Pohon
durian yang terletak tak jauh dari rumah dinas Bupati, dianggap
bersejarah, simbol berdirinya Kota Tarutung. Menurut Van Mook
Lumbantobing (alm) seorang tokoh daerah ini semasa hidupnya, usia pohon
tersebut diperkirakan 200 tahun lebih. Dulunya pohon durian ini menjadi
tempat bertemu para pedagang dari berbagai pelosok, untuk barter (tukar
menukar) barang dagangannya. Sebagai tempat janji bertemu setiap hari
pekan besar (Sabtu) , lama kelamaan nama daerah itu terbiasa disebut
Tarutung. Durian dalam bahasa Batak disebut “TARUTUNG”.
Pohon
durian bersejarah ini hingga kini masih sering menghasilkan buah, tapi
waktunya tidak menentu. Terkadang sekali dalam dua tahun, tapi terkadang
hanya sekali dalam tiga tahun. Warga di sekitar mengatakan, buahnya
masih bagus dan lezat, tak beda dari durian yang dijual di pasar. Karena
pohon tersebut persis berada dekat jalan alternatif dari Jalan
Sisingamangaraja ke arah tangsi, tak jarang buahnya jatuh
sendiri.”Kami sudah dua kali mendapat durian runtuh dari atas itu, ya
langsung kami makan,” kata Dion, seorang pelajar.
Sejauh
ini tak ada orang yang mengklaim pohon durian itu miliknya. Pohon itu
dianggap milik semua warga Tarutung. Sebuah prasasti dibangun pihak
Pomparan Guru Mangaloksa (PGM), persatuan empat marga (Hutabarat,
Panggabean, Hutagalung, Hutatoeruan), dekat pohon tersebut, dilengkapi
dengan pagar besi. Maksudnya, sebagai tanda bahwa pohon itu dilindungi,
karena bernilai sejarah. Bahkan, beberapa waktu lalu di lokasi pohon itu
PGM pernah melaksanakan perayaan Natal khusus, diikuti pomparan marga
yang tergabung dalam PGM.
Cerita
versi lain menyebut, di bawah pohon durian itu pula misionaris Dr IL
Nommensen sering duduk beristirahat dan berbincang dengan para pedagang
yang datang dari berbagai pelosok. Di situ pula Nommensen menyempatkan
waktunya menyebarkan agama Kristen, meski awalnya banyak yang
menentangnya. Bahkan ada pula yang mempercayai, bahwa Raja
Sisingamangaraja XII juga pernah singgah istirahat di bawah pohon, pada
masa perjuangan melawan colonial Belanda dulu.
Uniknya,
di kota kecil yang terletak dalam lembah ini jarang ada pohon
durian.Kalau pun ada, tanah di daerah Tarutung dikatakan tak cocok untuk
bertanam durian. Sebab, walaupun tumbuh dengan baik, tapi sulit
berbuah. Justru durian banyak tumbuh di wilayah Pahae sebelah Selatan
Tarutung, bahkan menjadi sumber penghasilan banyak warga. “ Anehnya
pohon durian yang di Tarutung masih bisa bertahan tumbuh , ratusan tahun
masih eksis dan masih bisa berbuah,” tutur Op Ranggiting Sitompul,
warga Pahae yang ditemui kompasianer sedang duduk mengaso di bawah pohon tersebut.
Kota
Tarutung kini menjadi salah satu destination area wisata rohani, sejak
mantan Bupati Lundu Panjaitan membangun monument Salib Kasih di
pegunungan Siatas Barita, yang makin ramai dikunjungi wisatawan lokal
maupun mancanegara. Monumen Salib Kasih dibangun Lundu untuk mengenang
jasa DR IL Nommensen misionaris Jerman yang berhasil menyebarkan agama
Kristen di Tanah Batak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar