Minggu, 16 November 2014

Mau Sport Jantung? Naik Angkot Saja di Medan














Angkot Medan tak ngebut kalau jalan raya kebanjiran (Foto:Leonardo)=
Slogan “Ini Medan Bung” memang pantas disandang kota nomor tiga terbesar di Indonesia ini. Selain karakter masyarakatnya yang benar-benar spesial, hingar bingar lalu lintasnya yang terkenal semrawut, disiplin berlalu lalang dengan kenderaan di jalan raya yang sering dikritik banyak orang, salah satu ciri khas lainnya tentang yang satu ini: kegarangan atau boleh juga disebut kepiawaian sopir-sopir angkot (kenderaan angkutan kota) yang boleh diberi ponten 8 sampai 10.
Tapi,tunggu dulu. Kegarangan dimaksud secara khusus adalah dalam hal seruduk sana seruduk sini, meski di tengah ramainya lalu lintas, rata-rata sopir angkot di kota ini tak sungkan-sungkan tancap gas, tak peduli apakah para penumpang pada jantungan.
Ini sering kelihatan setiap harinya. Para sopir harus ngebut dari sisi mengejar setoran atau uang masuk lebih banyak sesuai target, bisalah dimaklumi. Tapi ketika hal itu diperhadapkan dengan kepentingan keselamatan penumpang, ulah para sopir itu tak patut dipuji, malah sering menuai kecaman. Banyak sopir angkot sepertinya cuek dengan reaksi penumpang, mengedepankan egonya. “Kalau tak ngebut di Medan ini, bisa tak dapat uang makan dan rokok,lae,” kata seorang sopir angkot nomor tripan 63, ketika kami tumpangi baru-baru ini dari Perumnas Mandala menuju Medan Mal.
Dengan gaya garang atau mungkin lebih tepatnya beringas memegang setir, sang sopir tancap gas mengemudi di jalan-jalan rusak sepanjang Jalan Garuda, masuk ke Mandala By Pass, terus ke Sukaramai, Denai, seterusnya. Gas terussss, kiranya seperti itu motto yang terpatri di benak sopir yang “perkasa” itu. Angkot jenis Espass warna kuning itu berlari kencang dengan kecepatan cukup meresahkan, meliuk sana menikung sini, menyalib mobil dan becak yang mengadang di sepanjang jalan raya. Lalu saat kepergok harus berhenti menghindari tabrakan maut, gampang saja sopir menginjak rem kuat-kuat, membuat penumpang terkejut dan terhenyak di bangkunya. Terkadang menuai cemoh dan omelan.”Pelan-pelan dong pak sopir, kami ini masih ingin hidup,” cetus seorang ibu yang memangku cucunya seraya berpegang kuat ke bangku.
“Kok ibu takut kali, tak disini dimana-mana pun kalau sudah ajal pasti mati,” enteng saja sang sopir menjawab si ibu, dengan mimik datar. Si ibu itu pun tampak hanya mencemberutkan bibir.
Angkot yang penuh penumpang itu memang tak menabrak apa-apa. Disitulah disebutkan betapa piawainya para sopir angkot di kota ini. Tak hanya angkot kami ini yang larinya kencang, kami lihat angkot lain dengan nomor tripan berbeda, rata-rata ngebut di tengah ramainya lalu lintas. Apa tak takut sama polantas? Saya lihat ke kiri kanan, entah kebetulan atau memang begitulah saban hari, memang tak ada polantas. Dan kalau pun ada polantas, tak tahu juga apa yang begituan (sopir ugal-ugalan) kena semprit atau dibiarkan saja.
Seorang pria yang tampaknya sudah terbiasa dengan hal semacam itu, berkata pelan pada wanita yang duduk di sampingnya.” Kalau jantung tak kuat, memang bisa gawat naik angkot di Medan ini. Saya saja sering harus menganggap naik angkot di kota ini seperti sport jantung.” Wanita disampingnya itu tak menyahuti. Tapi saya perhatikan wajahnya rada tegang menatap ke sopir terus.
Lalu pria tadi, entah sengaja membumbui atau memang kenyataannya begitu, menambahkan komennya,” Banjir di jalan saja selagi masih di ketinggian memenuhi syarat untuk bisa ngebut pasti dilabrak. Tapi kalau airnya sudah setinggi itu, ya itulah rem terbaik bagi sopir yang suka ngebut.” Pria itu menunjuk kondisi banjir besar yang saat itu melanda jalan arah Sukaramai. Tampak sejumlah angkot harus bergerak pelan menyusuri air yang meninggi akibat hujan deras seharian. (Lihat foto yg diambil 11 November 2014)
Saya pun berpikir-pikir,” Termasuklah ini bagian dari slogan Ini Medan  Bung?” dan apakah ini suatu kebanggaan tersendiri bagi sopir angkot, sementara para penumpang pada ketar-ketir, sang sopir malah enjoy saja menginjak gas seenaknya…Bah! Pantaslah seperti kata seorang tetangga, banyak juga orang yang memilih taksi biar ongkos lebih mahal ketimbang angkot. Atau lebih aman lagi naik becak a la Medan, yang meski pengemudinya juga rata-rata mahir menyalib sana-sini, tapi lumayan lebih aman (?). (Leonardo Jt/Kompasiana.Com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar