Senin, 06 Juni 2016

Diplomat dan Jurnalis Senior Sabam Siagian Telah Tiada





BATAKINDONEWS.Com -

 Sabam Siagian telah berpulang dalam usia 84 tahun karena sakit. Dia menghembuskan nafas untuk terakhir kali di Siloam Hospitals, Semanggi, Jakarta, Jumat (3/6) sore. Selama hidupnya Sabam dikenal sebagai diplomat senior, aktivis politik, serta wartawan ulung.Bagi keluarga besar Seno Adji, Sabam merupakan wartawan senior dan diplomat yang disegani. Indriyanto Seno Adji menilai, Sabam merupakan begawan bagi dunia pers yang sangat "concern" terhadap kebebasan pers.
"Beliau yang menyatakan bahwa kebebasan pers tidak bisa dikekang tetapi tidak bisa diartikan sama sekali bebas karena kebebasan pers itu ada pada etika dan moral yang bisa berbentuk 'self-censorship' dari pers itu sendiri, bukan karena prevensi kekuasaan," kata Indriyanto Seno Adji.
Sabam Siagian pernah menjabat sebagai Dubes RI untuk Australia periode 1967-1973. Selama aktif dia sering mengunjungi kaum eksil dan ikut meneliti sejarah Indonesia. Bahkan, di Koran SP, artikel Sabam pernah ditanggapi Rosihan Anwar ketika menulis tentang tokoh perjuangan Amir Syarifuddin.
Sebagai wartawan, Sabam pernah menjabat sebagai Wapemred I Harian Sinar Harapan tahun 1978 sebelum mendirikan Harian The Jakarta Post pada awal 1980. Di SP dia merupakan anggota dewan redaksi bahkan duduk sebagai anggota Dewan Komisaris PT Media Interaksi Utama, penerbit Suara Pembaruan (SP), pada masa awal SP berdiri akibat dibredelnya Sinar Harapan.
Politisi Partai Hanura yang pernah duduk di Komisi I DPR dan juga pengamat intelijen, Susaningtyas NH Kertopati menilai, Sabam sebagai diplomat yang selalu "up to date" mencermati perkembangan dunia. Nuning merasa dekat dengan Sabam karena dirinya satu angkatan dengan putra Sabam, Tagor Siagian di FISIP UI tahun 1983.
"Di mata saya sebagai mantan anggota komisi I DPR mitra Kementerian Luar Negeri, seorang Sabam Siagian adalah diplomat hebat yang 'update' terhadap segala perkembangan hubungan luar negeri. Beliau juga mantan wartawan yang mumpuni yang punya kepiawaian menembus nara sumber segalak apapun narsumnya," kata Nuning.
SP pernah bertemu Sabam sewaktu melayat ke rumah duka, Adnan Buyung Nasution yang meninggal dunia pada usia 81 tahun, pada 23 September 2015. Saat itu Sabam sudah mengenakan alat bantu tongkat untuk berjalan. Dia mengaku bernasib sama dengan almarhum Buyung yang dalam seminggu bisa tiga kali cuci darah akibat gagal ginjal.
Sabam menilai Buyung sebagai sosok yang hebat sekaligus kontroversial. Setiap bertemu, Buyung selalu mengingatkan Sabam untuk terus ikut memikirkan perkembangan bangsa. Nampaknya, itu yang selalu dilakukan Sabam, terus berupaya memberi kontribusi terhadap perkembangan Tanah Air, hingga akhir hayatnya. Selamat jalan Ompung.... (sp)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar