Lintong Farel Pasaribu bersama isteri br Siahaan.(Foto:Leonardo TSS)= |
Lintong Farel Pasaribu
(Dari Bupati di Taput, Menjadi
Gubernur di Kalimantan)
*Pemimpin Legendaris di Tengah
Belantara Hutan
Dusun kecil Sampe
Nauli di kawasan Desa Haunatas II Kecamatan Laguboti (sekarang Kabupaten Toba
Samosir) itu tampak sepi. Jarang terlihat ada warga. Di dusun ini, hanya ada lima rumah yang sudah uzur
dimakan usia. Salah satunya sebuah rumah berbentuk rumah adat yang bagian
dindingnya sudah direnovasi menjadi beton, dan di sebelahnya terdapat sebuah
rumah tua model lama yang tampaknya cukup lama tak berpenghuni lagi. Dusun itu sekilas seolah sudah tak berpenghuni. Suasananya terasa lengang namun ada nuansa kenyamanan di sekitar. Warga dusun tampaknya sibuk dengan kegiatan sehari-hari.
Namun dusun kecil Sampe
Nauli yang terletak tak jauh dari jalan Desa Haunatas II itu, memiliki nilai
historis tersendiri dikaitkan sejarah kepemimpinan pemerintahan di Tano Batak
Tapanuli Utara. Sebab, di dusun inilah lahir seorang anak yang kemudian menjadi
salah satu pemimpin pemerintahan legendaris di Kabupaten Tapanuli Utara. Dia adalah Lintong Farel
Pasaribu (alm), yang tidak hanya pernah menjadi Bupati Gerilya di daerah ini,
tapi juga sempat menjadi seorang Residen dan Gubernur di Kalimantan Barat. Suatu reputasi yang tergolong langka dan luar biasa pada masa itu. Rumah
berarsitektur rumah tradisionil Batak yang terdapat di dusun itu merupakan tempat dimana Farel dilahirkan.
Dan rumah kosong di sebelahnya adalah rumah yang pernah dihuni keluarga Farel,
kini rumah itu menjadi saksi bisu bahwa di sana seorang tokoh pemimpin besar Tano Batak pernah
hadir menguntai berjuta kenangan melekat.
Tokoh bernama lengkap
Lintong Farel Pasaribu, adalah sosok pemimpin sekaligus pejuang legendaris. Itu
tercermin dari true story perjalanan hidup, karier kepamongan, dan
sepak terjang kejuangannya, khususnya kurun waktu perjuangan kemerdekaan.
Sambil berjuang melawan penjajah Belanda dan Jepang, almarhum mengemban amanah
sebagai seorang Bupati. Hutan belantara masa itu menjadi basis menjalankan roda
pemerintahan, sekaligus melancarkan counter attack kepada penjajah.
Farel Pasaribu memang
tipikal pemimpin yang berjuang total untuk bangsa dan negaranya. Bukan semata
untuk kepentingan pribadi. Itu disimpulkan Nurkiah Pasaribu (isteri alm Ir WH
Lumbantobing), salah seorang putri Farel Pasaribu, ketika bercerita kepada
penulis (Leonardo TSSimanjuntak) di rumahnya yang asri di Jalan Sei Halaban No 1, Medan, Jumat
(18-01-2008),tujuh tahun silam.
“Almarhum ayah memang
sosok yang mengedepankan kepentingan perjuangan kebangsaan, daripada sekadar
berjuang untuk kepentingan segelintir orang, apalagi kepentingan pribadinya”,
tutur Nurkiah Pasaribu di tengah kesibukannya mencari dokumen-dokumen otentik
seputar biografi ayahnya Farel Pasaribu, saat dikunjungi penulis biografi ini. Ibu berpostur kurus ini terkesan begitu open dan ramah membeber informasi kontekstual terkait ayahandanya Farel. Apa yang diketahui dan masih diingatnya diungkapkan apa adanya. "Datanya tentu masih banyak, tapi apa yang saya berikan mungkin sudah lumayan melengkapi kebutuhan untuk penulisan sekilas biografi bapak almarhum," ujarnya.
Lintong Farel Pasaribu
Gelar Baginda Sodungdangon atau Ompu Si Rani Doli, lahir tanggal 11 Pebruari
1908 di Dusun Sampe Nauli, Haunatas, Laguboti, sebagai anak tertua dari Raja
Salomo Pasaribu/ Theodora br Tambunan. Almarhum Farel mempunyai 5 saudara
laki-laki dan 8 saudara perempuan. Ayahnya,Raja Salomo Pasaribu dulunya seorang
Asisten Demang. Farel Pasaribu menikah tahun 1930 dengan Sabenna br Siahaan,
putri dari Raja Johannes Siahaan, Kepala Nagari Hinalang, Balige. Perkawinan
itu membuahkan 4 (empat) putra dan 7 (tujuh) putri. Putri tertua, Minar
Pasaribu meninggal pada usia 11 bulan. Jumlah cucu dari 9 putra-putri yang
sudah berkeluarga, 19 orang.
Farel
Pasaribu pertama kali mendapat pendidikan HIS di Sigompulon Tarutung, tamat
1922, disusul pendidikan OSVIA di Bukit Tinggi, tamat tahun 1927. Setelah lulus
OSVIA dengan nilai terbaik, almarhum Farel bekerja pada kantor Demang di
Sibolga dengan pangkat GAIB. Pada 1928 dipindahkan ke Laguboti menjadi staf
Kantor meninggal pada usia 11 bulan. Jumlah cucu dari 9
putra-putri yang sudah berkeluarga, 19 orang.
Farel Pasaribu
pertama kali mendapat pendidikan HIS di Sigompulon Tarutung, tamat 1922,
disusul pendidikan OSVIA di Bukit Tinggi, tamat tahun 1927. Setelah lulus OSVIA
dengan nilai terbaik, almarhum Farel bekerja pada kantor Demang di Sibolga
dengan pangkat GAIB. Pada 1928 dipindahkan ke Laguboti menjadi staf Kantor
Asisten Demang, sebelum diangkat sebagai Asisten Demang Tituler. Selanjutnya
tahun 1934 Farel menjadi Waarnemend Asisten Demang, dan setahun kemudian
dipindahkan ke Balige, seterusnya ke Tarutung. Tiga tahun berikutnya, almarhum
menjadi Onderdistrictshoofd v.Onan Runggu di Palipi.
Kegiatan pekerjaan
Farel sebelum mau pun sesudah kemerdekaan RI memang penuh lika-liku perjuangan.
Pada bulan Mei 1945, beliau menjadi Guntyo (Demang) atau Districtshoofd Van
Silindung di Tarutung. Setelah proklamasi kemerdekaan, turut membentuk Barisan
Keamanan Rakyat (BKR), dan pengurus Komite Nasional Indonesia (KNI) Wilayah Silindung.
Dari situ dipindahkan menjadi Demang di Samosir tahun 1946. Dua tahun kemudian
(1948) Farel terjun dalam kancah perang gerilya, yang kala itu menjadi Bupati
Toba Samosir mau pun sebagai penasehat pada Pejabat Gubernur Militer Tapanuli
Tengah/Sumatera Timur Bagian tengah yang bermarkas di pegunungan wilayah
Pangaribuan dengan pangkat Kapten Tituler. Pada penyerahan kedaulatan ikut
membantu Gedelegeerde Gubernur Militer dalam urusan pemerintahan sipil di
Kabupaten Silindung. Setelah penyerahan kedaulatan tahun 1949, bahkan Farel
Pasaribu menurut catatan biografinya sempat menjadi Ketua Pengadilan Negeri di
Toba Samosir, kemudian Ketua Pengadilan Negeri Tapanuli Utara di Tarutung.
Bupati Tapanuli Utara Farel Pasaribu menyambut kunjungan Presiden Soekarno di Kantor Bupati Tarutung pada tahun 1950 (1955?). -Repro keluarga |
Pada 1950 almarhum
terpilih menjadi Bupati Tapanuli Utara
berkedudukan di Tarutung, dan pada 1952 ditetapkan menjadi Bupati Kelas
I. Pada masa kepemimpinannya tercatat satu momen bersejarah saat Presiden Soekarno mengunjungi Tanah Batak,dan disambut Bupati Farel Pasaribu di Kantor Bupati Tapanuli Utara di Tarutung (lihat foto di atas). Dari Tapanuli Utara almarhum dipercayakan menjadi Bupati Simalungun tahun 1954 merangkap Walikota
Pematang Siantar. Dua tahun berikutnya (1956) dipindahkan menjadi Bupati
diperbantukan pada Keresidenan Sumatera Timur, sebelum menjadi pejabat Residen
Sumatera Timur di Medan tahun 1957, disusul menjadi Residen Tapanuli ke Sibolga
tahun 1958. Pemerintah pusat sungguh meyakini kemampuan Farel dalam memimpin pemerintahan di masa-masa krisis. Kehidupan seorang bupati pada masa itu masih begitu sederhana, apa adanya, sangat jauh dibanding kehidupan bupati jaman sekarang yang berlimpah hidup mewah dan banyak yang terlibat kasus penyelewengan.
Perjalanan
karier kepamongannya menjangkau pula ke luar Sumatera Utara. Pada tahun 1959,
almarhum dipindahkan ke Pontianak Kalimantan Barat sebagai Residen
diperbantukan pada Gubernur Kalimantan Barat. Dan empat tahun berikutnya
(1963), Farel Pasaribu menjadi pejabat Gubernur Kalimantan Barat. Barulah pada
tahun 1966, almarhum menjalani pensiun, tapi karena tenaganya masih sangat diperlukan,
beliau masih bekerja hingga tahun 1969, sebelum kemudian kembali ke Medan. Pada
tahun 1981, Farel Pasaribu diangkat menjadi anggota Dewan Pembina Yayasan
Tenaga Pembangunan “Arjuna” sesuai Akte Notaris SM Sinaga di
P.Siantar No.87 tanggal 15 Agustus 1981.
Setelah pensiun,
almarhum tidak lantas istirahat dari segala kegiatan. Beliau masih menyempatkan
waktu menulis tentang pengalaman perjuangan dan karier kepamongannya, khususnya
pada periode 1945-1949. Dari catatan kenang-kenangan yang ditulisnnya, banyak
pesan berharga yang bisa dipetik terutama bagi generasi muda.Dalam catatannya
tertanggal 12 Mei 1978, almarhum yang menuliskan namanya sebagai Bupati
Gerilya, secara lugas menuangkan berbagai pengalamannya yang sangat berharga
seputar masa-masa perjuangan bersama rekan-rekan seperjuangannya menjelang mau
pun pasca Agresi II.
Menurut Farel
Pasaribu,peristiwa menyerahnya tentara Kerajaan Jepang pada Sekutu bulan
Agustus 1945 tidak segera diketahui di Tapanuli, karena Jepang tidak
mengumumkannya. Baru pada September pemerintah dan rakyat Tapanuli
mengetahuinya. Rakyat ketika itu diselimuti perasaan ragu, mengingat sebelumnya
Jepang sudah mengecoh dengan janji-janji kosong. Dr Ferdinand Lumbantobing,
menurut Farel Pasaribu, merupakan tokoh terpenting ketika itu. Beliau adalah
anggota Tjiu Sangi In, semacam dewan penasehat pusat untuk Sumatera. Selain
juga dikenal sebagai ketua dewan Perwakilan Daerah untuk Tapanuli yang dibentuk
Jepang, selain sebagai dokter yang banyak membantu rakyat. Pada masa itu, Dr
Ferdinand memelopori pembentukan BKR di Tarutung bersama Dr Luhut Lumbantobing,
Mr Rufinus, Mr MH Silitonga, Abdul Hakim, termasuk Farel Pasaribu sendiri.
Badan ini menjadi cikal bakal pergerakan merebut pemerintahan dan persenjataan
dari Jepang, yang belakangan menjadi KNI.
Setelah
demonstrasi yang dilancarkan kaum pemuda di Tarutung, barulah Jepang
menanggalkan kekuasaannya dalam pemerintahan. Tanggal 3 Oktober 1945, Dr
Ferdinand resmi diangkat menjadi Residen Tapanuli berkantor di Tarutung. Farel
Pasaribu waktu itu menjadi Wedana di Silindung. Perayaan Hari Kemerdekaan yang
pertama dilaksanakan di Tarutung tanggal 17 Oktober 1945. Tanah lapang Tarutung
penuh sesak oleh penduduk yang dating dari berbagai pelosok Kabupaten Tapanuli
Utara. Pada 7 Januari 1946, rapat pemerintahan yang pertama diadakan di
tarutung, dihadiri seluruh pegawai untuk mengokohkan roda pemerintahan, disusul
rapat lengkap KNI tanggal 16 Januari 1946 di Sipoholon. Dalam rapat yang
berlangsung hingga 20 Januari itu, dibahas hal-hal strategis untuk pemantapan
jalannya pemerintahan di Tapanuli Utara. Salah satu butir terpenting adalah
pemberian wewenang penuh kepada KNI untuk membentuk 2 badan yang sangat penting
yakni Badan Legislatif dan Badan Eksekutif. Pada tanggal 25 januari 1946 Badan
Legislatif sudah terbentuk, dan memulai persidangan tanggal 28 januari 1946
yang menetapkan ragam peraturan yang bersangkutan dengan penyelenggaraan
pemerintahan.
Masih menurut
catatan alm Farel Pasaribu, sesuai Keputusan Gubernur Sumatera, ibukota Keresidenan
Tapanuli resmi dipindahkan dari Tarutung ke Sibolga tanggal 15 Mei 1946.
Untuk menyesuaikan
pemerintahan pada siasat perjuangan, pada Perang kemerdekaan I (21 Juli 1947),
Tapanuli Utara dibagi menjadi 4 (empat) Kabupaten, yakni: Kabupaten Silindung,
Kabupaten Humbang, Kabupaten Toba Samosir, Kabupaten Dairi. Pada saat itu
diangkat 2 orang patih diperbantukan pada Toba Samosir dan Dairi. Dengan surat
ketetapan Residen Tapanuli tanggal 17 September 1947 No.1647, Farel Pasaribu
diangkat menjadi Patih Samosir berkedudukan di Pangururan.
Secara
jelas, almarhum Farel Pasaribu dalam buku catatannya berjudul “Pengalaman
Sebagai Pamongpraja Selama Perjuangan Kemerdekaan 1945- 1949”, menggambarkan
pengalaman kurun waktu Agresi I sampai Agresi II yang diwarnai duka cerita
rakyat Tapanuli Utara
Dalam proses perjuangan yang memakan banyak korban
jiwa itu, ibu Sabenna br Siahaan alm, isteri alm Farel Pasaribu selaku Ketua
Perwari ketika itu ikut berperan dalam Komando Dapur Umum, yang mengurusi
logistik untuk para pejuang. Dia seorang ibu yang memiliki jiwa heroik dan patriotik.
Nurkiah br Pasaribu, anak ke 8
alm Farel Pasaribu, dalam keterangan tambahan seputar riwayat ayahandanya,
menggambarkan jiwa patriotisme yang dimiliki almarhum ayahnya merupakan suatu
simbol keteladanan tak ternilai bagi segenap anggota keluarga. Farel juga
digambarkan sebagai tokoh yang peduli pembangunan pendidikan, kesehatan, dan
pertanian. Almarhum membangun sekolah dasar (SD) di Haunatas Laguboti, yang
hingga sekarang masih eksis. Juga membangun sekolah di Soposurung Balige dan
Siantar, Almarhum berani membuka pasar malam dengan tujuan keuntungan yang
diperoleh dari sana untuk membangun sekolah. Pembangunan GOR (Gedung Olah Raga)
di Siantar juga termasuk inisiatif almarhum.Selain almarhum juga mengupayakan
pengembangan infrastruktur jalan dan pertanian. Almarhum rela menyumbangkan
gajinya untuk kepentingan masyarakat banyak.
DETIK-DETIK
TERAKHIR HIDUPNYA
Tapi namanya
manusia, yang ditakdirkan harus menerima keterbatasannya. Meski almarhum
dikenal orang yang selalu energik dan sangat telaten memelihara kesehatannya,
akhirnya penyakit mulai muncul di usia tuanya. Almarhum jatuh sakit sejak Juli
1981, dan dirawat di RS St Elizabeth Medan. Karena sakitnya belum membaik,
beliau dibawa berobat ke Singapura sampai menjalani operasi. Pada tanggal 25 Nopember 1981,
almarhum minta kepada anak-anaknya supaya dibawa mengikuti kebaktian di Gereja
GKPI Medan Kota pada Minggu 29 Nopember. Tapi kesehatannya sudah tak
memungkinkan, sehingga keinginannya tak bisa dipenuhi, melainkan hanya
melakukan acara perjamuan kudus di rumahnya, kemudian dibawa lagi ke RS
Elizabeth, dirawat selama 18 hari. Pada 7 Desember 1981 almarhum dibawa kembali
ke rumah, dan pada tanggal 12 Januari 1982, tokoh pejuang dan mantan Bupati Tapanuli
Utara ini menghembuskan nafas terakhir dengan tenang. Almarhum dikebumikan
tanggal 15 Januari 1982 dengan upacara militer. Dan atas mufakat keluarga,
kerangka almarhum dipindahkan ke tambak di desa kelahirannya Haunatas Laguboti,
disatukan dengan isterinya Sabenna br Siahaan.
Almarhum Farel
Pasaribu meninggal dunia dengan berjuta kenangan, bagi Tano Batak, bahkan buat
daerah Kalimantan Barat dimana beliau pernah menjadi Gubernur. Untuk menghargai
jasa-jasanya, nama Farel Pasaribu ditabalkan menjadi nama jalan di beberapa
kota seperti di Pematang Siantar, Balige,Parapat, bahkan di kota
Pontianak.
“ Almarhum bapak
disayangi banyak orang termasuk pejabat-pejabat atasan. Selama dalam perawatan,
almarhum Gubernur EWP Tambunan selalu menyempatkan waktu menjenguk ke rumah
sakit maupun ke rumah”, tutur Nurkiah Pasaribu mengenang. Menurutnya, almarhum
bukan hanya pahlawan bagi keluarga, tapi juga bagi bangsa dan Negara. Motto
perjuangannya adalah “ Memperjuangkan kemerdekaan bagi bangsa dan Negara”.
Almarhum juga pemeluk agama Kristen yang senantiasa mensyukuri karunia yang
diberikanNya. Kepada seluruh keturunannya, almarhum berpesan supaya rajin
beribadah ke gereja, tekun dalam doa, dan ceria menyanyikan lagu puji-pujian
kepada Tuhan Maha Pencipta.
Barangkali cukup
beralasan, jika ada yang menyebut Farel Pasaribu, seorang tokoh pejuang
legendaris, setara dengan banyak pejuang lainnya pada zamannya, seperti Dr
Ferdinand Lumbantobing, Raja Saul Lumbantobing, Mr Silitonga, Tagor
Lumbantobing, SM Simanjuntak, HF Situmorang,Madja Purba, F.Siagian, B.Manurung,
dan lain-lain, yang pernah terlibat dalam pemerintahan di masa-masa gerilya.
Farel Pasaribu telah
menerima banyak penghargaan, antara lain dari: Menteri Muda Pendidikan
Pengadjaran dan Kebudayaan atas jasanya menyelenggarakan pendidikan
dasar/pendidikan kader mulai tahun 1952 sampai 1956 di berbagai kecamatan
Tapanuli Utara. Penghargaan dari Ephorus HKBP atas jasanya turut merintis
pendirian Universitas HKBP Nommensen, pemberian Satya lencana yang diusulkan
oleh pemerintah Provinsi Kalimantan Barat disertai rekomendasi dari Dr
Ferdinand Lumbantobing (semasa hidupnya). Almarhum Farel Pasaribu juga mendapat
pengakuan/pengesahan sebagai Veteran Pejuang Kemerdekaan RI Keputusan Menteri
Urusan Veteran dan Demobilisasi No. 30/KPTS/MUV/1963 Nomor Pokok 260892. Tapi
pengakuan veteran itu menurut Nurkiah tidak pernah diurus almarhum. Itu membuktikan kalau Farel Pasaribu tidak ambisius terhadap penghargaan sebagai imbalan pengabdian dan pengorbanannya sebagai pejabat pemerintahan. (Tulisan original Leonardo TS Simanjuntak/Dilarang mengutip tanpa menyebut sumber).
Putra-putri alm Farel Pasaribu sesuai teks tulis tangan yang diterima BATAKINDONEWS.Com via email= |
BIODATA
Nama lengkap : Lintong Farel Pasaribu Op.si Rani Doli
Lahir : 11 Februari 1908 di Haunatas Laguboti
Nama Orangtua : Raja
Salomo Pasaribu/Teodora Tambunan
Isteri : Sabenna
br Siahaan
Pekerjaan : Tahun 1947 Patih Samosir
* Tahun 1948 Bupati Toba Samosir
* 1949 Ketua PN Toba Samosir/Tap.Utara
* 1950 Bupati Tapanuli Utara
* 1954 Bupati Simalungun/Walkot Siantar
* 1957 Pj Residen Sumatera Timur
* 1959 Residen di Pontianak
* 1963
Pj Gubernur Kalimantan Barat
Anak-anak : 1. Hamonangan Pasaribu SH/ Emma Rosinah, Pengusaha Jakarta
2.Pontas Pasaribu SH/M.br Lumbantobing
(pens Kajati Bali)
3.Effendy Pasaribu SH/ S.br Siahaan pensiunan Staf Pemda DKI Jakarta
4.Darwin
Pasaribu SH/ Lolly Br Hutagaol SE,pens PT Pelabuhan Indonesia IV
5. Rusmia Pasaribu/ Dr Erwin L Tobing pens Dosen Fak. Kedokteran USU
6.Rotua Pasaribu/ PM Hutagalung SH (+) pens Staff Employee Pengadaan AVROS Sumut
7.Sondang
Pasaribu/ Ir JT Situmorang pensiunan Direktur Teknik PT KAI Bandung
8. Nurkiah Pasaribu/ Ir WH L.Tobing
(+) pens Dir Pengembangan PTP Nusantara III / Dewan Komisaris PT Perkebunan Provinsi Sumut
9. Nelly Pasaribu/ Ir Edgar P Sihombing - Jakarta
10. Ratna Pasaribu /Ir BH Tampubolon (+) pens Kep.Bagian Jasa Konstruksi Pem Provinsi Jambi
( Dari ke 10 putra/putrinya almarhum Farel Pasaribu hingga kini memiliki 24 orang cucu )
Catatan: Sedikit koreksi tentang nama, jabatan, dan keturunan alm Farel Pasaribu disampaikan Nurkiah Pasaribu salah seorang putri almarhum yang tinggal di Medan. Komunikasi perbaikan disampaikan kepada BATAKINDONEWS.COM Rabu 30 Maret 2016 melalui email. (Red) Interviewer/penulis: Leonardo Ts Simanjuntak Mdk
( Dari ke 10 putra/putrinya almarhum Farel Pasaribu hingga kini memiliki 24 orang cucu )
Catatan: Sedikit koreksi tentang nama, jabatan, dan keturunan alm Farel Pasaribu disampaikan Nurkiah Pasaribu salah seorang putri almarhum yang tinggal di Medan. Komunikasi perbaikan disampaikan kepada BATAKINDONEWS.COM Rabu 30 Maret 2016 melalui email. (Red) Interviewer/penulis: Leonardo Ts Simanjuntak Mdk
Tidak ada komentar:
Posting Komentar