Selasa, 06 Januari 2015

GKR Hemas: Banyak Kepala Daerah Jadi ATM Penegak Hukum !

Gusti Kanjeng Ratu Hemas =













[JAKARTA-EKSPRESIANA)- Info ini tidak main-main, karena setidaknya mengindikasikan situasi terpendam yang tak dilihat mata tapi dilihat hati terkait birokrasi di negeri ini. Adalah Wakil Ketua DPD RI, Gusti Kanjeng Ratu Hemas menyatakan dirinya mendapat banyak keluhan dari kepala-kepala daerah yang takut melaksanakan proyek pembangunan di daerah karena sering diganggu aparat penegak hukum setempat.
“Pemerintah harus segera mengatasi masalah kelemahan penegakan hukum di daerah yang mengakibatkan program pembangunan terhambat. Banyak gubernur, walikota, dan bupati saat ini takut melaksanakan proyek pembangunan karena dibayangi oleh modus asal tuduh dan asal periksa oleh aparat penegak hukum. Akibatnya, daripada mendatangkan masalah, banyak yang memilih menunda pekerjaan,” kata Ratu Hemas di ruang kerjanya di Jakarta, Selasa (6/1). Statemen tokoh wanita ini sungguh ironis dan memprihatinkan, jika hal itu benar-benar kenyataan.
Menurut Hemas, para kepala daerah ini mengaku sangat mendukung upaya pemberantasan korupsi, namun dalam praktik di daerah hal itu sering dilaksanakan secara berlebihan.
“Cukup dengan satu surat kaleng terhadap satu proyek, seorang kepala daerah sudah bisa menjadi terperiksa dan disidik secara intensif. Hal ini bukan saja sangat mengganggu pekerjaan, tapi ditenggarai merupakan cara oknum aparat hukum memeras kepala daerah,” katanya.
Bagi para kepala daerah, modus ini bukan hal baru. Namun, saat ini, dirasa telah makin meresahkan.
Bila tidak segera diatasi, Hemas mengatakan, maka kepala daerah rawan dijadikan ATM dan pembangunan dapat terbengkalai.
Untuk itu, pemerintah perlu segera mengambil langkah memberdayakan badan atau lembaga tertentu yang dapat melakukan pengawasan terhadap prilaku penegak hukum di daerah. Baik tingkat propinsi, kabupaten, maupun kota.
Hemas mencontohkan, untuk kejaksaan ada Komisi Kejaksaan yang mempunyai tugas melakukan pengawasan, pemantauan, dan penilaian terhadap kinerja jaksa dan pegawai kejaksaan dalam melaksanakan tugas kedinasannya maupun di luar tugas.
Sedangkan di kepolisian ada Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) yang melaksanakan pemantauan dan penilaian terhadap kinerja dan integritas anggota dan pejabat Polri. Kedua lembagai ini dapat ditingkatkan pemberdayaannya.
Bila dianggap masih kurang berdaya, sebagaimana kesan umum masyarakat saat ini terhadap kedua lembaga tersebut, maka pemerintah dapat mendorong Ombusdman Republik Indonesia (ORI) meningkatkan fokus pengawasan pada prilaku aparat hukum di seluruh daerah.
Sesuai UU Nomor 73 Tahun 2008, ORI merupakan lembaga pengawas eksternal yang independen dengan kewenangan pengawasan pelayanan publik. Lembaga ini dibentuk dengan tujuan mencapai cita-cita tata pemerintahan yang baik (good governance).
Karena itu, ORI memungkinkan diberdayagunakan mengawasi kerja aparat hukum di daerah, terutama dalam hal yang mengindikasikan adanya modus atau motif memeras kepala daerah atau tujuan menyimpang lainnya.
ORI selama ini terkesan hanya dimanfaatkan masyarakat untuk melaporkan kinerja aparat dalam hal pelayanan publik. Namun, laporan tahunan ORI menunjukkan adanya pengaduan dari instansi juga. Dalam hal ini, para kepala daerah dapat memanfaatkan keberadaan ORI.
Hal ini dapat terus ditingkatkan dengan dukungan kuat Pemerintah pusat. Apalagi, ORI juga dapat melakukan investigasi atas prakarsa sendiri. Informasinya bisa melalui media atau pemberi informasi dari dalam (whistle blower). Rekomendasinya pun, sesuai Pasal 38 ayat 1 UU No.37/2008, bersifat mengikat secara moral dan hukum.
Menurut Hemas, mengingat mendesaknya keperluan mengatasi kelemahan penegakan hukum ini, pemerintah juga dapat menggunakan atau membentuk badan tersendiri.
Tujuan utamanya ialah agar penciptaan pemerintah yang bersih melalui pemberantasan korupsi tidak disalahgunakan sebagai alat korupsi pihak tertentu. [sumber:sp)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar