Jumat, 29 Agustus 2014

Gordon Tobing Pakai Gitar Sipoholon di Moskow?




Albert Hutagalung mewarisi talenta ayahnya meneruskan pembuatan
gitar Sipoholon (Foto:Leonardo TS Joentak)


  Waktu saya bepergian ke Surabaya tahun lalu, saya melihat tetangga tante saya sedang main gitar. Bunyi dentingan snar gitarnya terdengar sangat bagus, tak kalah dari denting gitar buatan terbaik di Meksiko atau Yamaha Jepang. Setelah saya berkenalan dengan anak muda pemain gitar bernama Gito Sarjono itu, ternyata gitar yang dipakainya buatan Sipoholon, sebuah kecamatan terkenal di Sumatera Utara karena pemandian air panas belerangnya.
“Wah ini gitar buatan Sipoholon ya, kok jauh kali ke sini ada gitar Sipoholon,” kata saya pada Gito. Kata Gito saat SMA dulu ia punya teman marga Hutabarat, dan di tempat kos sering pakai gitar buatan Sipoholon. Setelah lulus SMA, Gito melanjut ke Surabaya atas saran kakaknya. Untuk mengusir kesepian dan refreshing saat jeda belajar, Gito merasa perlu gitar. Tapi ia ingin gitar Sipoholon seperti dipakainya waktu di Medan, karena kualitasnya tak kalah disbanding gitar yang dijual di toko. Gito pun memesan via temannya sebuah gitar Sipoholon, waktu itu harganya masih Rp 500.000.
Gitar buatan Sipoholon, Tapanuli Utara, Sumatara Utara,memang sudah lama mengukir kebanggaan dalam sejarah. Bahkan boleh disebut sudah legendaries. Meski sudah sering dipublikasikan beberapa media cetak, tapi detailnya kurang tanpa mengungkap proses alih generasi yang terjadi saat ini. Tokoh pembuat gitar Sipoholon yang sering diekspos adalah K.Hutagalung, yang kini sudah almarhum. Beliau memang kreator pertama, yang melahirkan salah satu alat musik akustik yang denting senarnya enak didengar itu.
K Hutagalung sudah tiada, tapi gitar Sipoholon – yang kini dinamakan Gitar Bona Pasogit- tetap eksis. Keahlian Hutagalung menukangi gitar, ternyata diwarisi dua putranya. Salah satunya adalah A Hutagalung (65), yang kini membuka sanggar tersendiri di pinggir Jalan Raya Km 3 Sipoholon-Tarutung. Dengan penuh semangat, pria beristrikan boru Hutabarat ini tiap hari tampak bekerja telaten menekuni pembuatan gitar. Baginya, tiada hari terlewatkan tanpa membuat gitar. Sering, seharian penuh hanya memakai kaos kutang, Hutagalung asyik mendesain gitar buatannya.
“Dulu sudah ikut membantu bapak, makanya sudah tahu cara pembuatannya”, katanya kepada penulis. Pembuatan gitar sudah dimulai alm K Hutagalung pada 1957. Sejalan dengan pembuatan organ gereja, yang waktu itu disebut Poti Marende (peti bernyanyi). Dalam wawancara dengan wartawan dulu, K Hutagalung mengatakan, gitar buatannya sudah terjual beberapa buah tahun 60 an. Tapi saat itu pembuatan gitar masih dianggap selingan, di sela-sela kesibukan merakit organ gereja."Saya dengar penyanyi bersuara hebat Gordon Tobing itu memakai gitar buatan saya waktu dia bersama rombongan grupnya Impola melawat ke Moskow dan Cina. Di sana mereka bertemu Presiden Soekarno, dan Presiden memuji ada orang Batak menyanyi di luar negeri. Saat itu seperti saya baca di koran, Presiden Soekarno sedang berkunjung ke Sovyet, dan Gordon bersama kawan-kawannya juga kebetulan diundang untuk suatu acara kesenian," tutur Hutagalung ketika itu. Namun ia tak memastikan, apa benar Gordon Tobing memakai gitar Sipoholon buatannya sampai ke luar negeri. "Waktu mendengar cerita tentang itu, saya merasa sangat bangga, dan mendorong saya lebih teliti membuat gitar, agar lebih bagus lagi suaranya," papar orang tua bertubuh kurus itu. Wawancara penulis dengan K Hutagalung (alm) itu dimuat di Harian "Sinar Indonesia Baru" (SIB) yang ketika itu sedang meroket popularitasnya. Tapi, beda dengan gitar, pembuatan organ yang mengandalkan power angin dengan genjotan kaki itu, kini terpaksa dihentikan. Pasalnya, kalah bersaing dengan organ/keyboard buatan luar negeri,seperti Yamaha,Roland, Technick KN, dan lain-lain. “Sekarang, kami fokus hanya membuat gitar, karena poti marende sudah tak laku lagi,kalah dengan keyboard canggih”, tutur pria beranak delapan ini.
Hutagalung tak bisa memastikan berapa sudah jumlah gitar yang diproduksi sejak 1957. Perkiraannya, antara 8 ribu sampai 10 ribuan buah. Pemesannya juga dari berbagai pelosok Nusantara. Bahkan, gitar buatan mereka sudah ada yang dipakai di luar negeri, seperti Jerman, Belanda, Malaysia, Singapura. Karena banyak orang memesan gitar buatannya untuk diberikan sebagai souvenir buat kerabat di luar negeri. Dulunya, selain gitar dan keroncong, almarhum K Hutagalung juga membuat strumbas. Yakni gitar besar yang khusus digunakan untuk bas. Sekarang, strumbas tak dibuat lagi, setelah munculnya gitar elektronik khusus untuk bas.
Menurut Albert Hutagalung, nama Bona Pasogit dicantumkan atas saran dari RE Nainggolan (waktu itu Bupati Taput).”Pak RE Nainggolan memang hebat. Dia sangat memperhatikan industri kerajinan tangan daerah ini. Pernah satu waktu, beliau memesan gitar sepuluh buah sekali gus, untuk disumbangkan. Beliau yang membayar semua”, kata Hutagalung mengenang.
  Harga gitar Sipoholon saat ini memang naik, berhubung kenaikan harga bahan.” Sekarang saya jual antara Rp 700 ribu sampai Rp 800 ribu”, katanya seraya memastikan kualitas gitar buatannya terjamin.Tidak kalah dari gitar yang dijual di toko. Banyak penyanyi Batak di Jakarta yang sudah memakai gitar buatannya. Proses pembuatannya tergantung kerja keras. Terkadang empat gitar bisa diselesaikan dalam seminggu. Tak jarang harus antre, karena banyaknya pesanan dari berbagai daerah, paparnya seraya menunjuk kertas bertuliskan nama pemesan yang ditempelkan di dinding sanggar kerjanya. Gitar Sipoholon dibuat menggunakan kayu khusus yang harganya saat ini lumayan mahal. Bahan kayunya jenis kayu antuang yang masih ada tumbuh di daerah pedalaman, walaupun pepohonan sudah makin menipis di kawasan hutan akibat perambahan hutan oleh toke-toke kayu yang legal maupun yang illegal.
Lalu, benarkah putra-putri asal Tarutung-Sipoholon umumnya pintar main gitar, sehingga banyak gadis non Batak yang keranjingan pada pemuda dari daerah ini? 
Boleh jadi. Dan mungkin salah satu factor pendukung, karena gitar Sipoholon banyak dimiliki keluarga di daerah itu.(Leonardo TS/ Disempurnakan dari Kompasiana/Kompas.Com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar