Clark Gable (Ilust: wiki) |
( LeonardoTS)
Dengan
langkah mantap sambil bersiul riang, Janter sore itu pulang ke rumah.
Kerinduan bertemu isteri tersayang tak terbendung. Maklum mereka masih
terbilang pengantin baru, belum satu bulan sejak diberkati di gereja.
Janter tersenyum sendiri keluar dari rumah pangkas. Dibayangkannya satu
surprise begitu bertemu Tiurma, isteri tercintanya.Kemarin, ada
perkataan Tiurma yang mengganggu yang mengganggu pikirannya.Apakah abang
tersayang sudi jika kumismu dicukur saja?”
Bagi
Janter, apalah artinya kumis. Bila dicukur besok lusa juga tumbuh lagi.
Maka sore tadi, kumis yang tiap hari dirawatnya itu pun dicukurnya
sampai licin. Kini, Janter ingin tahu, apa reaksi Tiur begitu melihatnya
tanpa kumis.
Agak
tergesa Janter mengetuk pintu. Segera pintu terbuka, dan Tiur
menyambutnya dengan pelukan mesra. “Oh Janterku, aku sedang sibuk
membuat kue bolu kesukaanmu, sebentar lagi sudah siap kusajikan jelang
makan malam. Bang Janter senang bukan?. Janter heran, kenapa belum ada
reaksi isterinya melihatnya tanpa kumis lagi. Mungkin belum
diperhatikan. “Oke sayang, aku yakin kepintaranmu masak kue bolu”, tukas
Janter, sembari menghadiahkan ciuman mesra di kening Tiur. Sejenak
Janter menunggu apa reaksi Tiur, apakah dia sudah melihat perobahan pada
wajahnya. Lho, heran. Kok Tiur bersikap biasa saja, bahkan ketika dia
melenggang ke ruang dapur. Apa dia tak merasakan ketika kucium tak ada
lagi kumis yang menggelitik keningnya?
Janter
penasaran masuk kamar, mengganti pakaiannya. “ Aku sudah kabulkan
permintaannya mencukur kumisku, tapi sudah dicukur sikapnya biasa saja”,
Janter bergumam di hati. Namun ia tak ingin mengatakannya. Biar Tiur
sendiri yang menyadari adanya perobahan itu. Dirabanya tempat bekas
kumis indahnya di bibir atas, lalu diamatinya wajahnya di cermin toilet.
Janter duduk di kursi sambil baca koran. Diliriknya Tiurma sibuk mundar
mandir dari dapur ke kamar, dan dari kamar kembali lagi ke dapur.
Janter menduga-duga kesibukan ada apa isterinya mundar-mandir seperti
membereskan sesuatu.
Tak
lama kemudian Tiur terhenti dari kesibukan mundar-mandirnya. Ditatapnya
suaminya penuh perhatian. Tapi Janter diam saja, membiarkan apa reaksi
isterinya. “Sini dong ke ruang tamu bang Janter saying”, kata Tiur
dengan nada mendesah. Janter bangkit mendekati isterinya. Keduanya duduk
berhadapan sekarang. Janter menunggu. Toh reaksi Tiur juga belum ada.
Apakah dia belum melihat kumisnya sudah licin tercukur, ataukah dia
hanya berpura-pura? Janter betul-betul penasaran. Lebih penasaran lagi
ketika Tiur berdiri seraya berkata” sebentar kuambilkan bolunya ya
sayang…”
Janter cuma mengangguk.
Setelah
potongan bolu hangat itu tersaji di meja, Janter manggut-manggut “yeah,
lezat amat sayang”. Dikunyahnya bolu itu tergesa seperti kelaparan
sampai empat potong. Tiur senang melihat suaminya makan bolu buatannya
dengan lahap. Tapi wajah senang itu berubah menjadi wajah kecewa, ibarat
langit yang tadinya cerah berubah menjadi mendung. Janter tak mengerti.
Sesekali diangkat-angkatnya bibir atasnya dengan maksud bisa mengundang
perhatian Tiur. Bukankah kumis itu tak ada lagi sesuai permintaannya? Heran!
Usai
makan potongan bolu yang kelima, Janter mengambil rokoknya. Dia lalu
beringsut mencari asbak. Biasanya asbak ada di atas lemari buffet dekat
tv. Sekarang asbak itu sudah pindah ke meja dekat jendela.” Ah, kupikir
asbak sudah hilang, kenapa tempatnya pindah?”
Tiur
menunjukkan sikap kesal. Warna merah jambu muncul di kedua pipinya.
Mulutnya cemberut. Sementara itu Janter menyadari perubahan di sekitar
ruangan. Meja dekat jendela itu semula di sudut dekat pintu dapur,
pesawat tv semula dekat pintu kamar sekarang berada di depan dinding
pembatas ruang tamu dengan dapur, lemari hias mini dekat pintu juga
sudah bergeser letak dekat pintu kamar tengah. Bah! Janter merasakan
suasana yang beda. Lebih nyaman dan lebih rapi. Semua benda letaknya
sudah bergeser.
“Kapan
semua ini kau robah sayang. Aku suka yang begini, rasanya lebih rapi
dan romantis”, Janter memuji spontan. “wah, sungguh suatu perobahan yang
menyenangkan, betul-betul dilakukan seorang perempuan berjiwa seni”.
Tiur
bersandar di tiang pintu dengan wajah merengut. “Abang tak pernah
memperhatikan dengan cepat apa yang kulakukan untuk membuat abang
senang. Aku telah capek sejak pagi menggeser semua perabotan ini, atas
kemauan abang… tapi masya baru sekarang abang menyadarinya…oh abang
egois…”, lalu Tiur masuk kamar langsung menghempaskan tubuhnya di kasur.
Dia menelungkupkan wajahnya di bantal. Segera Janter mendekatinya,
membelai rambut isterinya dengan kasih sayang.
“Jangan
terus marah dong sayang, aku minta maaf kalau aku terlambat
memperhatikan perobahan yang kamu buat di rumah kita ini. Tapi lihat
juga sayang, ada apa di bawah hidungku”. Janter membalikkan tubuh Tiur
agar telentang. Tiur menatap suaminya dengan mata lebar-lebar. “Ah,
abang sudah cukur kumisnya? Ab…abang …mencukurnya?” Tiur membekap
mulutnya dengan kedua tangan terus menatap Janter.
Dan
Janter berkata pelan:” Nah sekarang stand jadi satu satu. Kau yang
menyuruhku tadi pagi kalau pulang ke rumah sore ini, jangan kamu lihat
lagi kumisku. Nah kumis itu sudah kucukur bersih, tapi sebegitu lama tak
ada reaksimu melihat perobahan yang kau inginkan”.
Perempuan
itu menatap wajah Janter tak berkedip. Dan tiba-tiba Tiur terloncat ke
pelukan suaminya, membenamkan wajahnya di dada Janter yang bidang.” Oh,
maafkan aku abang sayang, aku telah salah menilai kumismu…sebenarnya
abang lebih ganteng dan lebih jantan kalau berkumis…aku menyesal telah
menyuruh abang mencukurnya, aku hanya mau lihat perbandingan, mana yang
lebih cocok buat abangku tersayang, berkumis atau tanpa kumis. Ternyata
tanpa kumis itu wajah abang jadi lucu, lucu kali, sepertinya abang bukan
lagi Janter yang semalam di tempat tidur ini…”
Janter tersenyum geleng kepala.” Jadi dik Tiur menyuruhku mencukur kumis ini untuk membuat perbandingan? Dulu Tiur bilang tak suka lihat aku berkumis seperti aktor zaman dulu Clark Gable yang begitu ganteng dan jantan dengan kumisnya. Jadi Tiur sekarang lebih suka kalau abang seperti Clark Gable yang kamu lihat di Wikipedia?"
Tiur
menganggukkan kepala, seraya jari tangannya mengusap lembut kulit
kelimis di bawah hidung Janter. “Jangan bang, jangan dicukur lagi, biarlah abangku seperti Clark Gable itu, aku
lebih suka abang cium pakai kumis, biar ada yang menggelitik membuatku
merasa geli dan…terangsang!” Tiur merebahkan kepala di dada suaminya.
Janter
memegang tangan isterinya, berbisik:” Berarti kumisku harus tumbuh
dulu, baru kamu bergelora seperti semalam, hah?”. Tiur hanya
menonjok-nonjok dada Janter, lalu menyeret suaminya ke pelukannya.
Keduanya bergulingan di tempat tidur sambil menghamburkan tawa.
(Lihat juga di Kompasiana.Com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar