|
Margan Simanjuntak menantu petani andaliman di Parsoburan Kabupaten Tobasa,Sumut, memetik andaliman dengan hati-hati (dok.Ekspresiana) = |
Andaliman, bukan tumbuhan sembarangan. Soalnya, tanpa bahan baku yang satu ini, resep kuliner Batak, pasti hilang nilai plusnya. Tumbuhan yang dulunya dikategorikan tumbuhan liar ini dari masa ke masa makin diperhitungkan peran strategisnya menyangkut masakan khas Batak. Ketika harga andaliman meroket, boleh saja pengusaha kuliner mengomel mengerutkan wajah. Tapi berapa pun harga andaliman, to be or not to be, orang Batak harus membelinya. Apakah itu untuk keperluan rumah tangga, kedai makanan, katering, atau pesta adat. Andaliman adalah resep inti kalau ingin merasakan sedapnya masakan khas Batak, baik itu untuk daging atau ikan laut maupun ikan tawar. Ketika tanpa andaliman, terasa sekali jauh beda citarasanya dengan pakai andaliman.
Nilai jual andaliman memang sering tidak konstan. Ada kalanya menukik tajam ke titik rendah, tapi tak jarang juga meroket ke puncak saat tertentu. Harga andaliman di pasaran Tanah Batak dekade terakhir bisa Rp 5.000 per kilo, tapi jangan terkejut saat tertentu menembus level hingga Rp 200 ribu bahkan Rp 300. ribu sekilonya.
Seperti harga pasaran andaliman seminggu terakhir di bulan November 2014 ini. Harga andaliman di pasar tradisionil di Medan dikabarkan Harian SIB mencapai Rp 300 ribu (SIB, 26 November 2014). Mahalnya harga andaliman ini, membuat para pengusaha rumah makan mengurangi takaran penggunaan bumbu ini. Akibatnya para pencicip masakan khas Batak, kecewa karena rasa masakan tak lagi seenak biasanya di lidah. "Biar pun andaliman naik, maunya harga sekali makan itu dinaikkan, jangan porsi andalimannya yang dikurangi," komentar seorang penikmat kuliner Batak di Mandala By Pass Medan saat berbincang dengan admin EKSPRESIANA.
Apakah andaliman hanya ada dan berguna bagi orang Batak? Dulu memang ya, tapi belakangan monopoli itu berangsur bergeser. Bumbu kebanggaan Batak ini, ternyata telah menyebar ke berbagai penjuru
di dunia. Bahkan di Indonesia, andaliman juga dikenal oleh suku
Sunda.Konon orang Sunda yang seleranya juga hampir mirip dengan selera
Batak, alias sama-sama hobi pedas seperti juga halnya orang Padang, ikut
menyediakan posisi khusus terhadap Andaliman, meski Andaliman-nya
sendiri lebih populer diperkenalkan sebagai “Merica Batak”.Namun apapun
namanya, tetaplah itu Andaliman yang selalu andalan utama untuk kuliner
khas Batak (Toba).
Andaliman memang tidak sepedas cabai dan lada, andaliman ini mampu
memberi sensasi mati rasa dan kelu di lidah, alias membuat lidah
bergetar karena rasa dan aromanya yang unik. Quite hot and spicy kalau
om Google bilang. Di kalangan masyarakat Batak, andaliman ini dikenal
sebagai bumbu untuk arsik, saksang, dan sambal natinombur.Rasanya memang
kurang pas tanpa keikutsertaan andaliman.
Merica Batak ini ternyata bukan menjadi monopoli Batak dan Sunda
semata. Bahkan,sebagian masyarakat dunia sudah turut mengonsumsinya.Tapi
diakui,penggunaan tumbuhan liar ini berdasarkan ketertarikan pada
kuliner Batak yang selalu memakai andaliman. Tak hanya untuk keperluan
meracik masakan daging, juga cocok untuk ikan mas, mujair, dan
lain-lain. Negara-negara di Asia, seperti Thailand,Filipina, Nepal,
India, China, Jepang, Korea, Tibet, dan Bhutan juga sudah mengenal
tumbuhan berduri ini.Konon dikenal sebagai Sichuan pepper di Amerika,
merica Batak ini bisa diperoleh pula di asian food store bagi orang
Batak yang tinggal di negeri orang dan sedang ngidam masakan kampung.
Intir-intir bernama biologi Genus Zanthoxylum ini bahkan punya
puluhan variasi yang tergantung pada situasi alam habitatnya. Namun,
sekalipun Afrika merupakan salah satu habitat andaliman, mereka belum
membubuhi masakan mereka dengan andaliman.Orang Afrika mungkin belum
tahu atau belum menyadari kalau tumbuhan liar ini bermanfaat untuk
membuat rasa masakan bernilai plus.
Tak hanya rasa-nya yang getir, andaliman ini juga bisa menjadi
antioksidan bagi tubuh karena mengandung vitamin C dan E yang berguna
untuk menjaga daya tahan tubuh. Bahkan bila diekstraksi secara sokhlet,
bisa meningkatkan jumlah sel limfosit hidup dan menurunkan jumlah
radikal bebas. Dibalik itu semua, ternyata andaliman masih memiliki
banyak manfaat yang lain, termasuk menghambat pertumbuhan 9 mikroba yang
bisa marusak bahan pangan. Dan, hasil riset membuktikan, bahwa makanan
yang dibubuhi andaliman akan lebih awet. Tapi sayangnya, jika ditaruh di
dalam kulkas tak terlalu lama bisa tahan.
Buahnya yang bulat dan kecil ini, berwarna hijau jika masih muda,
merah untuk warna tua, dan hitam untuk yang telah kering. Bila
dikeringkan akan beraroma seperti lemon, dan ya, tentu berubah warna.
Tentu saja, aroma dan warna andalima segar lebih kuat dibandingkan yang
sudah dikeringkan.Intinya, andaliman yang ada di balik sambal
tinombur-nya orang Batak itu,membuat rasa masakan serba wah. Seperti
juga sudah saya tulis pada laman salah satu blog berita.
Karena begitu melekatnya orang Batak dengan andaliman,tak tahu
bagaimana jadinya spesifikasi kuliner Batak, seandainya andaliman
punah.Dulunya andaliman diterabas karena dianggap semak yang mengganggu
areal yang akan digarap jadi lahan perladangan. Tapi sejak andaliman
diuji coba orang-orang tempo dulu sebagai bahan resep masakan, jadilah
andaliman menjadi salah satu komoditi pertanian yang dicari setiap
saat.Tak heran, meski harga andaliman terkadang murah, tapi ada saat
tertentu harga andaliman meroket,terutama di kota besar seperti
Jakarta,Bandung, Surabaya. Konon di Jakarta pernah terjadi harga sekilo
andaliman menembus level Rp 400.000 hinggga Rp 500.000 perkilogram.
Salah satu wilayah yang jadi produsen andaliman terbesar di Tanah
Batak adalah Kecamatan Habinsaran Parsoburan, Kabupaten Toba
Samosir,Sumatera Utara. Selain sebagian wilayah Samosir dan Kabupaten
Humbang Hasundutan.Setiap bulannya, puluhan bahkan ratusan kilo
andaliman dikirimkan toke penampung menuju kota-kota di mana populasi
orang Batak cukup banyak, seperti Jakarta, Bandung,
Pekanbaru,Palembang.Melihat potensi andaliman itulah, sejak tahun 70 an,
pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara memasukkan andaliman menjadi salah
satu tanaman yang perlu dikembangkan,meskipun petani andaliman sejauh
ini belum merasakan apa yang sudah dilakukan pemerintah untuk
melestarikan dan meningkatkan produktivitas andaliman. Itu dicetuskan
sejumlah petani di Kecamatan Nassau Kabuapetn Tobasa.” Kami pelihara
tanaman ini secara tradisional,sebagaimana leluhur mengolahnya secara
turun temurun,”ujar Sipahutar salah seorang warga Desa Batu Manumpak
saat berbincang dengan EKSPRESIANA.
Dia berpendapat, harga andaliman wajar mahal di pasaran, karena
proses pemetikan buah cukup sulit. Tak jarang kebun andaliman itu berada
di areal hutan dengan topografi sulit,selain jauh di luar kampung juga
suasana yang sepi dan sering wanti-wanti kalau ada binatang buas. Selain
itu pengambilan buah andaliman berisiko menimbulkan luka pada tangan
karena durinya yang tajam dan pedih jika kena bagian tubuh. Tapi
kesulitan itu tak dirasakan petani manakala harga andaliman sedang
bagus. Lain halnya saat harga menukik, para petani gundah gulana, malas
bergerak memetik buah andaliman, seraya berharap harga naik lagi
hari-hari berikutnya. Makanya,biarlah harga andaliman itu mahal, dari pada andaliman punah, bagaimana pula itu. Tapi tentu saja harga dimaksud janganlah pula sampai Rp 1 juta sekilo, bisa pingsan pengusaha kuliner "halak hita" di Indonesia. Kalau harganya seratus dollar sekilo di Eropa atau Amerika misalnya, mungkin tidak diaanggap mencekik dompet. Ya kan...