Sabtu, 07 Februari 2015

Di Gunung Ini Remaja Uji Nyali Kibarkan Bendera




Di gunung yang runcing ini anak remaja sering uji nyali hiking. Foto:
SARINGAR.Net Leonardo TS=
 SARINGAR.Net =

Di Kecamatan Nassau Kabupaten Tobasa yang berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara, ada beberapa gunung yang punya keunikan tersendiri. Salah satunya yang namanya Dolok (gunung) Batu Manumpak, yang terletak di Desa Batu Manumpak, sekitar 20 kilometer dari Kota Parsoburan, ibu kota Kecamatan Habinsaran. Infra struktur jalan menuju kawasan itu masih buruk, tapi pemerintah setempat sudah mulai membenahi.
Sebenarnya gunung ini terlihat kecil, bentuknya agak runcing, tingginya diperkirakan hanya sekitar 150 meter, berada di seputaran hutan yang ditumbuhi pepohonan dan rumput ilalang lebat (lihat foto). Pada malam hari, sepintas gunung itu terlihat angker, terutama pada saat bulan purnama. Banyak penduduk sering dicekam rasa was-was, pada hal menurut sejumlah warga gunung itu biaasa-biasa saja. Belum pernah ada kejadian yang membuat gunung ini dianggap “berpenghuni”. Kalau misteri memang kata leluhur di situ memang ada, tapi apa misteri itu kami juga tak tahu, kata seorang warga bernama Tampubolon ketika kompasinaer singgah di sana menunggu hujan reda.
Menurut cerita seorang nenek di Desa Batu Manumpak, pernah tiga orang anak remaja hilang di sekitar gunung itu. Warga pun panic mencari dua hari dua malam. Ada yang menganggap anak-anak itu dilarikan siluman penunggu gunung. Dalam bahasa setempat disebut “homang”. Dukun pintar pun ditanyai, tapi dukun bilang anak-anak itu tidak benar dibawa siluman, melainkan sedang bermain-main di salah satu kota di kawasan itu. Dua hari kemudian ketiga anak muda itu pulang dalam keadaan segar bugar. Rupanya mereka dari kota Balige tanpa pemberitahuan pada orang tua.
Gunung Batu Manumpak, kecil-kecil ternyata punya keunikan atau keistimewaan tersendiri khususnya bagi kaum muda. Gunung yang tampak kurus ini sering dijadikan para remaja sebagai ajang uji nyali menjajal keberanian dan ketrampilan hiking (mendaki gunung). Tak hanya remaja dari desa itu yang sering berani-beranian naik ke gunung, juga remaja dari desa lain sekitar Habinsaran. Hal seperti itu kerap dilakukan pada hari minggu. Tak semua remaja berhasil sampai ke puncak, karena gunung batu cadas itu terlihat mudah ternyata susah didaki setelah dicoba. Rerumputan liar di sekitarnya termasuk penghalang membuat banyak remaja tak mau ikut-ikutan mendaki.
Untuk apa gunung itu didaki? tanya SARINGAR.NET. Seorang ibu tua menimpali,” ya namanya anak muda, anggar jago supaya dibilang hebat.” Tapi si Tampubolon membantah bahwa remaja naik ke gunung karena anggar jago.” Mereka itu sebenarnya berolah raga meniru-niru yang ada di tv, sekali gus merasakan kebanggaan telah pernah sampai di puncak,” katanya seraya menunjuk ke arah gunung.
Sebagai tanda pernah atau telah mampu “menaklukkan” gunung, anak-anak muda itu membawa pertanda berupa bendera yang diikatkan pada sebilah kayu, berukuran dua sampai empat meter. Ketika ada yang sampai ke atas, bendera itu pun ditancapkan di tempat yang mudah terlihat dari bawah. Bendera dalam jangka waktu cukup lama tampak berkibar ditiup angin.
“Minggu lalu masih ada tiga bendera di atas itu, tapi mungkin sudah roboh ditiup angin atau diterpa hujan deras, bendera itu tak kelihatan lagi,” kata Tampubolon.
Kesimpulan jurnalis dengan cerita itu, ternyata setidaknya nilai-nilai heroisme itu realitasnya juga ada di desa pedalaman yang jauh dari kota. Nilai-nilai heroik itu bisa terpicu dari nonton film, dvd, atau apa saja. Atau mungkin, karena memang di desa dengan alam orisinilnya, spirit untuk memperjuangkan sesuatu begitu tinggi. Dalam arti, mereka masih unggul dalam beberapa hal dari kita yang bermukim dengan ragam gaya hidup modern di perkotaan. Mungkin ada yang berpikir, orang menaklukkan Mount Everest, kita menaklukkan Batu Manumpak. Sama saja. Namanya sama-sama gunung koq! (Simak artikel/berita khas aktual di Blog SARINGAR.Net -leonardotsjoentak.blogspot.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar