupaten/Kota seluruh Indonesia telah menerapkannya dan meminta masyarakat yang belum memiliki e-KTP untuk mengurusnya di kelurahan atau kecamatan setempat. 
“Sudah sangat jelas disebut KTP lama tidak berlaku lagi, KTP-el berlaku seumur hidup, artinya hanya KTP-el yang berlaku sah-otentik dan tanpa batas waktu-seumur hidup” tegas Melani Butarbutar yang memiliki masa bakti sebagai PNS sudah lebih dari 30 tahun (red: dia diangkat jadi pegawai tahun 1976 bekerja di kantor Camat Simanindo, Samosir) Lebih lanjut dijelaskannya bahwa KTP-el yang terbit sejak 2011  tetap berlaku seumur hidup, dan tidak perlu diperpanjang walaupun telah habis masa berlakunya. Berdasarkan catatan waktu KTP-el tersebut (generasi pertama) akan habis masa berlakunya bulan Oktober 2016.  “Berlaku seumur hidup dan tidak perlu diganti, kecuali hilang atau rusak,” ujarnya dengan pasti.
Menurut ketentuan yang berlaku bahwa pergantian KTP hanya dapat dilakukan bila KTP elektronik tersebut rusak, ada perubahan data baik alamat ataupun status perkawinan, pekerjaan, jenis kelamin.  KTP-el yang hilang akan diganti dengan yang baru dan wajib dilampirkan laporan kehilangan dari kepolisian. “Jadi kalau tidak ada perubahan, tak perlu repot-repot, nggak usah susah atau merasa dipersulit untuk mengganti KTP-el yang ada,” tandasnya.
Pilkades (Pemilihan Kepala Desa) 
Informasi yang diperoleh wartawan bahwa tahun 2016 ini Samosir akan melaksanakan pesta demokrasi langsung di tingkat Desa melalui pemilihan Kepala Desa.  Ketika ditanya hubungan perhelatan tersebut, Kadis ini menjawab bahwa Dinas Dukcapil hanya sebagai penyedia Daftar Pemilih Potensial Pemilihan Kepala Desa (DP4KD).  Melani Butarbutar yang pernah menjabat sebagai Asisten Pemerintahan di Tapanuli Utara dan di Kabupaten Samosir ini menjelaskan bahwa sesuai Perda, Dinas Dukcapil hanya berwenang menyampaikan DP4 kepada Penyelenggara Pilkades. Data ini akan di-
download dari database (server online/SIAK online). DP4 ini adalah data penduduk yang terdaftar sebagai penduduk (berdomisili) di Desa-Kecamatan, Kabupaten Samosir yang dibuktikan dengan kepemilikan KTP-el dan KK Samosir.  Dengan demikian penduduk yang tidak terdaftar dalam database Samosir bukanlah penduduk Samosir dan tidak berhak memilih di desa tersebut. Walaupun menurutnya seseorang dia sudah lama tinggal di Samosir, sudah lama pindah datang ke Samosir, atau oleh Kepala Desa dinyatakan telah lama berdomisili (dengan surat keterangan domisili), maka sepanjang belum/tidak terdaftar di database penduduk Samosir, dia bukan penduduk Samosir.  Karena itu beliau menghimbau agar penduduk/masyarakat yang ada di Samosir segera mengurus dokumen kependudukan dan catatan sipil terutama KTP-el dan KKnya ke Kepala Desa, Camat dan seterusnya di Kantor Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
“Kita sudah buat surat himbauan dan pengumuman, agar seluruh masyarakat segera mengurus hak dan kewajibannya memiliki dokumen kependudukan dan catatan sipil,” tegas Butarbutar. Mengakhiri wawancara dengan Kadis Dukcapil Samosir, wartawan diminta dukungan kemitraan untuk menginformasikan dan menyosialisasikan program kerja Dukcapil selaku Unit Pelayanan Publik substansi dokumen kependudukan dan akta catatan sipil sebagai hak dan kewajiban setiap penduduk tanpa kecuali. “Selaku Kadis Dukcapil, saya menghimbau rekan-rekan media untuk sungguh-sungguh menjadi mitra SKPD dalam mendidik, memberdayakan masyarakat dan menyampaikan informasi penting terkait dengan kegiatan-tugas SKPD,” ujarnya kepada awak media. 
“Wujud kemitraan SKPD dengan media antara lain media massa menayangkan berita/informasi (pemberitaan) sementara SKPD membayar biaya langganan, jadi ada informasi ttg SKPD bukan karena iklan atau advertorial yang berbayar”, lanjut Kabag Humas, Informasi dan Protokol Tapanuli Utara di masa Bupati R.E. Nainggolan ini.  Memang Desember 2015 yang lalu, dia telah mengirimkan surat kepada media yang mengirimkan medianya ke Dukcapil. Tujuannya untuk mengevaluasi hubungan kemitraan dan pemberitahuan kemampuan anggaran di APBD untuk membayar biaya langganan yang terbatas.
“Tahun 2016 ini, saya mohon maaf, langganan kami telah dibatasi sesuai kemampuan,” ujar Butarbutar seraya menyampaikan terimakasih dan mengakhiri perbincangan. (Sumber: HOKI)

Jumat, 26 Februari 2016

Kekasihku Preman Pinggiran (4)

     BINDU (4) - Novel: Leonardo TSS - 
 LAPO Paragat tergolong kedai tuak paling laris di kawasan lembah itu. Disebut Paragat, karena Monang awalnya memang yang mengolah langsung pohon bagot (enau) dan kelapa di perbukitan pinggiran itu. Dulunya ia yang mensuplai tuak untuk beberapa kedai di perkotaan. Karena rasa tuak racikannya paten sehingga digemari banyak pecandu, banyak kedai berebutan melangganinya. Tapi lama-lama Monang berpikir untuk membuka usaha kedai sendiri. Dia mulai usaha sederhana di komplek Pinggiran. Lama kelamaan kedainya populer sekali, mengundang banyak orang tiap sore datang ke kedainya. Bahkan anak muda dari kota makin banyak menjadi langganannya. Apalagi Monang melengkapi makanan khas B1 dan sop kaki B2 dua kali seminggu. Makin ramailah pelanggannya berdatangan. Kalau dulunya Monang yang memanjat dan mengurus pohon enau meracik tuaknya, sekarang dia sudah mengggaji orang menggantikannya. Gelar Lapo Paragat pun makin merambat sampai ke luar kota, Siborongborong, Balige, Porsea, bahkan ke Siantar.
 Sudah tiga minggu terakhir ini lapo Paragat selalu ramai dengan rombongan anak muda dari kota. Tak semua memang suka tuak. Ada juga yang mau minum bir sambil mau makan tambul dangket-dangket atau B1 masakan Monang dan isterinya. Kadang mulai sore hingga malam anak muda itu baru pulang. Mereka main gitar dan menyanyi ramai-ramai, membuat suasana di komplek itu makin hidup. Untung juga kedainya Monang tak terlalu berdekatan dengan rumah-rumah sekitar, sehingga tak terlalu mengganggu ketertiban.
 Awalnya Monang dan isterinya mengira kedatangan anak muda yang makin kerap hanya karena suka dengan tuak dan tambul racikannya. Tetapi belakangan barulah Monang tahu kalau anak muda itu mengincar anak-anak gadis yang ada di komplek pinggiran.
 “Mereka itu pasti berebutan mendapatkan cewek-cewek yang ada di komplek kita ini. Bapak tahu kan ada gadis cantik seperti Jenni ponakan Berman, ada Bornok, ida, Jespi. Pantasanlah anak muda kota rame datang tiap hari ke sini,” kata isteri Monang.
 “Ah, biarkan sajalah Mami Ee, itu bukan urusan kita. Yang penting kan  kedai kita makin ramai... kenapa harus persoalkan mau apa mereka datang ke sini.” Kata Monang sambil mencincang daging B1 yang mau dimasak untuk lauk peminum tuak malam hari.
 “Aku juga tak bilang jadi urusan kita Pak Ee, maksudku baru kutahu kalau mereka rupanya melirik-lirik gadis cantik di komplek kita ini. Lihat saja si Jenni sudah mukanya cantik badannya pun bagus macam pramugari di pesawat Garuda yang kita tumpangi hari itu.”
 “He-he-he Mak Ee ini ada-ada saja. Pokoknya jangan ada ribut-ribut di sini lah, aku tak suka kalau kedai kita membuat ada onar.”
 Sore itu, kedai Paragat belum lagi kedatangan langganan. Tamu pertama yang datang adalah Jonggi dan Roni, anak muda dari kampung sebelah. Mereka duduk ngobrol sambil menghirup tuaknya pelan-pelan.
 “Belum masak tambulnya namboru?” tanya Jonggi.
“Belum lagi, baru saja amangborumu selesai mencincang.” Sahut isteri Monang dari dapur.
Jonggi berkata pada Roni.” Okelah Ron aku tahu kamu naksir sekali sama Jenni, aku rela mundur asal dia mau sama kau. Kalau aku dapat Ida atau Bornok pun sudah syukur.”
 Ronni terkekeh. Mengisap rokoknya seraya  meniup lingkaran asap  berbentuk huruf O ke langit-langit kedai.
 “Persoalannya sekarang, sudah banyak saingan yang muncul,” kata Ronni.
Jonggi menatap Ronni.”Maksudmu?”
“Yah kau lihat belakangan ini makin banyak anak kota yang datang kemari juga tujuannya sama dengan kita, mengincar Jenni Bornok atau Ida.” Ronni mengembuskan asap rokoknya lagi. Tapi lingkaran asap berbentuk O buyar ditiup angin berembus dari luar.
 Jonggi tertawa mendehem. “Ah, itu aja kamu pikirin. Memangnya kita harus kalah biarpun mereka dari kota.”
“Bukan soal kalah atau memang Jonggi, tapi taulah kita ini pengangguran, sedang yang datang ke sini itu anak orang-orang lumayan, dan ada yang sudah pegawai negeri. Biar bagaimana pun perasaanku tak enak juga.”
 Tertawa lagi Jonggi.
“ Itu namanya kau sudah patah sebelum bertanding. Kan ibarat pemancing ikan, semua berhak bikin pancingnya dimana suka, ya umpan siapa yang termakan ikan dialah yang bakal dapat.”
 Isteri Monang Monang muncul dari dapur, setelah membatuk beberapa kali. Di tangannya ada piring kecil berisi daging masak yang masih mengepul.
 “Benar katamu itu Jonggi, biar banyak partandang si Jenni datang kenapa takut kalah? Ya pasang aja pancing kalian siapa tau kalian yang disukai gadis itu...”
 Ronni tersenyum lebar menanggapi. “Ya nantulang, kami hanya cerita anak muda aja, rupanya nantulang dengar dari dapur.”
 Isteri Monang meletakkan piring berisi daging cincang di meja depan Ronni.” Ini cincangnya baru masak. Apa kalian mau pakai nasi?”
“ Aku sudah makan tadi, cincangnya aja nantulang cukuplah,” kata Ronni.
 “Aku juga sudah makan namboru, biar cincang aja kawan tuak ini,” Jonggi menimpali.
Isteri Monang masih berdiri di samping meja, berkata dengan suara perlahan.” Tapi kalau tak salah ya, dengar-dengar anak muda dari kota yang namanya Hengki dan Bernad  itu bukannya mengincar Jenni, melainkan Bornok dan Ida. Kudengar-dengar mereka sudah kompak sekali sekarang.”
 Ronni menengadah menatap perempuan itu.
“Kalau si Jenni kira-kira siapa yang dekati dia nantulang.”
Perempuan itu mengernyitkan kening. Menggeleng kepala.” Setahuku Jenni belum ada dekat siapa-siapa. Lagi pula susah kalau si Jenni. Dia itu kan pingitan tak sembarang bisa keluar rumah, karena isteri pamannya yang baru itu dengar-dengar galaknya seperti herder Pak Nikon.”
 “Oooh gitu ya nantulang. Berarti masih singel dia ya.” Jonggi mengedip mata ke Ronni.
Isteri Monang mengangguk.” Ya aku yakin kalau Jenni masih single, tapi entahlah ya diluar sepengetahuanku ada yang diam-diam sudah dekat dengan dia.”
Percakapan itu terhenti karena dua pengendara sepeda motor Yamaha matic berhenti di halaman warung. Jonggi dan Ronni tahu itu dua di antara kelompok anak muda kota yang belakangan sering minum di kedai Paragat.
“Sudah ada tuak yang baru inang?” tanya salah satunya.
“Sudah,sudah dari tadi...” sahut isteri Monang yang muncul di pintu dapur.
“Tambul cincang B1 juga sudah ada,” kata Monang bersuara dari dapur.
“Oh cocok kali lah itu tulang, kebetulan aku juga mau makan,” kata anak muda yang satu lagi. Keduanya duduk di meja paling sudut.
“Jadi kalian dua-dua mau makan,” tanya isteri Monang.
“Ya nantulang, kami sudah lapar ini,” sahut anak muda bernama Santo mengelus perutnya. Dia seorang pemuda berambut pendek dengan badan kekar. Sehingga kaos oblong yang dikenakannya begitu pas membuat dadanya tampak menonjol dengan otot yang kuat.
“ Kalau tuaknya nantilah inang, menunggu kawan yang lain datang.” Kata pemuda temannya bernama Rudi.
Jonggi dan Ronni merasa tak enak juga. Keduanya belum pernah berkenalan dengan Santo dan Rudi. Tapi mereka tak ingin memperkenalkan diri duluan.
Justru Santo yang menegur duluan.” Mari kita sama makan lae,”
Ronni dan Jonggi menyambut dengan senyum dan anggukan kepala.” Terima ksih lae, kami sudah makan cincangnya aja.”
“Tambah untuk lae-lae ini nantulang,” kata Rudi dengan ramah.
Itu sikap pendekatan yang simpatik.
Jonggi langsung memintas,”Ya sudah cukup lae, sudah cukup buat kami.”
Mereka pun berkenaan saling menyebut marga.
“Bah benar-benar kita ini panggil lae, mamaku semarga dengan lae,” kata Santo yang berambut pendek.
Mereka berjabatan tangan. Bahkan akhirnya jadi gabung duduk berempat. Isteri Monang senang melihatnya dari pintu dapur.
 Tiba-tiba pandangan merekA berempat serempak tertuju ke luar, ke jalanan. Dua gadis cantik tampak melintas di sana. Terdengar tawa kikik manja dua gadis dengan lenggok berjalan yang menarik. Yang satunya menutup mulut seperti menahan tawa karena sesuatu yang lucu dicanda teman di sampingnya.
 Jonggi dan Ronni diam tak bereaksi. Hanya Santo yang memperdengarkan suara desisan seperti lazimnya anakmuda melihat anak gadis.”Piiiiiissssst...”
 Salah satunya gadis yang tak lain dari Ida sempat menoleh sekilas, tapi terus melangkah berdampingan dengan Jenni. Tawa terkikih itu kembali terdengar dari Jenni kembali menutupi mulut dengan sebelah tangannya. Anggun sekali.
Ronni menunggu reaksi kedua anak muda kota itu. Ternyata mereka juga tak banyak komen.
Paling Rudi yang nyeletuk,” Cantik juga anak gadis di pinggiran ini ya...”
Jonggi dan Ronni tersenyum. Isteri pemilik kedai mendehem dari dapur.  "Hayo berlomba lah kalian anak muda itu siapa duluan mendapat." 
Santo dan Rudi memperdengarkan tawa berderai, seraya mencicipi daging sangsang yang masih mengepul ke mulut.
"Tolong nantulanglah yang urus ah," komen Rudi tertawa.
Isteri Monang nyeletuk," Ussss, jaman sekarang mana ada lagi sistim diurus-urus, sudah kuno. Siapa berani dan terampil itu aja kuncinya."
"Betul juga ya namboru," tukas Santo sambil menyeruput tuak dari gelas. Tapi matanya diam-diam mencuri pandang kedua gadis yang melenggang makin jauh dan lenyap di tikungan sebuah rumah.
(NEXT)