Senin, 06 Juni 2016

Diplomat dan Jurnalis Senior Sabam Siagian Telah Tiada





BATAKINDONEWS.Com -

 Sabam Siagian telah berpulang dalam usia 84 tahun karena sakit. Dia menghembuskan nafas untuk terakhir kali di Siloam Hospitals, Semanggi, Jakarta, Jumat (3/6) sore. Selama hidupnya Sabam dikenal sebagai diplomat senior, aktivis politik, serta wartawan ulung.Bagi keluarga besar Seno Adji, Sabam merupakan wartawan senior dan diplomat yang disegani. Indriyanto Seno Adji menilai, Sabam merupakan begawan bagi dunia pers yang sangat "concern" terhadap kebebasan pers.
"Beliau yang menyatakan bahwa kebebasan pers tidak bisa dikekang tetapi tidak bisa diartikan sama sekali bebas karena kebebasan pers itu ada pada etika dan moral yang bisa berbentuk 'self-censorship' dari pers itu sendiri, bukan karena prevensi kekuasaan," kata Indriyanto Seno Adji.
Sabam Siagian pernah menjabat sebagai Dubes RI untuk Australia periode 1967-1973. Selama aktif dia sering mengunjungi kaum eksil dan ikut meneliti sejarah Indonesia. Bahkan, di Koran SP, artikel Sabam pernah ditanggapi Rosihan Anwar ketika menulis tentang tokoh perjuangan Amir Syarifuddin.
Sebagai wartawan, Sabam pernah menjabat sebagai Wapemred I Harian Sinar Harapan tahun 1978 sebelum mendirikan Harian The Jakarta Post pada awal 1980. Di SP dia merupakan anggota dewan redaksi bahkan duduk sebagai anggota Dewan Komisaris PT Media Interaksi Utama, penerbit Suara Pembaruan (SP), pada masa awal SP berdiri akibat dibredelnya Sinar Harapan.
Politisi Partai Hanura yang pernah duduk di Komisi I DPR dan juga pengamat intelijen, Susaningtyas NH Kertopati menilai, Sabam sebagai diplomat yang selalu "up to date" mencermati perkembangan dunia. Nuning merasa dekat dengan Sabam karena dirinya satu angkatan dengan putra Sabam, Tagor Siagian di FISIP UI tahun 1983.
"Di mata saya sebagai mantan anggota komisi I DPR mitra Kementerian Luar Negeri, seorang Sabam Siagian adalah diplomat hebat yang 'update' terhadap segala perkembangan hubungan luar negeri. Beliau juga mantan wartawan yang mumpuni yang punya kepiawaian menembus nara sumber segalak apapun narsumnya," kata Nuning.
SP pernah bertemu Sabam sewaktu melayat ke rumah duka, Adnan Buyung Nasution yang meninggal dunia pada usia 81 tahun, pada 23 September 2015. Saat itu Sabam sudah mengenakan alat bantu tongkat untuk berjalan. Dia mengaku bernasib sama dengan almarhum Buyung yang dalam seminggu bisa tiga kali cuci darah akibat gagal ginjal.
Sabam menilai Buyung sebagai sosok yang hebat sekaligus kontroversial. Setiap bertemu, Buyung selalu mengingatkan Sabam untuk terus ikut memikirkan perkembangan bangsa. Nampaknya, itu yang selalu dilakukan Sabam, terus berupaya memberi kontribusi terhadap perkembangan Tanah Air, hingga akhir hayatnya. Selamat jalan Ompung.... (sp)

Sabtu, 04 Juni 2016

Drs Salmon Sagala,Memimpin Taput Dengan Mindset Seorang Guru


 Drs Salmon Sagala
(Periode 1979 – 1984)

Priode Penjelajahan Wilayah Terisolir


    Rumah bersuasana tenang dan sejuk di jalan Gelas No.29 Medan itu terasa sunyi. Namun sore hari Rabu (11 Maret 1997) itu terik matahari terasa begitu menyengat. Langit kelihatan bersih tak berawan. Suasana di kawasan jalan Gelas itu terasa tenang,nyaman, dan asri.
          Setelah tombol bel di sisi pintu utama ditekan, tak lama kemudian sosok pria berwajah sabar dan kebapakan muncul membuka pintu. Beliau adalah Bapak Drs Salmon Sagala, mantan Bupati Tapanuli Utara periode 1979 – 1984, yang terpilih oleh DPRD Taput menggantikan MSM Sinaga yang sudah dua periode menjabat bupati di daerah tertinggal itu.
          Sesaat Pak Sagala menatap tamunya seperti membayangkan apakah sebelumnya sudah pernah kenal. Tapi keraguannya segera lenyap setelah teringat sesuatu.” Oh ya saya kenal betul dengan anda”, katanya lembut seraya mempersilahkan penulis  duduk di kursi yang tersedia di beranda depan. Wajahnya saat itu tampak sudah mulai lesu dan warna putih sudah mencerminkan proses penuaan pada sebagian rambutnya.
          Dibanding kondisi fisiknya semasa menjadi orang nomor satu di jajaran pemerintahan  Kabupaten Tapanuli Utara, terlihat kondisi fisiknya jauh menurun, akibat gangguan kesehatan yang dideritanya pada bagian kaki, selain faktor usia yang mulai menggerogoti daya tahan fisiknya. Namun semangat dan daya ingatnya masih segar ketika diajak bicara tentang pengalaman dan pandangan-pandangannya seputar Tapanuli Utara. “Saya masih banyak ingat berbagai hal yang mungkin anda perlukan,” katanya dengan kelembutan suara yang menjadi ciri khasnya. Ketika masih menjabat bupati Tapanuli Utara, tokoh PDI AB Silalahi yang berulangkali menjadi anggota DPRD Taput, menyebut beliau sosok bupati yang memimpin dengan mindset seorang guru. "Pak Salmon itu meski seorang guru tapi mampu dan penuh semangat berjalan kaki ke mana saja hanya untuk melihat langsung kondisi kemasyarakatan dan wilayah-wilayah terisolir," kata AB Silalahi (alm) dalam suatu percakapan terpisah dengan penulis.
          Percakapan santai namun serius bermula di beranda rumah yang nyaman itu. Suasana terasa lebih rileks oleh tiupan angin kota Medan yang berhembus melintasi aneka bunga yang terawatt baik di sekeliling halaman rumah. Tak lama kemudian, sosok seorang ibu berpostur semampai dan kelihatan tetap rapi, muncul di ambang pintu, langsung menyapa tamunya. Dia adalah Ellen boru Samosir, isteri Salmon Sagala. Keramahtamahannya masih terasa familiar seperti dulu ketika menjadi first lady di Tapanuli Utara.” Tak baik terima tamu di luar Pak, sebaiknya ke dalam saja”, cetus wanita yang tampak masih ceria di usianya yang beranjak senja. Bayang kecantikan alami masih kelihatan pada wajah ibu ini.
Alm Salmon Sagala dan isteri Ellen Br Samosir 2008 (Foto:Leonardo TSS) =
          
 Itulah terakhir kali Pak Sagala bertemu penulis, sebelum beliau meninggal dunia dengan tenang hari Rabu tanggal 18 Juli 2001 di rumahnya jalan Gelas 29 Medan. Sebelumnya almarhum sempat dirawat intensif akibat penyakit yang dideritanya di Rumah Sakit Elizabeth Medan.
          Pertemuan dan wawancara penulis (Leonardo TS Simanjuntak) dengan Pak Salmon Sagala ketika itu menjadi catatan sejarah, dan mungkin itulah yang terakhir almarhum berbicara panjang lebar kepada wartawan tentang pengalaman dan kesan-kesannya semasa menjabat Bupati Tapanuli Utara. Ibu E boru Samosir  sesekali turut menimpali, sekadar mengingatkan manakala ada yang salah atau luput dari ingatan Pak Sagala. Perempuan yang dulu semasa menjadi Ketua Tim PKK Taput ini masih lincah dan ceria bicara. Dia sangat hafal banyak sisi yang terkait dengan jabatan suaminya.
                                                 
                                                    *****       
          Wawancara berlangsung sekitar 2 (dua) jam lebih. Cerita pun mengalir tentang berbagai hal: tentang pengalamannya sebagai seorang Bupati, tentang perjuangannya menggalakkan penjelajahan wilayah serta budaya gotongroyong membebaskan desa-desa dari keterpencilan, tentang berbagai potensi dan prospek Tapanuli Utara yang masih harus dikembangkan, tentang isu pemekaran, tentang Dalihan Natolu yang perlu dilestarikan, bahkan tentang pribadinya, tentang pernikahannya dengan sang isteri Ellen boru Samosir, dan tentang anak dan cucu.
          Setelah dilantik menjadi Bupati Tapanuli Utara tanggal 16 Pebruari 1979 menggantikan MSM Sinaga, perioritas perhatian Pak Salmon Sagala tertuju pada sektor prasarana perhubungan khususnya infrastruktur jalan, selain sektor pendidikan dan pertanian.
          Diakui, pada Pelita I dan Pelita II, ketiga sektor tersebut telah mengalami banyak kemajuan signifikan. Namun factor keterbatasan waktu, dana, dan topografi wilayah yang umumnya berat selain luas wilayah Taput, membuat berbagai hasil pembangunan itu belum lagi bisa menyentuh seluruh kebutuhan daerah dan masyarakat.
          Secara umum, masalah yang dihadapi pemerintah Daerah dalam proses pembangunan Tapanuli Utara pada Pelita III, antara lain: Keterbatasan dana APBD Tingkat II yang sangat minim, sehingga untuk memperluas jangkauan pembangunan harus mengusulkan bantuan dana dari APBD Provinsi, APBN, dan Inpres. Selain itu masalah pengadaan dan pembebasan tanah untuk proyek pembangunan fisik, disebabkan dananya tidak tersedia dalam DIP atau jumlahnya relative kecil, sementara masyarakat pemilik tanah sudah semakin mengetahui manfaat dan pentingnya tanah yang dimiliki. Di samping itu, status pemilikan tanah adat atau marga yang dominan, menyebabkan proses pembebasan tanah sering berliku. Adakala, sebuah proyek terpaksa dipindahkan lokasinya karena menjadi permasalahan di kalangan marga atau keluarga tertentu. Sementara di sisi lain, terbatasnya alat-alat berat seperti Walls, Greder atau Bulldozer dalam pelaksanaan proyek berskala besar yang butuh alat berat.
          “ Dalam serba keterbatasan itulah kita menggalakkan gotongroyong masyarakat terutama dalam membebaskan keterpencilan desa”, ujar Sagala yang sempat dijuluki “Bupati Gotong Royong”, pada masa jabatannya.
 Namun secara umum beliau sangat tidak setuju predikat Peta Kemiskinan yang ditempelkan ke Tapanuli Utara. Menurutnya kemiskinan itu relatif, tergantung dari sisi mana melihatnya. “Kita tidak perlu merasa malu mengakui kemiskinan, bahkan seharusnya kritik tentang hal itu menjadi cambuk bagi kita untuk berpacu meraih kesejahteraan. Masalahnya yang penting bagaimana membuat masyarakat kita semakin sadar sehingga perlu bekerja lebih giat meninggalkan budaya malas dan pola hidup santai”, kata almarhum dalam tatap muka dengan masyarakat Tarabintang di awal tahun 1980 an.
          Salmon Sagala menyebut orang Batak sangat cinta pendidikan. Itu ciri atau tipikal yang harus dipertahankan. Dengan semakin majunya prasarana dan sarana pendidikan, proses pencerdasan masyarakat bisa lebih cepat. Momentum ini jangan sampai disia-siakan, karena kemajuan zaman menuntut SDM yang memiliki kualitas di semua bidang.
          Salmon Sagala yang meninggal dunia pada usia 70 tahun, lahir tanggal 14 April 1931 di Desa Sagala, Sianjur Mulamula, Samosir, merupakan anak kedua dari 7 (tujuh) bersaudara. Orangtuanya pasangan Elias Sagala dan Buntulan br Simbolon adalah orangtua yang sangat menghargai pendidikan, dan selalu mendorong anak-anaknya agar bisa maju sebagai orang terpandang.
          Almarhum Salmon Sagala mulai mengenal pendidikan SR (Sekolah Rakyat) di Sagala, Samosir, dari sana melanjut ke SMP di Pangururan, SMA di Muara, Tarutung, dan Balige. Setelah tamat SMA, talentanya untuk menjadi seorang pamong makin menonjol. Seterusnya beliau memasuki KD-C (Kursus Dinas C), lalu masuk ke APDN Malang, tamat tahun 1958. Setelah selesai menjalani
pendidikan di APDN, Sagala masuk pegawai di Kantor Bupati Simalungun, selanjutnya pindah ke kantor Kewedanaan Padang, Tebing Tinggi. Kariernya makin terang, setelah tahun 1962 diangkat menjadi Camat Patumbak, kemudian meraih gelar sarjana S1 (Drs) dari Universitas Gajah Mada tahun 1964. Dari Camat Patumbak, Sagala kemudian ditarik menduduki Kepala Bagian Pendidikan di Kantor Gubernur Sumut, seterusnya menjadi Direktur APDN Medan menggantikan Hutagalung tahun 1966.
          Tahun-tahun berikutnya, Sagala dipercayakan menjadi Kadit Ketertiban Kantor Gubsu, selanjutnya menjadi Kepala Biro Pemerintahan. Semasa menjabat Kadit Ketertiban, masih sempat ditugaskan menjadi Pelaksana Bupati Simalungun karena Bupati TPR Sinaga meninggal dunia. Setelah beberapa saat menjabat Ka.Biro Pemerintahan Kantor Gubsu, beliau diangkat menjadi Asisten I Setwildasu membidangi pemerintahan. Dari sanalah beliau ikut maju menjadi calon Bupati Tapanuli Utara, dan memenangkan pemilihan, seterusnya dilantik tanggal 16 Pebruari 1979.
          Setelah masa jabatannya sebagai Bupati Taput berakhir 1984, beliau diercayakan kembali menduduki posisi Asisten I di kantor Gubsu, selanjutnya menjadi Pembantu Gubsu Wilayah II di Pematang Siantar. Kariernya sebagai birokrat berakhir setelah memasuki pensiun pada 1996. Namun beliau masih mengabdikan tenaga dan pikirannya sebagai pendidik di Widyasuara dalam usia 65 tahun. Meski sudah pensiun bukan berarti istirahat total dari kegiatan. Hari tuanya masih terus padat dengan berbagai kesibukan rutin. Di tahun 1998 beliau masih aktif menyumbangkan tenaga dan pikiran di BP7 Sumut, sebagai tenaga pengajar di Universitas Nommensen dan Universitas Methodis. Beliau juga sempat menjabat Rektor Universitas Methodis selama 4 tahun. Beliau juga tercatat pernah merangkap sebagai anggota DPRD-SU semasa menjabat Direktur APDN Medan. Sungguh suatu aktivitas yang padat.
          “Tiada hari tanpa berpikir dan bekerja”, demikian dikatakannya ketika ditanya apa motto beliau dalam menjalani hidup ini.
          Almarhum Salmon Sagala menikah dengan isteri tercinta Ellen br Samosir tanggal 11 Agustus 1957, saat beliau masih bertugas di Kantor Kewedanaan Tebing Tinggi. Dari perkawinan mereka yang berbahagia, mereka dikaruniai 6 orang anak, 3 anak lelaki dan 3 anak perempuan, serta beberapa orang cucu. Sang isteri adalah anak pertama dari 10 bersaudara buah perkawinan pasangan Darianus Samosir dan Marali br Situmeang. Ellen Samosir yang lahir tanggal 25 April 1937 memang sosok ibu yang berbahagia. Seperti halnya sang suami, ibu boru Samosir juga dikenal sebagai seorang ibu yang selalu sibuk, terutama dalam kaitan membantu tugas-tugas suami selaku Ketua Tim Penggerak PKK , pengurus Dharma Wanita, dan berbagai kegiatan wanita lainnya.
          Anak pertama dari pasangan Alm Salmon Sagala/ Ellen br Samosir, yakni Septiana Sagala kawin dengan marga Purba yang bekerja di BPDSU Tarutung, Drs Otto Duana Sagala kawin dengan Ir Titik br Samosir, Ir Yanhan Tumbaksyah Sagala kawin dengan boru Simbolon, Yandik Tumio Sagala kawin dengan Linda panjaitan SE. Dua putri lainnya adalah Julietta Sagala yang kawin dengan Irianto Marbun dan si bungsu Dra Nowiti Sagala yang kawin dengan Dwimen Tarigan SE.
 Bagaimana tentang pola yang diterapkan dalam mendidik anak-anak. “ Sederhana saja, tak berlebihan, karena anak-anak semuanya penurut dan menghargai nasehat orangtua. Suasana diupayakan tetap demokratis, dan motto tiada hari tanpa kerja selalu dipompakan kepada semua anak-anak”, ujar ibu boru Samosir menimpali.
          Almarhum Salmon Sagala sesungguhnya sangat aktif menjaga kondisi kesehatannya. Di kala senggang suka membaca, dan jalan santai pagi hari. Biar menderita gangguan pada bagian kaki (sudah pernah dioperasi di Singapura), namun tetap semangat. Menjelang akhir hidupnya, makan masih normal, untuk menjaga kadar gula berlebih. Bahkan ketika berlangsungnya gotongroyong besar-besaran membuka jalan antara Tulas ke Binanga Ara di Sianjur Mulamula yang disponsori perantau asal Sagala tahun 1998, almarhum bersama isteri masih menyempatkan diri ikut meninjau bersama rombongan Bupati TMH Sinaga.
          Lalu, apa pesan almarhum Salmon Sagala sebagai mantan Bupati Tapanuli Utara. Dengan tatap mata yang mulai pudar dan suara yang agak pelan, beliau berucap:” Masyarakat Tapanuli Utara supaya tetap menjaga kesatuan dan persatuan dalam membangun daerah kita tercinta. Hindarkan perselisihan antar sesama, dan tetap mendukung segala kebijaksanaan Pemerintah Daerah dalam memacu pembangunan. Karena dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat masa depan bona pasogit Tapanuli Utara akan semakin cerah. Masih banyak potensi yang bisa digali, dan hasilnya akan melimpah ruah apabila dikelola dengan sungguh-sungguh”.

          Drs Salmon Sagala sudah tiada. Namun nama beliau serta amal perbuatannya semasa menjadi Bupati Tapanuli Utara akan tetap membekas menjadi kenangan generasi penerus. Masyarakat yang menghargai pemimpin-pemimpin terdahulu, adalah masyarakat yang berbudaya tinggi.           

Periode kepemimpinan Drs Salmon Sagala disebut sebagai “periode penjelajahan”. Istilah itu pernah diungkapkan TS Hutauruk (alm), seorang tokoh masyarakat dari Kecamatan Sipoholon, dalam suatu acara di wilayah kecamatan itu tahun 1982.
          Menurut Hutauruk, pada periode kepemimpinan Salmon Sagala, semangat gotongroyong masyarakat di wilayah terpencil begitu bergelora. Gerakan menembus keterpencilan desa memang telah dimulai pada masa jabatan MSM Sinaga, tapi masih banyak wilayah yang harus dibebaskan dari keterisolasian. Sejak 1979, Salmon Sagala bekerjasama dengan jajaran TNI, menjadikan gerakan gotongroyong pembukaan jalan kecamatan dan desa sebagai fokus kebijakan untuk menghidupan perekonomian daerah. Berbagai desa yang sulit dijangkau kenderaan roda empat dan roda dua, berhasil dibuka dengan gotongroyong massal. Pada masa itu salah satu gerakan gotongroyong spektakuler adalah pembukaan jalan Tarabintang - Siantar Sitanduk di Kecamatan Parlilitan, pembukaan jalan Hutajulu Kec.Parmonangan bersama TNI, pembukaan jalan di Kecamatan Habinsaran.  
          Drs Salmon Sagala mantan Direktur APDN Medan dilantik menjadi Bupati Kabupaten Tapanuli Utara tanggal 16 Pebruari 1979 berdasarkan Surat Keputusan Mendagri No: Pem/7/4/43-195 tanggal 13 Pebruari 1979.
          Pada periode Salmon Sagala, ada fenomena penting menyangkut perkembangan struktur pemerintahan dengan terbitnya Surat Keputusan Mendagri tanggal 16 Mei 1983 No.26-228, tentang pembagian 5 (lima) Wilayah

Pembangunan (WP).
          Ke 5 WP tersebut terdiri dari:
1. WP I berpusat di Tarutung dengan 5 wilayah bawahan 5 kecamatan
2.  WP II berpusat di Siborongborong  dengan 5 kecamatan bawahan
3. WP III berpusat di Dolok Sanggul dengan 6 kecamatan bawahan
4.  WP IV berpusat di Balige dengan 6 kecamatan bawahan
5. WP V berpusat di Pangururan dengan 5 kecamatan bawahan
          Ke 5 WP ini kemudian menjadi dasar untuk menetapkan kebijakan ekonomi, sosial budaya, pemerintahan, termasuk dalam penetapan strategi pengembangan pariwisata, pada 9 kawasan perioritas, yakni Ajibata, Porsea, Balige, Tuktuk Siadong, Siborongborong, Dolok Sanggul, Tarutung, Lumbanjulu, dan Lagundi.
          Perkembangan berikutnya, dalam upaya maksimalisasi pelayanan kepada masyarakat, telah dibentuk 13 Perwakilan Kecamatan berdasarkan SK Mendagri No.138/2906/PUOD  tanggal 15 Agustus 1985, jo SK Gubsu No 138/3655/K-1985.
          Pada periode Salmon Sagala, sasaran Repelita III difokuskan pada peningkatan produksi pertanian, minimal mempertahankan surplus beras yang telah dicapai pada Pelita I dan II. Meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dengan mengembangkan potensi yang ada, menyeimbangkan struktur perekonomian antara pertanian dan non pertanian. Mengupayakan peranan industri, pariwisata, dan infrastruktur.
          “Pariwisata akan berkembang jika didukung sarana komunikasi yang baik, tumbuhnya industri kerajinan. Sedang pertanian semakin maju jika didukung agro industri yang menghasilkan sarana produksi pertanian itu sendiri”, papar Sagala.
           Memperhatikan berbagai peningkatan yang dicapai pada Pelita I dan II, diharapkan pertumbuhan ekonomi pada Pelita III semakin melejit. Target pertumbuhan ekonomi pada Pelita III adalah 7 (tujuh) persen per tahun, dan ternyata daoat direalisasikan 7,6 persen pada akhir Pelita III.
           Lahan tidur menjadi salah satu program dalam Pelita untuk digarap. Namun menurut Sagala, masyarakat Taput umumnya masih pasif dalam pengembangan usaha-usaha perkebunan. Salah satu masalah adalah tingginya frekuensi perpindahan penduduk yang setiap tahun bertambah. Dalam 2 dasawarsa ( 1961 – 1981), banyak warga Taput memilih pindah keluar daerah, sementara laju pertumbuhan penduduk dalam dua dekade itu tergolong rendah. Antara tahun 1961 sampai 1971 pertumbuhan penduduk hanya 1,09 persen, dan tahun 1971 sampai 1981 hanya 1,02 persen. Banyak lulusan SLTA melanjut keluar daerah, dan jika sudah menyelesaikan studinya jarang yang kembali ke Taput. Akibatnya, timbul kesan, bahwa warga yang tinggal di Bona Pasogit hanya kalangan orangtua dan kalau pun ada generasi muda yang tinggal kebanyakan yang rendah pendidikan dan ketrampilan.
 Sebelum pemekaran, Kabupaten Taput termasuk daerah yang sangat luas, mencapai 1.060.530 Ha termasuk Danau Toba, merupakan kawasan terluas di Tapanuli setelah Tapanuli Selatan. Dibanding daerah lain, Taput dua kali lipat lebih luas dari Provinsi Bali yang luasnya hanya 581.000 Ha, atau sekitar setengah dari luas Provinsi Bengkulu yang luasnya 2.116.800 Ha. Terkait dengan itu, Mendagri mengeluarkan SK tanggal 12 Mei 1983 menyetujui pembentukan 5 Pembantu Bupati berdasarkan sub-wilayah pembangunan di Tapanuli Utara, untuk mendekatkan pelayanan kepemimpinan ke wilayah kecamatan.
          Pada Pelita III, Kabupaten Taput terdiri 27 Kecamatan, 871 desa, terdiri dari 840 Desa dan 31 Kelurahan.
          Pembangunan Tapanuli Utara pada Pelita III mengacu pada Program 8 Sukses Nasional, yakni Sukses Pangan, Inpres, Sukses Inpres Dati II, Sukses Sekolah Dasar, Inpres Kesehatan, Inpres Penghijauan, Inpres Penunjang Jalan, Kependudukan &KB, Sukses P4, Sukses Keppres 14/1980, Sukses Pertanahan, dan Sukses Non Migas.
          Sekilas gambaran pelaksanaan pembangunan pada Pelita III (1979/1980 – 1983/1984), secara volume fisik maupun dana yang dialokasikan meningkat setiap tahun. Proyek prasarana perhubungan, produksi, sosial, pendidikan, kesehatan, pertanian, dan lain-lain makin merata ke setiap kecamatan meskipun dibanding kebutuhan masih sangat terbatas. Bantuan Program Inpres Dati II untuk Taput selama Pelita III berjumlah Rp.3.353.571.570, dengan sasaran pembangunan jalan/jembatan, irigasi, dan sarana produksi. Alokasi dana Inpres Penunjang Jalan sebesar Rp1.887.013.000. Inpres Pasar Rp 160.000.000, ditambah dana Inpres Pertokoan Rp 2.220.129.000 untuk pembangunan proyek Pertokoan/Pusat Perbelanjaan Tarutung, yang pembangunannya dimulai akhir Pebruari 1984. Untuk Inpres SD pada Pelita III, Taput memperoleh dana Rp 13.751.984.000, untuk membangun gedung sekolah dasar, rumah dinas kepala sekolah, guru, penjaga sekolah, dan rehabilitasi sekolah yang rusak. Di bidang kesehatan, Taput memperoleh dana Rp 702.594.000 untuk membangun sarana kesehatan, Puskesmas baru, Pustu, rumah dokter, rumah paramedic, jamban keluarga, dan lain-lain. Demikian halnya Dana Bangdes (Pembangunan Desa) mencapai Rp.2 miliar lebih, yang dikucurkan setiap tahun.
          Dalam konteks pertanian, produksi pangan ditargetkan bisa seimbang dengan kebutuhan daerah. Produksi beras pada periode Pelita III cukup signifikan, naik 2,44 persen setiap tahunnya. Jika tahun 1979 produksi beras sebanyak 141.071 ton, tahun 1983 menjadi 155.275 ton. Kenaikan produksi itu dampak dari peningkatan areal intensifikasi (Bimas/Inmas), Insus Opsdema (Operasi Desa Makmur), serta makin tingginya kesadaran masyarakat terhadap peningkatan kinerja pertanian untuk perbaikan ekonomi.

BIODATA

Nama lengkap          :  Salmon Sagala
Tempat/Tanggal Lahir : Sagala, Sianjur Mula-Mula 14 April 1931
Orangtua       :           Elias Sagala/Buntulan Simbolon
Mertua            :           Darianus Samosir/Br Situmeang
Pendidikan   :           SR di Desa Sagala 1931
                                    SMP Pangururan 1940
                                 SMA di Muara, Tarutung, Balige (1944- 1948 )
                               APDN Malang (tamat 1958)
                               S-1 dari Universitas Gajah Mada ( 1964)
Karier/Jabatan          : Camat Patumbak (1962)
                        -           Kabag Pendidikan Ktr Gubsu
                        -           Direktur APDN Medan (1966)
                        -           Kadit Ketertiban ktr Gubsu]
                        -           Ka Biro Pemerintahan
                        -           Asisten I Setwildasu
                        -           Pelaksana Bupati Simalungun
                        -           Bupati Taput (1979-1984)
                        -           Asisten I Setwildasu (1984)
                        -           Rektor Univ. Methodis (4 tahun)
Isteri    :           Ellen br Samosir
Anak/Menantu         :1.        Septiana Sagala/ Purba
                                   2.          Drs Otto Duana Sagala/Ir Titik
                                   3 .         Yanhan Sagala/ Br Simbolon
                                   4.          Yandik Sagala/ Linda Panjaitan
                                   5.          Julietta Sagala/Irianto Marbun
                                   6.          Dra Nowiti Sagala/D.Tarigan SE

(Interviewer/Penulis: Leonardo TS Simanjuntak/BATAKINDONEWS.Com)