Kamis, 25 Desember 2014

Sitor Situmorang,Penyair Yang Setia Mencintai Tanah Leluhur Hingga Akhir Hayat




Sitor Situmorang membaca sajaknya =
 BATAKINDONEWS.Com - Orang Batak yang berbakat seni sastra itu, banyak. Tapi yang sekaliber Sitor Situmorang masih bisa dihitung jari. Kabar meninggalnya Sitor di Negeri Belanda, membekaskan duka cukup mendalam bagi masyarakat sastra Indonesia, dan rasa kehilangan seorang putra terbaiknya bagi warga Samosir di kawasan Danau Toba, Tapanuli. Siapa Sitor Situmorang, tidaklah sulit menyimak di laman-lamann internet, semisal Wikipedia. Beliau adalah salah satu putra dari Ompu Babiat Situmorang, panglimanya Raja Sisingamangaraja XII yang namanya cukup,  melegenda dalam sejarah perjuangan menentang Belanda. Almarhum Sitor juga adalah saudara kandung dari Humala Fredrick Situmorang, yang pernah menjadi Bupati Tapanuli Utara pasca kemerdekaan. Itu dibenarkan Martua Situmorang, seorang tokoh pendidikan di Tapanuli Utara ketika dikonfirmasi EKSPRESIANA, Kamis malam (25/12)." Benar, dia adalah putra Ompu Babiat Situmorang,panglima Raja Sisisngamangaraja XII," ujarnya lewat seluler.
 Sitor yang lama bermukim di negeri isterinya, Belanda, melalui tulisannya menunjukkan kecintaannya yang begitu besar terhadap kampung halamannya Samosir, khususnya Harianboho. Di Harianboho masih ada rumah parsaktian keluarga, dan sering dikunjunginya saat pulang ke Indonesia. "Dia adalah penyair Batak kaliber nasional yang setia mencintai tanah leluhur," komentar Leonardo TS Simanjuntak, seorang penulis asal Tarutung, yang juga pengagum Sitor.
 Penyair Sitor Situmorang, 91 tahun, meninggal, Ahad, 21 Desember 2014, di Belanda. Sastrawan angkatan 1945 itu mengembuskan napas terakhirnya karena usianya sudah lanjut. "Saya diberi tahu keluarga tadi pagi. Terakhir berat badannya susut menjadi 37 kilogram," kata sejarawan, JJ Rizal.

 Rizal mengatakan hingga kini jenazah masih disemayamkan di kediaman istrinya, Barbara Brouwer, di daerah Apeldoorn, sebuah gemeente Belanda yang terletak di Provinsi Gelderland. Mayoritas penduduknya merupakan keturunan Maluku yang sudah berdiam setelah perang dunia kedua.

 Saat ini, ujar Rizal, pihak keluarga tengah merembukkan wasiat Sitor yang ingin dimakamkan di tanah kelahirannya. Wasit itu dituangkan Sitor dalam sajak berjudul Tatanan Pesan Bunda. Dalam sajak itu, Sitor ingin kuburkan di samping ibunya di seputaran pinggiran  Danau Toba.

 Menurut Rizal, Sitor salah satu tokoh yang berpengaruh terhadap dunia sastra di Indonesia. "Dia satu-satunya sastrawan angktan 45 yang ketika usia 85 tahun masih produktif menulis," ucap dia. Selain produktif, kualitas sajaknya pun patut diacungi jempol.

Beberapa karya Sitor kemudian mendapat penghargaan di antaranya, Pertempuran dan Salju di Paris (1956) mendapat Hadiah Sastra Nasional 1955 dan kumpulan sajak Peta Perjalanan meraih Hadiah Puisi Dewan Kesenian Jakarta 1976. Sitor membuat karya di dalam penjara.

Penyair kelahiran Harianboho, Kabupaten Samosir , Sumatera Utara, itu dipenjara sebagai tahanan politik pada 1957-1974 oleh pemerintah Orde Baru. Karya-karyanya dibekukan dan tidak diterbitkan. "Konsekuensi kesetiaannya pada Sukarno," ucap Rizal.

Sitor memulai kariernya dalam bidang jurnalistik. Ia menjadi wartawan harian Suara Nasional dan harian Waspada pada 1945-1947. Ia pernah menjadi dosen Akademi Teater Nasional Indonesia serta anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara mewakili kalangan seniman. ( sumber lainnya Tempo.Co)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar