SEORANG pembaca salah satu harian terbitan Jakarta bernama Loloria di P Siantar, mengirimkan SMS mempertanyakan keberadaan suku Batak di Filipina.”Tolong ditelusuri,apa benar ada suku Batak yang hidup di luar Provinsi Sumut.Misalnya,apa benar suku Batak juga ada di Filipina dan di sana bernama Negrito.Dan,apa sudah ada orang Batak yang pergi ke sana untuk mencari kebenaran fakta tersebut” (BATAK POS,1 Desember 2009).
SMS
itu ditanggapi beberapa pembaca lainnya. Antara lain, dari Nurmaida
Siahaan dari Balige, Ir Bonggas Simangunsong (Medan), BM Purba
(JaFilipkarta). Bonggas dan BM Purba, membagi pengetahuannya tentang topik
tersebut. Bahkan, tulis Purba dalam SMS-nya, Presiden Marcos pernah
mengaku dirinya masih berdarah Batak, saat ia berkunjung ke Indonesia di
era kekuasaan Soeharto.
Cerita
tentang orang Batak di Filipina, sudah lama mengemuka di beberapa
media. Antara lain, yang pernah saya baca, di Harian Sinar Harapan (yang
dibredel pemerintah Orde Baru), dan Harian Sinar Indonesia Baru
(SIB),Medan. Meski versinya berbeda,tapi satu hal mengacu pada
pembenaran eksistensi salah satu suku bernama Batak di wilayah pedalaman
Filipina. Seorang penulis menyebut adanya satu kelompok komunitas
bernama Batac (dengan huruf “c” di belakang). Kelompok itu memiliki
kultur yang mendekati kultur orang Batak di Sumatera. Selain kemiripan
postur dan bahasa, serta kecenderungan merantau dan membuka pemukiman
baru di wilayah-wilayah yang semula terisolir.
Sejumlah
arsip yang terkait dengan Batak di Filipina, setidaknya mengisyaratkan
adanya keterkaitan genealogis dengan Batak di Sumatera. Tapi, sangat
disayangkan tuturan yang pernah dipublikasikan itu umumnya masih berupa
penyampaian informasi, belum pada tahap pengkajian secara ilmiah. Belum
pada upaya serius mencari titik temu atau benang merah keterkaitan.
Ada
teman satu sekolah di SD dulu, namanya Jeremias Hutabarat, yang pernah
melanglang buana, dari satu Negara ke Negara lain.Jeremias bekerja di
sebuah kapal tanker milik pengusaha Yunani. Dia sering menjelajah dari
Athena, Dubai, Kairo, Jerusalem, Hongkong, dan Manila. Pada sekitar
1985, Jeremias pulang ke Tarutung, setelah lebih 25 tahun melanglang
buana. Dia berkisah seputar pengalamannya sewaktu tinggal
beberapa lama di Filipina. Bertemu dengan orang-orang yang mirip orang
Batak di Indonesia.Logat dan gaya hidup mereka tak benyak beda dari
Batak yang ada di Sumatera. Belakangan Jeremias baru tahu kalau mereka
itu mengaku suku Batac. Sejumlah kata yang mereka gunakan sama dengan
kata yang dikenal dalam bahasa orang Batak di Sumatera. Misalnya, mangan (makan), inong (ibu), sangsang ( daging babi cincang),among (ayah), iboto (saudara lelaki/perempuan), dan beberapa kata lainnya. “
Huhilala, halak Batak do nasida.Alai dang binoto, ise do na mangaranto
najolo, hita do na lao tu Filipina,manang halak i do na mangaranto tu
Indonesia” ( kurasa mereka itu orang Batak,tapi tak diketahui siapa
dulu yang merantau,apakah kita yang ke Filipina,atau mereka yang datang
ke Indonesia),cerita Jeremias saat itu.
Masih
menurut arsip lama, sejumlah wisatawan Filipina yang berkunjung ke
Sumatera Utara beberapa waktu lalu, disebutkan merasa seperti berada di
kampung halamannya di Filipina,saat mereka berada di sekitar Parapat dan
Samosir. Rupanya sebagian dari wisatawan itu adalah suku Batac yang ada
di Filipina. Mereka heran melihat banyaknya kemiripan orang-orang di
Parapat dan Samosir dengan kehidupan di kampungnya. Dari soal bahasa,
suara keras yang ceplas-ceplos, bentuk tugu/kuburan, sampai jenis
makanan yang ada di kedai-kedai. “Mereka mengatakan, seperti berada di
kampungnya saat berada di Parapat dan Samosir”, ujar guide yang memandu turis Filipina itu kepada wartawan.-
Mirip Batak Toba
Informasi tentang adanya komunitas suku
yang mirip orang Batak di Sumatera,memang tak banyak berbeda,satu sama
lain. Tapi,kalau Jeremias Hutabarat hanya mengungkapkan sepintas
pengalamannya bertemu orang Batac di Filipina, lain halnya dengan EH
Tambunan. Yang disebut belakangan,menceritakan lebih
detail,pengalamannya bertemu orang-orang mirip Batak di negerinya
Corazon Aquino itu.
EH
Tambunan adalah seorang dosen di PT Advent Surya Nusantara. Satu ketika
dia berkunjung ke kota turis Baguio di Filipina Utara. Tambunan
menuturkan keheranannya dalam sebuah tulisannya, ketika bertemu penduduk
yang dalam banyak hal mirip dengan orang Batak di Sumatera. Saat turun
ke lembah,memasuki desa-desa yang dikelilingi pegunungan di
Baguio,terasa seolah-olah berada di Tano BatakRasa ingin
tahu Tambunan makin bertambah, setelah memasuki perkampungan penduduk.
Banyak kesamaan dengan orang Batak Toba. Baik cara berpakaian,bangunan
rumah,dan tata cara kehidupannya.
Ketika
berada di Manila,tutur EH Tambunan, dia juga menemukan sejumlah orang
yang mirip orang Batak Toba. Ketika hendak membeli piano di salah satu
toko, seseorang memberitahunya,bahwa ada penjual piano lain di kota itu
bernama Sigala. Nama itu belakangan ditafsirkannya berkaitan dengan
marga Sagala.
Dalam
keheranannya, Tambunan bertanya dalam hati,”Bagaimanakah dulunya orang
Batak dari Sumatera merantau ke kota metro Manila ini?”. Tapi, setelah
bertemu langsung dengan orang bernama Sigala itu, ternyata ia bukan
Batak Sumatera, tapi Batac (pakai “c”) Filipina.
Orang Pegunungan
Kata
Batak atau Binatak di Filipina, menurut satu arsip , menunjuk pada
istilah (term) yang sudah lama dikenal ,yang berarti orang-orang
pegunungan (mountain people). Syahdan, orang Spanyol yang lama menjajah negeri ini menyebut orang-orang Batak pegunungan itu “Tinitianes”,berasal darisatu
desa di pantai Utara Puerto Princesa di Pulau Palawan. Penduduk Pulau
Palawan itu terdiri dari tiga sub-etnik,yakni suku Palawan, Tagbanua,dan
Batak. Tapi suku Batak merupakan yang jumlahnya sedikit,namun sangat
terkenal karena keberaniannya.
Orang
Batak Filipina dikagumi suku lainnya di Filipina, karena kepiawaiannya
berburu.Pada awalnya mereka tinggal di wilayah pegunungan,tapi
belakangan berpindah di sekitar pantai dekat Honda Bay. Saat
ini,kebanyakan di antaranya menetap di daerah dataran, dan lembah-lembah
dekat sungai. Di antaranya di daerah
Babuyan,Maoyon,Tanabag,Tarabanan,Laingogan,Tagnipa,Caramay, dan Buayan.
Sebagian lainnya di daerah dataran Pulau Sulu. Hingga tahun
1990an,menurut satu catatan, jumlah orang Batak Filipina itu 6.000 an
jiwa (studi yang pernah dibuat Miller).Mereka memakai bahasa Batak
(versi Batak Filipina) sebagai bahasa ibu.
Pada
awalnya, orang Batak Filipina tergolong penganut animisme, meski
belakangan sudah ada yang percaya pada agama Katholik/Kristen.Sebagian
besar percaya pada kekuatan jiwa seseorang.Jika seseorang sakit,jiwanya
meninggalkan tubuh, dan hanya seorang dukun (shaman) yang dapat
mengembalikan jiwa itu untuk kesembuhannya.
Orang-orang
Batak Filipina dikenal sebagai suku yang taat pada adat istiadat.
Sistem perkawinan adalah eksogami.Seseorang menikah hanya diizinkan ke
luar klan. Mungkin karena itu,jumlah orang Batak Filipina dalam
komunitas aslinya tak berkembang secara signifikan. Tidak dikenal
perceraian dalam perkawinan.Palanggaran susila sangat diharamkan. Jika
ada yang melanggar norma-norma susila,ia akan dihukum oleh masyarakat
itu sendiri. Untuk itu ada majelis adat yang berkompeten untuk
mengadili.
Dalam
hal perkawinan,ada banyak persamaan adat dengan Batak Toba, meski di
sisi lain banyak perbedaan mencolok. Jika dua sejoli mau dinikahkan,
pihak orang tua pria yang harus dating meminang kepada orang tua
perempuan. Jika pinangan diterima, pihak keluarga pria harus menyerahkan
uang mahar (di Toba di sebut boli atau sinamot). Di kalangan Batak
Filipina disebut bandi atau kapangasawa.
Mencermati orang-orang Batak di Filipina, tutur EH Tambunan pada bagian lain catatannya,banyak
hal yang memberi kesan persamaan dengan Batak di Sumatera. Walau pun
sejarah Filipina sendiri belum bisa memastikan dari mana asal mula
datangnya orang bernama Batak di negeri itu. Membandingkan dengan cirri
suku Aeta, suku Batak itu termasuk kelompok Aeta yang tinggal dI
Palawan. Mereka (Batak) tadinya dikenal nomaden (berpindah-pindah)..
Belakangan sudah makin membuka diri. Banyak yang meninggalkan pola
primitif, membaur dalam kehidupan yang lebih maju. Mereka juga sudah mau
belajar bahasa Tagalog, bahasa nasional Filipina.
Pengakuan
orang-orang Batak yang tinggal di Baguio bagian Utara Pulau Luzon, dan
beberapa di antaranya ada di Manila, bahwa nenek moyang mereka berasal
dari Sumatera. Tata cara hidup mereka banyak persamaan dengan Batak di
Sumatera. Adat perkawinan, keuletannya bertani, kesenian yang dimiliki,
perawakan,hingga nama-nama marga yang dipakai, semuanya mirip dengan
Batak di Sumatera. Lalu, bagaimana sejarahnya mereka ada Filipina?
Agaknya masih diperlukan penelitian lebih jauh dari para antropolog dan
sejarawan.
Sementara itu, sebuah novel karya pengarang terkemuka Filipina, F.Sionil Jose, berjudul Sebuah Desa Bernama Poon, ( diterbitkan Yayasan Obor Indonesia, 1988), sedikit banyaknya menggambarkan banyak halterkait
dengan pola hidup orang Batak. Sebuah pergulatan hidup di masa
penjajahan Spanyol dan Amerika, pelarian dari hutan ke hutan,
pegunungan, ngarai, dan tradisi-tradisi khas yang mengingatkan kita pada
orang Batak. Satu di antaranya, saat sakit perut datang mengganggu,
obat ampuh yang dicari adalah pucuk daun jambu klutuk, direbus dan
diminum. Orang Batak di Sumatera, sangat akrab dengan ramuan itu.
Novel
itu dipinjamkan Pak RE Nainggolan kepada saya semasa menjabat Kepala
Bappeda Taput di Tarutung. Entah kenapa,selama mengikuti alur cerita
novel tersebut, asosiasi pemikiran saya cenderung tergiring pada
orang-orang Batak Indonesia yang melekat pada tokoh-tokoh sentral novel
itu. Setting pegunungan,hutan rimba, sungai-sungai, jurang,kuda, dan
kerbau, sangat kental dengan kehidupan orang Batak di Sumatera. Lalu
jiwa kepioniran yang berbalut keuletan,ketangkasan, ketabahan
menjelajah. Dipadu dengan melekatnya holong (kasih) antar sesama, di tengah pergulatan hidup penuh mara bahaya.
Saya
menghubungkannya dengan ragam analisis dan perbincangan tingkat lapo,
hingga tulisan media. Jangan-jangan benar, kalau Batak di Sumatera
dengan Batak di Filipina itu masih serumpun, tapi berhubung terjadinya
perpencaran pada zaman yang tak diketahui jelas kapan, telah
memisahkannya selama berabad-abad. Pertanyaannya: Kalau itu benar, lalu
siapa yang meninggalkan siapa. Apakah Batak yang di Filipina yang
mengembara ke negeri Corry Aquino pada saat terjadinya semacam krisis
tempo dulu,ataukah orang kita Batak yang di Sumatera yang datang dari
Filipina? Butuh kajian komprehensif untuk menjawabnya.(lihat juga Kompasiana.Com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar