Rabu, 27 Agustus 2014

( KULINER ) Bagaimana Kalau Andaliman Punah dari Bumi Batak?

Andaliman wajar harganya mahal, memetiknya juga harus ekstra
hati-hati,kalau tidak siaplah jari berdarah


 SARINGAR.Net - Orang Batak umumnya pasti  kenal andaliman. Itu adalah salah satu tumbuhan pelengkap masakan khas Batak. Masakan khas semisal na ni arsik, jagal sangsang, na niura, dan lain-lain, tidak klop,tanpa andaliman. Sebuah hajatan (pesta) adat Batak, selalu menyajikan ikan mas arsik, demikian halnya jagal (daging hewan) yang bumbu utamanya,ya itu tadi:andaliman. Begitu juga rumah makan Batak.Pasti selalu menyiapkan andaliman, sebagai resep utama. Kuliner Batak tanpa andaliman bisa kehilangan spesifikasinya.
         Orang Batak yang tersebar di berbagai daerah, bahkan mancanegara, selalu mengungkapkan kerinduannya terhadap makanan Batak yang dibumbui andaliman. Seperti dicetuskan Raymond Pasaribu, warga asal Sibolga yang lama menetap di Sidney, Australia.”Ai adong dope andaliman di hitaan? Nunga tung masihol dila mandai dekke arsik dohot jagal na marandaliman”, (masih adakah andaliman di kampung kita. Sudah rindu rasanya lidah ini mencicipi ikan yang diresep dengan andaliman). Ungkapan serupa, sering terdengar dari orang-orang Batak di rantau. Lumayan, di kota seperti Medan, Jakarta, Pekan Baru, orang Batak belum kesulitan mendapatkan bumbu yang satu ini. Meskipun memang, harganya lumayan mahal. Konon, di Jakarta, satu kilo andaliman pernah mencapai Rp 200 ribu. Normalnya sekarang, antara Rp 50 ribu- Rp 100 ribu, per kilo.
         Tapi terkadang harga andaliman juga bisa anjlok.Tak jarang, harganya menukik hanya Rp 5 ribu perkilo.
         Andaliman, termasuk tanaman langka. Tak di sembarang tanah bisa tumbuh. Di Tapanuli Utara misalnya, tanaman ini normalnya tumbuh di Kecamatan Parmonangan, Pangaribuan, Sipahutar,Siborongborong,Pagaran, dan seputaran Muara. Di kawasan Tobasa, adalah di seputaran Parsoburan.Andaliman, diakui dulunya termasuk tanaman liar. Tapi sejak diketahui manfaatnya begitu penting melengkapi cita rasa masakan Batak, banyak warga yang membudidayakannya. Tanaman ini konon cocok ditanami di tanah bertebing, tanah bersemak di sekitar jurang. Sedang di kawasan Humbang, andaliman justru tumbuh di sekitar adaran (padang penggembalaan) kerbau. Sulit berandai-andai sejak kapan tanaman berduri ini dijadikan leluhur sebagai bumbu peracik menggiurkan. Dua ratus tahun? Tiga ratus? Atau sejak Raja Batak hadir pertama kali di Pusuk Buhit kah?
            Nai Rouli boru Siburian, sudah lima belas tahun khusus berniaga andaliman, antara Tano Batak- Pekan Baru – Jakarta.”Saya akui, untung cukup besar berdagang andaliman. Anakku empat jadi sarjana dari untung berdagang andaliman. Memang capek berjualan jauh-jauh, tapi karena untung besar, terasa ringan juga”, katanya terkekeh saat bercerita dengan SARINGAR.Net, di Tarutung, pekan lalu. Makanya, kata ibu paruh baya ini, kalau sempat andaliman punah dari Tano Batak, dialah salah satu yang paling berduka.”Semua orang Batak kurasa akan merasa rugi besar, karena masakan Batak tak enak lagi dimakan…ha-ha-ha…makanya, aku pun selalu berharap, janganlah sampai andaliman punah dari Tano Batak ini”, umbarnya lagi.
            Sekadar catatan, dari 15 kecamatan di Taput, hanya enam kecamatan yang memproduksi andaliman. Itu pun jumlah produksi tak sebanyak dulu. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) Taput tahun 2007, luas tanaman andaliman produktif hanya 16 hektare, dari 21 hektare yang terdata. Produksi pada 2005 tercatat 5,64 ton, naik jadi 7,53 ton pada 2006. Rata-rata produksi 470 kilogram per hektare. Kecamatan Parmonangan, Pangaribuan, Siborongborong, menjadi produsen andaliman terbesar, yang bertahan hingga kini. Menyusul Kecamatan Pagaran dan Muara.Data itu belum berbeda jauh dengan kondisi sekarang.
            Melihat besarnya potensi pasar andaliman, sejak lama muncul pertanyaan: Mengapa Pemkab Taput tak pernah terpikir untuk memprogram, agar andaliman, menjadi salah satu komoditas unggulan dari daerah ini? Hingga saat ini andaliman masih di anggap warga sebatas komoditas sampingan, belum mengarah menjadi komoditas penting dalam konteks kuliner Batak. Maka pertanyaan yang kemudian muncul," Bagaimana kalau andaliman suatu saat punah dari Tanah Batak?" Dengan santai beberapa orang penikmat masakan khas Batak menjawab," Bah, dang tabo be antong lompa-lompa ni hita Batak...ha-ha-ha..." (Tak enak lagi lah nanti cita rasa masakan kita Batak).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar