Senin, 25 Mei 2015

Demam Batu Akik Masih Berlangsung Dimana-mana

Suami isteri ini bersabar menunggu batu bongkahannya siap diolah. Foto ini
diambil SARINGAR di Jalan Letda Sujono,Medan, Mei 2015.

Demam batu akik/giok sudah memasuki bulan ke empat. Tampaknya masih bertahan lebih lama, seperti diperkirakan para "penggila" batu cincin di Medan. "Tampaknya ini belum reda, masih lama berlangsungnya," kata Tan Soey Can dalam suatu perbincangan di Jalan AR Hakim Medan baru-baru ini.
Kaki lima di beberapa jalan utama seperti Jalan Arif Rahman Hakim, Jalan Garuda Mandala, Jalan Letda Sujono, dan lainnya, tampak diramaikan pedagang batu bongkahan dan cangkang (pengikat cincin), selain tukang olah batu. Nyaris tiada hari berlalu tanpa orang-orang yang berkerumun di setiap tempat pengolah batu. Banyak yang spesial hanya menjual bongkahan batu sungai atau gunung. Ada yang mengaku batu itu dari Jambi, Bengkulu, Riau, Palembang. Selain banyak juga yang menjual cincin sudah jadi dengan aneka jenis batu.
Tapi tampaknya lebih banyak orang yang lebih suka mengolah batu yang dibawanya sendiri. Seperti sepasang suami isteri keturunan Tionghoa dalam foto di atas. Mereka dengan semangat mendatangi salah sat pengolah batu akik di Jalan Sujono, untuk dibuatkan cincin. Harga olah per cincin relatif murah Rp 30 ribu, dibanding di Tarutung ada yang pasang tarif Rp 40 ribu per cincin.
Indonesia benar-benar semarak dengan batu cincin. "Ini hanya kesenangan pribadi saja, tak ada niat untuk mengambil untung dengan mengolah batu yang saya bawa," ujar Ramli Sitompul, warga Medan yang mengaku untuk mengolah batu cincin sudah mengeluarkan biaya lebih kurang Rp 3 juta. Dia seorang kolektor batu akik dan giok yang fanatik, bahkan jauh sebelum demam akik yang menjadi fenomena nasional saat ini. (Leonardo TSS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar