Jumat, 29 Agustus 2014

STORY: Abang Lebih Ganteng Berkumis

Clark Gable (Ilust: wiki)


  ( LeonardoTS)
   
 Dengan langkah mantap sambil bersiul riang, Janter sore itu pulang ke rumah. Kerinduan bertemu isteri tersayang tak terbendung. Maklum mereka masih terbilang pengantin baru, belum satu bulan sejak diberkati di gereja. Janter tersenyum sendiri keluar dari rumah pangkas. Dibayangkannya satu surprise begitu bertemu Tiurma, isteri tercintanya.Kemarin, ada perkataan Tiurma yang mengganggu yang mengganggu pikirannya.Apakah abang tersayang sudi jika kumismu dicukur saja?”
Bagi Janter, apalah artinya kumis. Bila dicukur besok lusa juga tumbuh lagi. Maka sore tadi, kumis yang tiap hari dirawatnya itu pun dicukurnya sampai licin. Kini, Janter ingin tahu, apa reaksi Tiur begitu melihatnya tanpa kumis.
Agak tergesa Janter mengetuk pintu. Segera pintu terbuka, dan Tiur menyambutnya dengan pelukan mesra. “Oh Janterku, aku sedang sibuk membuat kue bolu kesukaanmu, sebentar lagi sudah siap kusajikan jelang makan malam. Bang Janter senang bukan?. Janter heran, kenapa belum ada reaksi isterinya melihatnya tanpa kumis lagi. Mungkin belum diperhatikan. “Oke sayang, aku yakin kepintaranmu masak kue bolu”, tukas Janter, sembari menghadiahkan ciuman mesra di kening Tiur. Sejenak Janter menunggu apa reaksi Tiur, apakah dia sudah melihat perobahan pada wajahnya. Lho, heran. Kok Tiur bersikap biasa saja, bahkan ketika dia melenggang ke ruang dapur. Apa dia tak merasakan ketika kucium tak ada lagi kumis yang menggelitik keningnya?
Janter penasaran masuk kamar, mengganti pakaiannya. “ Aku sudah kabulkan permintaannya mencukur kumisku, tapi sudah dicukur sikapnya biasa saja”, Janter bergumam di hati. Namun ia tak ingin mengatakannya. Biar Tiur sendiri yang menyadari adanya perobahan itu. Dirabanya tempat bekas kumis indahnya di bibir atas, lalu diamatinya wajahnya di cermin toilet. Janter duduk di kursi sambil baca koran. Diliriknya Tiurma sibuk mundar mandir dari dapur ke kamar, dan dari kamar kembali lagi ke dapur. Janter menduga-duga kesibukan ada apa isterinya mundar-mandir seperti membereskan sesuatu.
Tak lama kemudian Tiur terhenti dari kesibukan mundar-mandirnya. Ditatapnya suaminya penuh perhatian. Tapi Janter diam saja, membiarkan apa reaksi isterinya. “Sini dong ke ruang tamu bang Janter saying”, kata Tiur dengan nada mendesah. Janter bangkit mendekati isterinya. Keduanya duduk berhadapan sekarang. Janter menunggu. Toh reaksi Tiur juga belum ada. Apakah dia belum melihat kumisnya sudah licin tercukur, ataukah dia hanya berpura-pura? Janter betul-betul penasaran. Lebih penasaran lagi ketika Tiur berdiri seraya berkata” sebentar kuambilkan bolunya ya sayang…”
Janter cuma mengangguk.
Setelah potongan bolu hangat itu tersaji di meja, Janter manggut-manggut “yeah, lezat amat sayang”. Dikunyahnya bolu itu tergesa seperti kelaparan sampai empat potong. Tiur senang melihat suaminya makan bolu buatannya dengan lahap. Tapi wajah senang itu berubah menjadi wajah kecewa, ibarat langit yang tadinya cerah berubah menjadi mendung. Janter tak mengerti. Sesekali diangkat-angkatnya bibir atasnya dengan maksud bisa mengundang perhatian Tiur. Bukankah kumis itu tak ada lagi sesuai permintaannya? Heran!
Usai makan potongan bolu yang kelima, Janter mengambil rokoknya. Dia lalu beringsut mencari asbak. Biasanya asbak ada di atas lemari buffet dekat tv. Sekarang asbak itu sudah pindah ke meja dekat jendela.” Ah, kupikir asbak sudah hilang, kenapa tempatnya pindah?”
Tiur menunjukkan sikap kesal. Warna merah jambu muncul di kedua pipinya. Mulutnya cemberut. Sementara itu Janter menyadari perubahan di sekitar ruangan. Meja dekat jendela itu semula di sudut dekat pintu dapur, pesawat tv semula dekat pintu kamar sekarang berada di depan dinding pembatas ruang tamu dengan dapur, lemari hias mini dekat pintu juga sudah bergeser letak dekat pintu kamar tengah. Bah! Janter merasakan suasana yang beda. Lebih nyaman dan lebih rapi. Semua benda letaknya sudah bergeser.
“Kapan semua ini kau robah sayang. Aku suka yang begini, rasanya lebih rapi dan romantis”, Janter memuji spontan. “wah, sungguh suatu perobahan yang menyenangkan, betul-betul dilakukan seorang perempuan berjiwa seni”.
Tiur bersandar di tiang pintu dengan wajah merengut. “Abang tak pernah memperhatikan dengan cepat apa yang kulakukan untuk membuat abang senang. Aku telah capek sejak pagi menggeser semua perabotan ini, atas kemauan abang… tapi masya baru sekarang abang menyadarinya…oh abang egois…”, lalu Tiur masuk kamar langsung menghempaskan tubuhnya di kasur. Dia menelungkupkan wajahnya di bantal. Segera Janter mendekatinya, membelai rambut isterinya dengan kasih sayang.
“Jangan terus marah dong sayang, aku minta maaf kalau aku terlambat memperhatikan perobahan yang kamu buat di rumah kita ini. Tapi lihat juga sayang, ada apa di bawah hidungku”. Janter membalikkan tubuh Tiur agar telentang. Tiur menatap suaminya dengan mata lebar-lebar. “Ah, abang sudah cukur kumisnya? Ab…abang …mencukurnya?” Tiur membekap mulutnya dengan kedua tangan terus menatap Janter.
Dan Janter berkata pelan:” Nah sekarang stand jadi satu satu. Kau yang menyuruhku tadi pagi kalau pulang ke rumah sore ini, jangan kamu lihat lagi kumisku. Nah kumis itu sudah kucukur bersih, tapi sebegitu lama tak ada reaksimu melihat perobahan yang kau inginkan”.
Perempuan itu menatap wajah Janter tak berkedip. Dan tiba-tiba Tiur terloncat ke pelukan suaminya, membenamkan wajahnya di dada Janter yang bidang.” Oh, maafkan aku abang sayang, aku telah salah menilai kumismu…sebenarnya abang lebih ganteng dan lebih jantan kalau berkumis…aku menyesal telah menyuruh abang mencukurnya, aku hanya mau lihat perbandingan, mana yang lebih cocok buat abangku tersayang, berkumis atau tanpa kumis. Ternyata tanpa kumis itu wajah abang jadi lucu, lucu kali, sepertinya abang bukan lagi Janter yang semalam di tempat tidur ini…”
Janter tersenyum geleng kepala.” Jadi dik Tiur menyuruhku mencukur kumis ini untuk membuat perbandingan? Dulu Tiur bilang tak suka lihat aku berkumis seperti aktor zaman dulu Clark Gable yang begitu ganteng dan jantan dengan kumisnya. Jadi Tiur sekarang lebih suka kalau abang seperti Clark Gable yang kamu lihat di Wikipedia?"
Tiur menganggukkan kepala, seraya jari tangannya mengusap lembut kulit kelimis di bawah hidung Janter. “Jangan bang, jangan dicukur lagi, biarlah abangku seperti Clark Gable itu, aku lebih suka abang cium pakai kumis, biar ada yang menggelitik membuatku merasa geli dan…terangsang!” Tiur merebahkan kepala di dada suaminya.
Janter memegang tangan isterinya, berbisik:” Berarti kumisku harus tumbuh dulu, baru kamu bergelora seperti semalam, hah?”. Tiur hanya menonjok-nonjok dada Janter, lalu menyeret suaminya ke pelukannya. Keduanya bergulingan di tempat tidur sambil menghamburkan tawa. (Lihat juga di Kompasiana.Com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar