Senin, 11 Agustus 2014

Indahnya " Tangiang ni Dainang" Dinyanyikan Iis Sugianto



Begitulah indahnya seni nyanyi/musik. Bukan bahasanya yang penting, tapi terutama irama,rytme, musik yang mengiringi, dan siapa yang menyanyikan. Yang terakhir ini penting, selain tiga faktor di atas.
Misalnya, ketika artis top Eddy Silitonga mendendangkan lagu Minang atau Melayu Deli. Terasa pas bangat. Dan yang mendengar (orang Minang atau Melayu) tak terlalu pusing menyimak suara siapa yang begitu merdu dan fasih mendendangkan lagu etnik mereka. Atau ketika penyanyi papan atas Broery Pesolima  Nia Daniaty atau Andi Meriem Matalatta  rekaman lagu Batak Toba dan albumnya meledak di pasaran.
Itulah muzijatnya seni musik. Sama  ketika kita  tak paham bahasa Inggeris, Latin, Cina, Italia dan sebagainya saat mendengar sebuah lagu, yang penting lagu/iramanya bagaimana, musiknya pas nggak atau fals, sentimental atau kocak. Lagu Melayu, Sunda, Padang, Ambon, Papua, Jawa, juga akrab di telinga ini walau saya tak mengerti lyriknya. Pada  acara-acara informal, sering terdengar para pejabat daerah ketika didaulat menyanyi, yang dinyanyikan lagu daerah dimana ia bertugas. Untuk penyesuaian barangkali, bisa benar. Begitu juga kalau pejabatnya orang Batak tugas di Ambon atau Jawa, tak jarang menyanyikan lagu daerah setempat. Itu manifestasi respek terhadap etnik tempatnya tugas.
  Dulu seorang Dandim atau Kapolres di Taput suka nyanyi lagu Batak Anju Au saat lagu itu sedang ngetop.Meski aksen bahasanya kurang pas, tapi jadi enak didengar mungkin karena logatnya beda.
Sebagai orang Batak, saya terharu baru-baru ini saya makan di rumah makan Padang di Kisaran, Kabupaten Asahan,lagu yang dari tadi diputar melalui dvd kebanyakan lagu Batak yang dinyanyikan Broery Pesolima dan Iis Sugianto. Dua penyanyi non Batak berasal dari dua etnik berbeda. Pasti banyak yang tahu Iis Sugianto yang mempopulerkan lagu Jangan Sakiti Hatinya karya Rinto Harahap.Suara Iis yang merdu punya ciri khas yang diidolakan banyak orang sejak dulu, bahkan saat kini setelah ia mulai memasuki usia senja.Album lagu Bataknya dalam video klip yang juga diunggah di You Tube sangat laris di pasaran.Terutama saat Iis menyanyikan Tangiang ni Dainang dan Buni di ate-ate. Terdengar lebih menyentuh dengan iringan musik yang apik.
"Ibu dari tadi putarin lagu Batak itu, memangnya enak?" tanya saya saat ibu pemilik warung menyuguhkan makanan yang saya pesan.
"Saya sih suka aja dengar lagunya walau tak mengerti banyak," katanya tersenyum lembut. Ibu tiga anak bersuamikan pria Minang ini, asli orang Jawa dari Gombong, Kebumen, Jawa Tengah. Diajak cerita ibu ini malah berkisah nostalgia tentang Pak Dahlan, suaminya. Dulunya ia seperti nikah terpaksa dan banyak hambatan saat sudah saling setuju nikah. Pihak keluarga pak Dahlan kurang setuju bermenantukan Sutinah, karena Dahlan sudah dijodohkan dengan gadis Minang pilihan mereka. Tapi yang tak setuju itu hnya ayahnya Dahlan, sedang isterinya ibu Sutinah tak mempersoalkan pada siapapun anaknya nikah. Tapi Dahlan dan Sutinah tetap nikah juga di Medan. Dan lebih lima tahun ayah Dahlan tak mau openin pernikahan anaknya dengan boru Jawa itu. Tapi ibu Dahlan tak henti-hentinya membujuk suaminya dengan sabar dan mendoakan agar pendirian suaminya berobah. Sampai akhirnya suatu saat ayah Dahlan menyadari tindakannya yang keliru, dan sejak dua tahun lalu sudah mau
mengunjungi anak dan menantunya di Kisaran. Bahkan ia jadi salah satu kakek berbahagia melihat cucunya yang lucu sudah tumbuh sehat dan bisa diajak bemain. Ayah Dahlan lebih bahagia, melihat kehidupan anak dan menantunya tak kurang suatu apapun melayarkan bahtera rumah tangganya. Usaha rumah makan yang semula hanya warung kecil pinggir jalan, meningkat jadi resto yang laris. Rencananya Dahlan sekeluarga mau pindah buka resto lagi di Pekanbaru. "Kalau kalian butuh tambahan modal, jangan segan minta ke ayah," kata ayah Dahlan belakangan. Tapi Dahlan bilang mereka cukup modal, bahkan membantu ayah ibunya serta mertuanya di Kebumen pun sanggup bila dibutuhkan.
"Saya juga mengakui betapa doa seorang ibu sangat ampuh untuk anak-anaknya, meski saya wanita Jawa tapi saya sangat terharu dan senang setiap memutar lagu Tangiang ni Dainang apalagi kalau yang nyanyikan Iis Sugianto dengan suaranya yang lembut tiada duanya," tutur Sutinah. Lalu ia menuju pesawat dvd, mengutak-atik sejenak memutar ulang lagu Tangiang ni Dainang (Doa Ibu) yang tadi sudah selesai didendangkan penyanyi cantik bersuara berlian Iis Sugianto.Awalnya Sutinah tak begitu mengerti lyrik lagu itu. Ia punya banyak langganan sopir truk orang Batak yang sering makan ke restorannya. Dari mereka lah Sutinah sedikit banyak tahu arti syair lagu itu meskipun masih kurang pas.Ibu itu mengaku tersentuh dengan irama lagu dan makna lyriknya yang terkait dengan doa seorang ibu.
Saya pun membantu ibu itu menerjemahkan lagu Tangiang ni Dainang atas permintaannya, supaya lebih pas dipahaminya.
TANGIANG NI DAINANG (DOA IBU)
Tangiang ni dainangi ( doa sang ibu)
Na parorot tondikki ( yang selalu menjaga jiwaku)
Manang didia pe au manang didia pe au (dimanapun aku berada, dimanapun aku berada)
Tongtong do diramoti ( selalu menyertai/memberkati)
Nang sipata sala au (walau terkadang aku salah)
Tartuktuk au di lakkakki (aku tersandung dalam perjalanan hidupku)
Diboan ho di tangiangmu diboan ho di tangiangmu ( selalu kau doakan selalu kau doakan)
Inangku na burju ( ibuku yang baik hati)
Reff:
Hudai na tonggi di parngoluon on
( kucicipi manisnya hidup ini)
Upa ni loja mi tu hami gelleng mon
( Itu upah dari jerih payahmu buat kami anak-anakmu)
Mauliate ma inang (terima kasih untulmu ibu)
Di sude tangiangmu (atas semua doamu)
Penggeng saur matua penggeng saur matua ( moga ibu panjang usia)
Paihut-ihut hami (selalu memberkati kami)
Ibu Sutinah serius mencatat terjemahan yang saya berikan, sementara suara Iis Sugianto yang lembut mendayu-dayu masih terdengar mewarnai suasana restoran yang mulai ramai dikunjungi orang-orang yang makan siang. Para tamu itu yang mungkin bukan orang Batak Toba, tampaknya turut menikmati lagu itu, bahkan ada orang pria berbadan besar itu sepertinya ikut mendendangkan lagu itu dengan suara perlahan...(Dari tulisan Leonardo Simanjuntak di Kompasiana/Kompas.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar