Jumat, 15 Agustus 2014

Nama Kota itu berasal dari Pohon Durian

Pohon durian yang tumbuh di pusat kota Tarutung,ibukota Kabupaten Tapanuli Utara hingga kini masih tumbuh dengan baik, dan pada saat-saat tertentu pohon tua yang dianggap bersejarah itu masih berbuah. Sering buahnya jatuh di jalanan, diambil anak sekolah yang melintas di sana.
Pohon durian yang terletak tak jauh dari rumah dinas Bupati, dianggap bersejarah, simbol berdirinya Kota Tarutung. Menurut Van Mook Lumbantobing (alm) seorang tokoh daerah ini semasa hidupnya, usia pohon tersebut diperkirakan 200 tahun lebih. Dulunya pohon durian ini menjadi tempat bertemu para pedagang dari berbagai pelosok, untuk barter (tukar menukar) barang dagangannya. Sebagai tempat janji bertemu setiap hari pekan besar (Sabtu) , lama kelamaan nama daerah itu terbiasa disebut Tarutung. Durian dalam bahasa Batak disebut “TARUTUNG”.
Pohon durian bersejarah ini hingga kini masih sering menghasilkan buah, tapi waktunya tidak menentu. Terkadang sekali dalam dua tahun, tapi terkadang hanya sekali dalam tiga tahun. Warga di sekitar mengatakan, buahnya masih bagus dan lezat, tak beda dari durian yang dijual di pasar. Karena pohon tersebut persis berada dekat jalan alternatif dari Jalan Sisingamangaraja ke arah tangsi, tak jarang buahnya jatuh sendiri.”Kami sudah dua kali mendapat durian runtuh dari atas itu, ya langsung kami makan,” kata Dion, seorang pelajar.
Sejauh ini tak ada orang yang mengklaim pohon durian itu miliknya. Pohon itu dianggap milik semua warga Tarutung. Sebuah prasasti dibangun pihak Pomparan Guru Mangaloksa (PGM), persatuan empat marga (Hutabarat, Panggabean, Hutagalung, Hutatoeruan), dekat pohon tersebut, dilengkapi dengan pagar besi. Maksudnya, sebagai tanda bahwa pohon itu dilindungi, karena bernilai sejarah. Bahkan, beberapa waktu lalu di lokasi pohon itu PGM pernah melaksanakan perayaan Natal khusus, diikuti pomparan marga yang tergabung dalam PGM.
Cerita versi lain menyebut, di bawah pohon durian itu pula misionaris Dr IL Nommensen sering duduk beristirahat dan berbincang dengan para pedagang yang datang dari berbagai pelosok. Di situ pula Nommensen menyempatkan waktunya menyebarkan agama Kristen, meski awalnya banyak yang menentangnya. Bahkan ada pula yang mempercayai, bahwa Raja Sisingamangaraja XII juga pernah singgah istirahat di bawah pohon, pada masa perjuangan melawan colonial Belanda dulu.
Uniknya, di kota kecil yang terletak dalam lembah ini jarang ada pohon durian.Kalau pun ada, tanah di daerah Tarutung dikatakan tak cocok untuk bertanam durian. Sebab, walaupun tumbuh dengan baik, tapi sulit berbuah. Justru durian banyak tumbuh di wilayah Pahae sebelah Selatan Tarutung, bahkan menjadi sumber penghasilan banyak warga. “ Anehnya pohon durian yang di Tarutung masih bisa bertahan tumbuh , ratusan tahun masih eksis dan masih bisa berbuah,” tutur Op Ranggiting Sitompul, warga Pahae yang ditemui kompasianer sedang duduk mengaso di bawah pohon tersebut.
Kota Tarutung kini menjadi salah satu destination area wisata rohani, sejak mantan Bupati Lundu Panjaitan membangun monument Salib Kasih di pegunungan Siatas Barita, yang makin ramai dikunjungi wisatawan lokal maupun mancanegara. Monumen Salib Kasih dibangun Lundu untuk mengenang jasa DR IL Nommensen misionaris Jerman yang berhasil menyebarkan agama Kristen di Tanah Batak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar