|
SARINGAR.Net - Orang Batak umumnya pasti kenal andaliman.
Itu adalah salah satu tumbuhan pelengkap masakan khas Batak. Masakan khas
semisal na ni arsik, jagal sangsang, na niura, dan lain-lain,
tidak klop,tanpa andaliman. Sebuah hajatan (pesta) adat Batak, selalu
menyajikan ikan mas arsik, demikian
halnya jagal (daging hewan) yang
bumbu utamanya,ya itu tadi:andaliman.
Begitu juga rumah makan Batak.Pasti selalu menyiapkan andaliman, sebagai resep utama. Kuliner Batak tanpa andaliman bisa
kehilangan spesifikasinya.
Orang Batak yang tersebar di berbagai
daerah, bahkan mancanegara, selalu mengungkapkan kerinduannya terhadap makanan
Batak yang dibumbui andaliman.
Seperti dicetuskan Raymond Pasaribu, warga asal Sibolga yang lama menetap di
Sidney, Australia.”Ai adong dope
andaliman di hitaan? Nunga tung masihol dila mandai dekke arsik dohot jagal na
marandaliman”, (masih adakah andaliman di kampung kita. Sudah rindu rasanya
lidah ini mencicipi ikan yang diresep dengan andaliman). Ungkapan serupa,
sering terdengar dari orang-orang Batak di rantau. Lumayan, di kota
seperti Medan, Jakarta, Pekan Baru, orang Batak belum
kesulitan mendapatkan bumbu yang satu ini. Meskipun memang, harganya lumayan
mahal. Konon, di Jakarta, satu kilo andaliman
pernah mencapai Rp 200 ribu. Normalnya sekarang, antara Rp 50 ribu- Rp 100
ribu, per kilo.
Tapi terkadang harga andaliman juga
bisa anjlok.Tak jarang, harganya menukik hanya Rp 5 ribu perkilo.
Andaliman,
termasuk tanaman langka. Tak di sembarang tanah bisa tumbuh. Di Tapanuli Utara
misalnya, tanaman ini normalnya tumbuh di Kecamatan Parmonangan, Pangaribuan,
Sipahutar,Siborongborong,Pagaran, dan seputaran Muara. Di kawasan Tobasa,
adalah di seputaran Parsoburan.Andaliman,
diakui dulunya termasuk tanaman liar. Tapi sejak diketahui manfaatnya begitu penting
melengkapi cita rasa masakan Batak, banyak warga yang membudidayakannya.
Tanaman ini konon cocok ditanami di tanah bertebing, tanah bersemak di sekitar
jurang. Sedang di kawasan Humbang, andaliman
justru tumbuh di sekitar adaran
(padang penggembalaan) kerbau. Sulit berandai-andai sejak kapan tanaman berduri
ini dijadikan leluhur sebagai bumbu peracik menggiurkan. Dua ratus tahun? Tiga
ratus? Atau sejak Raja Batak hadir pertama kali di Pusuk Buhit kah?
Nai
Rouli boru Siburian, sudah lima belas tahun khusus berniaga andaliman, antara Tano Batak- Pekan Baru – Jakarta.”Saya akui, untung cukup besar
berdagang andaliman. Anakku empat jadi sarjana dari untung berdagang andaliman.
Memang capek berjualan jauh-jauh, tapi karena untung besar, terasa ringan
juga”, katanya terkekeh saat bercerita dengan SARINGAR.Net, di Tarutung,
pekan lalu. Makanya, kata ibu paruh baya ini, kalau sempat andaliman punah dari Tano Batak, dialah salah satu yang paling
berduka.”Semua orang Batak kurasa akan merasa rugi besar, karena masakan Batak
tak enak lagi dimakan…ha-ha-ha…makanya, aku pun selalu berharap, janganlah
sampai andaliman punah dari Tano
Batak ini”, umbarnya lagi.
Sekadar
catatan, dari 15 kecamatan di Taput, hanya enam kecamatan yang memproduksi andaliman. Itu pun jumlah produksi tak
sebanyak dulu. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Taput tahun 2007, luas
tanaman andaliman produktif hanya 16
hektare, dari 21 hektare yang terdata. Produksi pada 2005 tercatat 5,64 ton,
naik jadi 7,53 ton pada 2006. Rata-rata produksi 470 kilogram per hektare.
Kecamatan Parmonangan, Pangaribuan, Siborongborong, menjadi produsen andaliman terbesar, yang bertahan hingga
kini. Menyusul Kecamatan Pagaran dan Muara.Data itu belum berbeda jauh dengan
kondisi sekarang.
Melihat
besarnya potensi pasar andaliman,
sejak lama muncul pertanyaan: Mengapa Pemkab Taput tak pernah terpikir untuk
memprogram, agar andaliman, menjadi
salah satu komoditas unggulan dari daerah ini? Hingga saat ini andaliman masih
di anggap warga sebatas komoditas sampingan, belum mengarah menjadi komoditas penting dalam konteks kuliner Batak. Maka pertanyaan yang kemudian muncul," Bagaimana kalau andaliman suatu saat punah dari Tanah Batak?" Dengan santai beberapa orang penikmat masakan khas Batak menjawab," Bah, dang tabo be antong lompa-lompa ni hita Batak...ha-ha-ha..." (Tak enak lagi lah nanti cita rasa masakan kita Batak).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar