Kamis, 11 Desember 2014

Pemikiran Strategis DR RE Nainggolan Untuk Percepatan Kebangkitan Tapanuli (Utara)














DR RE Nainggolan (fb)=
Kabupaten Tapanuli Bagian Utara, Sumut, sering dianggap segelintir orang masih lamban dibanding kabupaten lain produk pemekarannya seperti Toba Samosir dan Humbang Hasundutan. Ada pula opini yang pernah
Dipublisir, bahwa Taput itu masih “jalan di tempat”. Benarkah? Memang lebih banyak yang membantah opini itu dibanding yang menganggukkan kepala. Namun, terlepas dari benar tidaknya
opini tersebut, tak perlu mengundang polemik prokontra masuk ke wilayah opini umum. Artinya, pendapat yang bagaimanapun miringnya, hendaknya digiring sebagai kritik positip dalam kerangka
kepedulian terhadap kondisi Tapanuli Utara. Sekaligus juga menjadi cemeti untuk senantiasa terjaga
mengevaluasi kelemahan dalam konteks percepatan kemajuan.
Di bawah kepemimpinan duet Nikson Nababan dan Mauliate Simorangkir yang pada masa kampanye diakronimkan NIKMAT, memang belum bisa diukur sudah sejauh mana hasil yang sudah
dicapai, terkait visi misi yang mereka usung. “Masih terlalu dini menilai dan apa parameternya
juga masih harus jelas, karena usia kepemimpinan beliau setahun pun belum genap,” kata Reynold
Simanjuntak, perantau asal Tarutung yang kini bermukim di Halmahera, Maluku Utara, saat pulkam baru-baru ini. Karenanya, jika buru-buru sudah ada opini yang mengemuka bahwa duet itu tidak
menunjukkan gebrakan berarti, itu hanya opini emosional yang tidak diperkuat penilaian yang
argumentatif.
Pasca pemekaran yang antara lain juga dibidani RE Nainggolan saat menjabat Bupati Taput, memang beban eksekutif dan legislatif untuk mengurus wilayah yang memiliki 15 kecamatan ini terasa sudah lebih ringan. Dibanding ketika Taput sebegitu luasnya dan sebegitu kompleksnya kebutuhan dan problema yang harus diatasi. Namun hal itu bukan berarti bahwa memacu percepatan kemajuan kabupaten induk ini  sudah gampang. Secara global Reynold melihat masalah krusial yang harus diatasi, bagaimana melipatgandakan alokasi dana pusat dan provinsi untuk
mengintensifkan kemajuan daerah ini. Kepiawaian dan kegigihan eksekutif berkolaborasi dengan legislatif melakukan lobi-lobi ke pusat, sangat menentukan.” Saya rasa keterlibatan Pak RE Nainggolan sebagai tokoh masyarakat Sumut yang lama berkecimpung sebagai birokrat tulen sangat dibutuhkan ikut menggeluti problema yang dihadapi pada periode kepemimpinan Nikson Nababan dan Mauliate Simorangkir.Karena Pak Nainggolan itu cukup berpengaruh di level provinsi maupun pusat,” papar Reynod Simanjuntak, salah satu caleg PDI Perjuangan untuk provinsi Maluku Utara yang belum beruntung ikut duduk sebagai legislator pemenang. RE Nainggolan yang dimaksud adalah mantan Sekda Provinsi Sumatera Utara, mantan Bupati Tapanuli Utara periode 1999-2004, yang kemudian memilih menapaki karier kepamongannya daripada memenuhi aspirasi masyarakat menjabat Bupati untuk kedua kalinya.
Lebih jelasnya, Reynold meringkaskan opininya, bahwa “pemikiran tokoh sekaliber RE Nainggolan
masih dibutuhkan dalam konteks bmempercepat kemajuan Taput ke depan”. Dengan kata lain,  duet pemimpin Taput  Nikson-Mauliate, hendaknya tangan terbuka menerima bahkan meminta kesediaan tokoh-tokoh asal Taput seperti RE Nainggolan sebagai memperkuat barisan think thank yang ada.  Dengan catatan, jangan pernah timbul keraguan apalagi rasa malu melibatkan ide-ide orang di luar pemerintahan sepanjang untuk melengkapi dan menyempurnakan program yang telah diplot. Banyak pemimpin yang merasa risih kalau programnya dimasuki ide pihak eksternal, dan itulah yang disebut egoisme ide yang sering merugikan jalannya roda pembangunan.
Taput itu, masih opini yang dikutip dari putra Tarutung beristerikan perempuan Halmahera ini, sebagai daerah yang masih mengandalkan sektor pertanian sebagai kontributor utama, masih banyak kekurangan di sana-sini. Masih banyak petani yang susah berbuat banyak untuk peningkatan kesejahteraannya karena dililit kemiskinan permodalan, dan masih kurangnya pemahaman tentang modernisasi pertanian, karena sentuhan dari aparat instansi terkait tidak (belum) ada. Dan kalau pun sentuhan aparat seperti PPL katanya sudah ada, namun belum signifikan. Mayoritas petani di daerah pedalaman masih terperangkap ketidaktahuan atau apatisme menyangkut kinerja pemerintah dalam mensejahterakan hidupnya. Arti kasarnya, kalaupun misalnya rakyat itu tahu ada kegiatan pembangunan di daerahnya, seolah-olah mereka menganggap itu hanya untuk keuntungan pihak tertentu saja (kontraktor misalnya). Banyak warga desa masih berwajah masam sekalipun ada proyek pembangunan di daerahnya.
Mengapa. Karena mindset kebanyakan warga di desa masih berkutat pada pola pikir lama yang tak sesuai lagi dengan perubahan. Ketika ada acara-acara seremonial dihadiri petinggi pemerintahan di desa, warga desa memang berbondong-bondong hadir. Keingintahuan memang normal ada pada setiap orang. Tapi begitu warga menyimpulkan bahwa subtansi seremoni masih dibingkai kata “akan”, di saat itu pula akan terdengar senyum apatis diselingi komen-komen yang tak enak didengar telinga.
Artinya di sini, berangkat dari opini Reynold tadi, sentuhan-sentuhan berpola blusukan a la Jokowi memang mudah populer. Tapi apakah pola-pola pendekatan bergaya seremonial memang akan membuahkan hasil, itulah yang perlu dicermati.
Karena itu, beralasan juga jika pelibatan tokoh-tokoh berpengalaman birokrasi seperti RE Nainggolan atau tokoh lain yang kapabelitas dan kredibilitasnya tak diragukan, dalam melengkapi pemikiran-pemikiran para think thank  di lingkungan Pemkab Taput, merupakan alternatif yang perlu direalisasikan. Tokoh sekaliber RE Nainggolan yang dikenal cinta sepenuh terhadap bona pasogitnya Tapanuli Utara, pasti tidak berkeberatan bila trik dan pendapatnya memang diminta tanpa mengurangi kompetensi kepemimpinan daerah. Beliau tentu punya konsep strategis yang belum sempat diimplementasikan saat menjadi bupati di sana. (=)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar