Minggu, 02 Agustus 2015

Ini Dia...Batu Dari Tanah Batak Mulai Bermunculan Dari 8 Penjuru Angin

Ini beberapa sampel batu keluaran Tapanuli Utara, khususnya dari Muara dan
Garoga.(Foto By:Leonardo TSS)
Sebagian dari Komunitas Toba Na Sere, kiri ke kanan: Mananti Tarihoran, N.Sihombing
F.Simatupang, PPP L.Tobing, Ir A.Hutagaol, David Panggabean. (Foto By: Leonardo
Simanjuntak)

Naek Sihombing dengan batu produk asal Muara. Tidak kalah kualitas dari daerah
lainnya.(Foto By;Leonardo TS Simanjuntak)
F Simatupang pengusaha TPA Toba Na Sere menunjukkab beberapa sampel
batu dari Tapanuli Utara.(Foto By:Leonardo TSS)
Simamora,teknisi pengolah di TPA Toba Na Sere Tarutung sedang sibuk mendesain.
(Foto By:Leonardo Simanjuntak)

BATAKINDONEWS.COM - Fenomena batu akik se Nusantara masih terus berlangsung. Meski tak segila di kota lain, fenomena akik itu juga terasa di wilayah Tapanuli, termasuk Tapanuli Utara, dan secara khusus Tarutung/Silindung sekitarnya. Awalnya peminat masih sehitungan jaru, lama kelamaan makin bertambah, dan terus bertambah. Penggemar akik di Tarutung misalnya mulai membentuk komunitas di beberapa tempat pengolahan. Terbentuknya komunitas itu terwujud sendiri, menjadi semacam forum diskusi atau tukar informasi seputar batu akik.
 Komunitas pertama yang muncul adalah di tempat pengolahan yang diberi bendera Tapanuli Gemstone “Toba Na Sere” di Jalan Smraja Simpang Empat Tarutung (samping Toko Simamikra). Ini juga tempat pengolahan akik (TPA) paling ramai dikunjungi peminat. Karena banyaknya order pengolahan, maka Simamora sebagai teknisi pengolah sering harus bekerja marathon. Sementara manager Toba Na Sere, N. Sihombing dan F.Simatupang harus bersikap bijak melayani peminat agar bersabar menunggu secara antrean. Menurut beberapa penggemar batu akik yang sudah mengolah di Toba Na Sere, hasil olahan di situ lebih bagus dibanding di TPA lainnya. Banyak akik yang sudah diolah di TPA lain, dibawa ke TPA Toba Na Sere untuk renovasi.
 Ada pun TPA dan komunitas lainnya muncul di kawasan jalan DI Panjaitan, Jalan Hutagalung, Simorangkir, jalan Sipoholon. Dan belakangan Mual Siregar dan isterinya Poppy br Sinambela membuka TPA yang mereka namakan “Tapanuli Gemstone”. Seperti juga TPA Toba Na Sere, Mual Siregar dkk mengutamakan pemunculan batu produk daerah Batak (Tapanuli).
 TPA Toba Na Sere yang dimotori Simatupang dan N Sihombing (Bapak Nando) juga getol melakukan inventarisasi batu-batu berasal dari Tapanuli, khususnya Tapanuli Utara. Menurut mereka, beberapa jenis batu khas sudah dihimpun dari kawasan Kecamatan Pahae Julu/Pahae Jae, Purba Tua, Sipoholon, Tarutung, Adiankoting, Garoga, dan Muara.Dari sekian banyak batu yang dihimpun di TPA ini, tampaknya batu asal Muara cenderung menjadi jenis batu yang dapat dijadikan primadona dari Tanah Batak, namun masih dinantikan kemunculan batu lain yang mungkin lebih bagus dari batu Muara. “Kami memberi nama serat Toba untuk batu dari Muara,” ujar N Sihombing dalam wawancara khusus dengan Majalah Online BATAKINDONEWS.COM Kamis (30/7) di TPA yang ditanganinya bersama Simatupang.
 Kekhususan batu serat Toba dimaksud terdapat pada motif berserat khas, dan kilaunya yang bisa diandalkan. Ada dua warna pada batu Muara ini, hijau dan merah. Bisa tembus cahaya senter.
 “Kami masih lacak bebatuan lainnya yang kemungkinan masih ada yang lebih bagus dari daerah ini, tapi sementara itulah yang eksklusif saat ini, serat Toba, suri-suri, dan batu yang dinamakan sijago-jago,” papar Simatupang didampingi Sihombing. Di atas lemari etalase tampak tulisan "Tersedia
 Hampir setiap hari komunitas di TPA Toba Na Sere ini berkumpul di sana, selain untuk mengolah batu cincin, juga sharing tentang banyak hal mengenai batu akik yang jumlahnya begitu banyak. Di komunitas itu ada Pak A.Hutagaol, PPP Lumbantobing, Menanti Tarihoran, Solo Lumbantobing, David Panggabean, Leonardo Simanjuntak (editor Majalah Online SARINGAR.Net), dan banyak yang lainnya.
 Kini di Tarutung, bukan suatu pemandangan yang aneh atau mengherankan lagi kalau ada pria yang memakai batu cincin ukuran jumbo pada jari tangannya lebih dari satu. Ada yang memakai hingga empat sampai lima, selain juga yang terang-terangan mengenakan liontin tergantung di dada. Tampaknya batu cincin sudah mengarah menjadi semacam simbol seni hias pada diri pengguna, atau mungkin menjadi manifestasi kebanggaan terhadap batu akik yang disukainya untuk diolah. Bukan hal yang mengherankan pula, kalau sudah ada sejumlah penggemar yang telah mengolah batu puluhan buah. Mereka adalah kolektor yang memang senang mengoleksi perhiasan jari tangan itu, meski mungkin ada pula yang gemar mengolah banyak batu untuk bisnis. Yah, itu sah-sah saja. Tapi apapun itu, cincin berbatu akik apalagi batunya indah berkilau dengan motif menarik,  di sisi lain mencerminkan kepribadian personal yang unik. Kalau batu akik dari daerah Batak memang indah kenapa harus membanggakan batu bacan dari Maluku. Sayangnya, atensi pemerintah daerah terhadap fenomena ini tampaknya minim, atau mungkin tak ada sama sekali. (Posting by : Leonardo TS Simanjuntak)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar