Rabu, 25 Februari 2015

FOTO NEWS: Jembatan Goyang Hanyut,Jembatan Senggol Gantinya...

Jembatan goyang Dusun Lumbanrihit yang baru pengganti yang hanyut. (LTSS)=

Jembatan atau titi penyeberangan seperti dalam gambar ini merupakan jembatan spesifik yang masih eksis di berbagai tempat. Di kawasan Rura Silindung, Kabupaten Tapanuli Utara, jembatan berciri khas seperti ini dinamakan "jembatan goyang" atau "jembatan senggol'. Istilah jembatan senggol pertama kali muncul pada masa PRRI tahun 1958. Ketika itu pasukan Batalyon 330 Siliwangi yang turun ke Sumatera untuk memadamkan api pemberontakan PRRI, membuat sebuah jembatan plus penyeberangan di Aek Sigeaon, tepatnya di pertengahan antara dua jembatan permanen buatan Belanda di Tarutung.
 Jembatan buatan Siliwangi terbuat dari kayu dengan lebar hanya lebih sedikit dari satu meter. Tiang penopang di dalam sungai juga hanya beberapa tiang bulat, sepintas hanya sebuah jembatan darurat. Ketika orang melintas dari jembatan menuju tanggul di sebelah timur (kompleks HKI), jembatan pasti bergoyang, sehingga banyak orang melintasinya dengan perasaan "deg-deg an". Kemudian muncullah sebutan "jembatan senggol" untuk jembatan kecil itu. Mungkin karena saat beberapa orang melintasinya, saling senggol karena sempit dan goyangan. Cukup lama jembatan senggol bertahan, sampai kira-kira tiga tahun sebelum kemudian hanyut diterjang banjir Aek Sigeaon.
 Di seputaran Rura Silindung, hingga kini masih ada beberapa titi gantung atau jembatan senggol yang dimanfaatkan masyarakat desa menyeberangi sungai. Seperti halnya di Desa Hutabarat Topi Aek atau Rampa. Sejak dulu sebuah jembatan goyang tetap berperan untuk warga yang menyeberangi Aek Situmandi. Tapi konstruksinya sudah lebih permanen dengan tiang besi dan kabel besar. Meski tetap bergoyang saat dilalui, tapi terasa lebih aman. Selain itu jembatan gantung juga ada di Hutagalung Harean, begitu juga di Desa Lumbanrihit Sipoholon.  Jembatan Lumbanrihit selama puluhan tahun berperan menjadi prasarana penyeberangan umum dari Jalan Lintas Sumatera menuju dusun Lumbanrihit. Dusun itu adalah kampung Johnny Simanjuntak alm yang pernah jadi anggota DPR-RI dua periode zaman Orba.
 Pada Desember 2012, hujan deras di kawasan Humbang dan Silindung berkepanjangan, membuat air sungai Sigeaon meluap. Bahkan ada banjir bandang dari arah Sipoholon membawa potongan-potongan kayu besar. Air deras dengan dahsyat menghajar jembatan goyang yang ditopang tiang besi itu, menghanyutkannya pada malam hari tanpa menyisakan apapun kecuali tanggul semen di kedua sisi barat dan timur. Sejak itu beberapa bulan warga yang ingin masuk dan keluar via jembatan goyang itu harus menempuh jalan memutar dari Simanare Sipoholon atau masuk dari kota (Naheong). Anak sekolahan SD dari Desa Parbaju terpaksa tiap hari harus diangkut berkeliling dari kota atas bantuan pemerintah setempat.
 Beberapa waktu kemudian, pemerintah mengucurkan dana untuk mengganti jembatan goyang hanyut itu. Warga sempat berharap pemerintah akan membuat jembatan permanen, apalagi Lumbanrihit itu kampungnya Fernando Simanjuntak, Ketua DPRD Taput ketika itu. Tapi ternyata jembatan penggantinya masih tetap dengan format jembatan bergoyang, malah lebih goyang dari jembatan yang hanyut entah kemana. Hal itu membuat seorang ibu berkomentar setengah guyon saat menyeberanginya." Bah jembatan goyang nunga maup,jembatan senggol panggantina,ate..."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar