Kamis, 25 Desember 2014

Puisi Menyambut Jenazah Sitor







Sitor meninggal, disambut dengan puisi=

  EKSPRESIANA- Blog ini menayangkan beberapa bagian berita mengenai meninggalnya penyair asal Batak, Sitor Situmorang, sebagai respek terhadap ketokohan almarhum di bidang sastra Indonesia. Sitor lahir di Harianboho, sebuah wilayah kecamatan di Kabupaten Samosir. Bbeberapa dokumentasi tentang desa dan foto rumah parsaktian (peninggalan leluhur Sitor), pernah didokumentasi blogger EKSPRESIANA, yang suatu saat juga akan ditayangkan di laman ini.
Informasi terakhir seputar meninggalnya Sitor cukup membanggakan. Disebutkan bahwa pemerintah Indonesia membantu biaya pemulangan jenazah Sitor ke Indonesia, sebesar Rp 76 juta. Ini berarti, Pemerintah Indonesia menghargai kepenyairan Sitor Situmorang.  Sejarawan JJ Rizal mengharapkan para penyair hadir menyambut jenazah penyair Sitor Situmorang, 91 tahun. Jenazah Sitor, yang meninggal di Belanda 21 Desember lalu, direncanakan tiba di Indonesia pada 29 Desember pukul 18.00 WIB di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang. (Baca: Penyair Sitor Situmorang Wafat di Belanda)

Begitu tiba, kata dia, jasad Sitor segera di bawa ke Galeri Nasional, Gambir untuk disambut dalam acara dzikir puisi. "Kami undang penyair senior dan junior untuk membacakan sajaknya di dekat Sitor," kata Rizal saat dihubungi pda Kamis, 25 Desember 2014. (Baca: Jenazah Sitor Situmorang Dipulangkan ke Indonesia)

Menurut Rizal, pembacaan sajak itu adalah untuk cara menghormati Sitor. "Bisa dengan sajak hasil karya sendiri atau ciptaan Sitor."

Pada 30 Desember, Jenazah Sitor akan disambut dengan seremoni adat. "Yakni upacara Rapat Raja Adat," kata Rizal. Sitor lalu di bawah ke tanah kelahirannya yakni di Harianboho, Tapanuli Utara, Sumatera Utara untuk dimakamkan pada 1 Januari 2015.

Menurut Rizal, Sitor salah satu tokoh yang berpengaruh terhadap dunia sastra di Indonesia. "Dia satu-satunya sastrawan angktan 45 yang ketika usia 85 tahun masih produktif menulis," ucap dia. Selain produktif, kualitas sajaknya pun patut diacungi jempol.

Penyair kelahiran Tapanuli Utara, Sumatera Utara, itu dipenjara sebagai tahanan politik pada 1957-1974 oleh pemerintah Orde Baru. Karya-karya dia dibekukan dan tidak diterbitkan. "Konsekuensi dengan Sukarno," ucap Rizal. (Leonardo TSjoentak/bacaan pendamping : tempo)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar