Minggu, 23 November 2014

Berani Bertani Cabai,Berani Main Judi

Senangnya memetik cabai ketika harga meroket (Hms TU)

Cabai memang komoditi pertanian yang menggiurkan, ketika harganya meroket. Tapi cabai juga bisa kejam membuat petani frustrasi, saat nilai jualnya menukik. Kar enanya, benar juga bila petani yang sudah berpengalaman mengelola pertanaman cabai merah, selalu membuat ilusrasi,"bertanam cabai itu butuh keberanian untuk tumpur (rugi), jangan hanya berani meraih untung." Misalkan berjudi menggunakan sistem undi dengan uang logam, satu sisi untung, dan sisi lain buntung.
Terutama untuk pengolahan pertanaman cabai dalam partai besar, kesiapan berjudi itu mutlak menjadi ajang permainan. Untuk menanam cabai di atas seribu batang, modalnya tidak kecil. Tapi ketika harga cabai meroket, hasilnya berlipat ganda. Tak berlebihan, jika di Kabupaten Dairi dan Tanah Karo, pernah ada kabar, petani cabai bisa langsung beli mobil sekelas Innova atau Rush, dari hasil pertanian cabai. Di Kabupaten Tapanuli Utara pun, sudah banyak petani cabai bersorak menikmati hasil penjualan cabai. Di Tarutung misalnya, banyak petani mengadu nasib berjudi menanam cabai bukan lagi sekadar selingan. Ada juga yang mengalihakan lahan sawahnya menjadi areal pertanaman cabai permanen. Lihat saja di seputaran Desa Hutabarat Partali Julu, Partali Toruan, Hapoltahan, Sangkae, sampai Simorangkir, Hutagalung, Saitnihuta. Apalagi pasca panen setiap Juli, banyak petani mengadu nasib mengolah sawah menjadi areal pertanaman cabai.
 Bulan-bulan terakhir ini, harga cabai lumayan menggila di berbagai daerah termasuk Sumatera Utara. Tapi yang paling gila, ketika harganya menembus level luar biasa di atas Rp 100 ribu per kilogram. Berita Harian Kompas, Sabtu, 15 November 2014, bisa membuat peminat tanaman pedas ini terpana. Harga cabai di Palangkaraya,Kalimantan Tengah, terus bergerak naik. Cabai merah besar di kota itu sejak sepekan lalu bergerak mulai Rp 60.000, ke Rp 125.000, hingga melejit lagi ke Rp 180.000 per kilo. Itu diakui para pedagang sayuran di Pasar Kahayan,Palangkaraya, akhir November ini. Hal yang sama juga di Pontianak,Kalbar, harga cabai tembus Rp 100.000 per kilo,Jumat (14/11). Awalnya Rp 40.000,bergerak jadi Rp 60.000, terus ke Rp 100.000.
 Di Semarang,Jateng, harga cabai memang belum sehebat itu. Masih relatif sama dengan harga cabai di Sumut, berkisar Rp 50.000 sampai Rp 60.000. Sementara di Palembang, Sumsel, harga cabai merah berada pada kisaran Rp 70.000 hingga Rp 75.000 selama sebulan terakhir. Demikian juga di Surabaya, harga bertengger antara Rp 45.000 sampai Rp 50.000.
 Bagaimana tanggapan petani cabai seputar meroketnya harga itu? "Itu sebenarnya wajar saja. Kalau dihitung biaya proses bertanam cabai sampai tiba panen,belum lagi menghadapi konsekuensi cuaca yang sering membuat cabai keriting. Modal bertanam cabai apalagi dalam partai besar, tak tanggung-tanggung. Tak ada kamus ratus ribu rupiah, tapi harus berjuta-juta rupiah.Yah sesekali petani cabai wajar dong beruntung banyak, karena mengalami gagal juga sudah sering," kata M Hutabarat, seorang petani cabai di Tarutung, menanggapi mahalnya harga cabai akhir tahun ini. Malah dia memprediksi menjelang Natal dan Tahun Baru yang sudah dekat, harga cabai bisa lebih gila lagi.
  "Ya, namanya seperti main judi, jika sedang hoki langsung meledak, tapi kalau nasib lagi suram, risikonya juga yah tumpur," katanya tertawa. Dia mengaku sejak naiknya harga cabai belakangan ini, hasil penjualan cabainya sudah berkisar Rp 30 juta lebih. Namun pada tahun-tahun lalu, ia juga mengalami kerugian besar karena tanaman cabainya gagal dihantam hama penyakit keriting daun.
  Pedasnya cabai, pedaslah pulak harganya, seperti komentar seorang pedagang cabai partai besar di Padang Sumatera Barat.(Leonardo TS)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar