Warga Maluku Utara sedang menawar harga lonceng gereja di Jalan Dolok Sanggul = |
BATAKINDONEWS.COM - Desa Sitampurung di Kecamatan
Siborongborong sudah lama dikenal sebagai desa produsen besi tempahan, selain pembuat
giring-giring (lonceng). Aneka benda tajam, mulai dari parang dapur, parang babat,
pisau, sabit pemotong padi, sampai cangkul, dari waktu ke waktu, diproduksi
dari Sitampurung. Kalau di Sipoholon dikenal dengan kerajinan sitopa hudon dan pembuatan gitar secara manual, maka di Sitampurung sitopa bosi
sudah berlangsung puluhan tahun.
Maka saat melintas dari
desa yang letaknya di pinggir jalan Siborongborong-Doloksanggul, suara
gemerincing besi yang dipukul bertalu-talu, tak asing lagi di ruang telinga. Para
pekerja sitopa bosi seharian sibuk kerja keras mengolah besi menjadi
ragam peralatan rumah tangga dan pertanian. Tak terhitung lagi banyaknya
sudah berapa banyak produksi yang beredar dari Sitampurung kemana-mana.”
Saya rasa sudah jutaan,” ujar salah
seorang pekerja kepada
BATAKINDONEWS.COM.
Selain dikenal penghasil kerajinan besi untuk
peralatan rumah tangga dan pertanian, Sitampurung juga sangat kesohor dengan
giring-giring tempahan warga desa ini. Sudah berpuluh tahun lamanya desa
ini memproduksi giring-giring, bahkan sejak zaman penjajahan.
Penyebarannya
juga sudah sampai dimana-mana. Tak cuma di Tanah Batak, lonceng buatan
Sitampurung sudah ada di berbagai provinsi di Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan
lain-lain. Tak hanya lonceng untuk gereja, juga lonceng kecil untuk sekolah-sekolah,
kantor penjara, kantor polisi, dan lain-lain.
Sebagai wilayah yang mayoritas penduduknya
beragama Kristen, wajar jika giring-giring punya jaminan pasar. Banyak gereja
baru dibangun, selalu butuh lonceng. Tak heran, kalau giring-giring Sitampurung
dipesan ke berbagai tempat. Nama Sitampurung pun, makin dikenal, terutama
di kalangan umat Kristen.
“Kami sedang membangun gereja di kampong kami Sosol,
Halmahera Utara, saat ini menjelang rampung, tentu gereja kami membutuhkan
lonceng, makanya kami secara khusus mau beli lonceng, sambil liburan tahun
baru,” ujar Nerice Neru, wanita asal Halmahera, Maluku Utara, ketika
berkunjung ke Sitampurung, beberapa
waktu lalu . Dia bersama suami Rey Manju
serta anak-anak sedang tawar menawar dengan penjual giring-giring di toko UD
Sitampurung Nauli, di pinggir jalan raya Siborongborong-Dolok Sanggul, km 4.
Menurut Nerice Neru, mereka tahu pembuatan lonceng ada di Sitampurung
dari orang Batak yang dikenalnya di Tobelo.
Setelah
tawar menawar, akhirnya sebuah lonceng ukuran besar seharga Rp 7,5 juta jadi dibeli. Lonceng
yang beratnya sekitar 100 kg itu dibawa dengan mobil pribadi ke Medan,
dari sana dikirim ke Halmahera. Setelah tiba di Medan, lonceng dikirim melalui
Kantor Pos, karena melalui titipan kilat ongkos lebih mahal. “Ongkos
pengiriman dari kantor pos juga mahal, bahkan hampir setara harga lonceng,”, katanya menginformasikan
kepada media online ini melalui seluler. Ongkos pengiriman via kantor pos mencapai
Rp 6 jutaan.
Tak apalah, yang penting sampai di tempat dengan
selamat.
Gereja Masehi Injili Indonesia di Sosol,
Halmahera Utara, yang menggunakan giring-giring buatan Sitampurung itu, dikabarkan
makin megah sejak giring-giring Sitampurung itu dipasang. Dentang suaranya
terdengar begitu kuat, menggema pada radius sekitar 2 kilometer. Saat pertama kali
lonceng tiba di tempat setelah lebih dua minggu di perjalanan, ratusan warga
setempat berduyun-duyun datang ke gereja ingin menyaksikan lonceng besar
itu. “Semuanya senang dan gembira Pak, gereja kami punya lonceng bagus. Selama
ini gereja kami menggunakan lonceng seadanya, besi yang dipukul saat kebaktian
hari minggu,” ujar Nerice Neru dan suaminya Rey Manju menelepon ke Tarutung.
Disebutkan, saat pemasangan lonceng, hampir semua warga gereja datang
berkerumun menyaksikannya. Lonceng itu diderek ke atas, dan setelah tiba di menara
atas, semua warga pun bersorak. (BIN)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar