Selasa, 19 Agustus 2014

Kaitan Apa Sih Batak Filipina dan Batak Indonesia

 

SEORANG pembaca salah satu harian terbitan Jakarta bernama Loloria di P Siantar, mengirimkan SMS mempertanyakan keberadaan suku Batak di Filipina.”Tolong ditelusuri,apa benar ada suku Batak yang hidup di luar Provinsi Sumut.Misalnya,apa benar suku Batak juga ada di Filipina dan di sana bernama Negrito.Dan,apa sudah ada orang Batak yang pergi ke sana untuk mencari kebenaran fakta tersebut” (BATAK POS,1 Desember 2009).

SMS itu ditanggapi beberapa pembaca lainnya. Antara lain, dari Nurmaida Siahaan dari Balige, Ir Bonggas Simangunsong (Medan), BM Purba (JaFilipkarta). Bonggas dan BM Purba, membagi pengetahuannya tentang topik tersebut. Bahkan, tulis Purba dalam SMS-nya, Presiden Marcos pernah mengaku dirinya masih berdarah Batak, saat ia berkunjung ke Indonesia di era kekuasaan Soeharto.
Cerita tentang orang Batak di Filipina, sudah lama mengemuka di beberapa media. Antara lain, yang pernah saya baca, di Harian Sinar Harapan (yang dibredel pemerintah Orde Baru), dan Harian Sinar Indonesia Baru (SIB),Medan. Meski versinya berbeda,tapi satu hal mengacu pada pembenaran eksistensi salah satu suku bernama Batak di wilayah pedalaman Filipina. Seorang penulis menyebut adanya satu kelompok komunitas bernama Batac (dengan huruf “c” di belakang). Kelompok itu memiliki kultur yang mendekati kultur orang Batak di Sumatera. Selain kemiripan postur dan bahasa, serta kecenderungan merantau dan membuka pemukiman baru di wilayah-wilayah yang semula terisolir.
Sejumlah arsip yang terkait dengan Batak di Filipina, setidaknya mengisyaratkan adanya keterkaitan genealogis dengan Batak di Sumatera. Tapi, sangat disayangkan tuturan yang pernah dipublikasikan itu umumnya masih berupa penyampaian informasi, belum pada tahap pengkajian secara ilmiah. Belum pada upaya serius mencari titik temu atau benang merah keterkaitan.
Ada teman satu sekolah di SD dulu, namanya Jeremias Hutabarat, yang pernah melanglang buana, dari satu Negara ke Negara lain.Jeremias bekerja di sebuah kapal tanker milik pengusaha Yunani. Dia sering menjelajah dari Athena, Dubai, Kairo, Jerusalem, Hongkong, dan Manila. Pada sekitar 1985, Jeremias pulang ke Tarutung, setelah lebih 25 tahun melanglang buana. Dia berkisah seputar pengalamannya sewaktu tinggal beberapa lama di Filipina. Bertemu dengan orang-orang yang mirip orang Batak di Indonesia.Logat dan gaya hidup mereka tak benyak beda dari Batak yang ada di Sumatera. Belakangan Jeremias baru tahu kalau mereka itu mengaku suku Batac. Sejumlah kata yang mereka gunakan sama dengan kata yang dikenal dalam bahasa orang Batak di Sumatera. Misalnya, mangan (makan), inong (ibu), sangsang ( daging babi cincang),among (ayah), iboto (saudara lelaki/perempuan), dan beberapa kata lainnya. “ Huhilala, halak Batak do nasida.Alai dang binoto, ise do na mangaranto najolo, hita do na lao tu Filipina,manang halak i do na mangaranto tu Indonesia” ( kurasa mereka itu orang Batak,tapi tak diketahui siapa dulu yang merantau,apakah kita yang ke Filipina,atau mereka yang datang ke Indonesia),cerita Jeremias saat itu.
Masih menurut arsip lama, sejumlah wisatawan Filipina yang berkunjung ke Sumatera Utara beberapa waktu lalu, disebutkan merasa seperti berada di kampung halamannya di Filipina,saat mereka berada di sekitar Parapat dan Samosir. Rupanya sebagian dari wisatawan itu adalah suku Batac yang ada di Filipina. Mereka heran melihat banyaknya kemiripan orang-orang di Parapat dan Samosir dengan kehidupan di kampungnya. Dari soal bahasa, suara keras yang ceplas-ceplos, bentuk tugu/kuburan, sampai jenis makanan yang ada di kedai-kedai. “Mereka mengatakan, seperti berada di kampungnya saat berada di Parapat dan Samosir”, ujar guide yang memandu turis Filipina itu kepada wartawan.-
Mirip Batak Toba
Informasi tentang adanya komunitas suku yang mirip orang Batak di Sumatera,memang tak banyak berbeda,satu sama lain. Tapi,kalau Jeremias Hutabarat hanya mengungkapkan sepintas pengalamannya bertemu orang Batac di Filipina, lain halnya dengan EH Tambunan. Yang disebut belakangan,menceritakan lebih detail,pengalamannya bertemu orang-orang mirip Batak di negerinya Corazon Aquino itu.
EH Tambunan adalah seorang dosen di PT Advent Surya Nusantara. Satu ketika dia berkunjung ke kota turis Baguio di Filipina Utara. Tambunan menuturkan keheranannya dalam sebuah tulisannya, ketika bertemu penduduk yang dalam banyak hal mirip dengan orang Batak di Sumatera. Saat turun ke lembah,memasuki desa-desa yang dikelilingi pegunungan di Baguio,terasa seolah-olah berada di Tano BatakRasa ingin tahu Tambunan makin bertambah, setelah memasuki perkampungan penduduk. Banyak kesamaan dengan orang Batak Toba. Baik cara berpakaian,bangunan rumah,dan tata cara kehidupannya.
Ketika berada di Manila,tutur EH Tambunan, dia juga menemukan sejumlah orang yang mirip orang Batak Toba. Ketika hendak membeli piano di salah satu toko, seseorang memberitahunya,bahwa ada penjual piano lain di kota itu bernama Sigala. Nama itu belakangan ditafsirkannya berkaitan dengan marga Sagala.
Dalam keheranannya, Tambunan bertanya dalam hati,”Bagaimanakah dulunya orang Batak dari Sumatera merantau ke kota metro Manila ini?”. Tapi, setelah bertemu langsung dengan orang bernama Sigala itu, ternyata ia bukan Batak Sumatera, tapi Batac (pakai “c”) Filipina.
Orang Pegunungan
Kata Batak atau Binatak di Filipina, menurut satu arsip , menunjuk pada istilah (term) yang sudah lama dikenal ,yang berarti orang-orang pegunungan (mountain people). Syahdan, orang Spanyol yang lama menjajah negeri ini menyebut orang-orang Batak pegunungan itu “Tinitianes”,berasal darisatu desa di pantai Utara Puerto Princesa di Pulau Palawan. Penduduk Pulau Palawan itu terdiri dari tiga sub-etnik,yakni suku Palawan, Tagbanua,dan Batak. Tapi suku Batak merupakan yang jumlahnya sedikit,namun sangat terkenal karena keberaniannya.
Orang Batak Filipina dikagumi suku lainnya di Filipina, karena kepiawaiannya berburu.Pada awalnya mereka tinggal di wilayah pegunungan,tapi belakangan berpindah di sekitar pantai dekat Honda Bay. Saat ini,kebanyakan di antaranya menetap di daerah dataran, dan lembah-lembah dekat sungai. Di antaranya di daerah Babuyan,Maoyon,Tanabag,Tarabanan,Laingogan,Tagnipa,Caramay, dan Buayan. Sebagian lainnya di daerah dataran Pulau Sulu. Hingga tahun 1990an,menurut satu catatan, jumlah orang Batak Filipina itu 6.000 an jiwa (studi yang pernah dibuat Miller).Mereka memakai bahasa Batak (versi Batak Filipina) sebagai bahasa ibu.
Pada awalnya, orang Batak Filipina tergolong penganut animisme, meski belakangan sudah ada yang percaya pada agama Katholik/Kristen.Sebagian besar percaya pada kekuatan jiwa seseorang.Jika seseorang sakit,jiwanya meninggalkan tubuh, dan hanya seorang dukun (shaman) yang dapat mengembalikan jiwa itu untuk kesembuhannya.
Orang-orang Batak Filipina dikenal sebagai suku yang taat pada adat istiadat. Sistem perkawinan adalah eksogami.Seseorang menikah hanya diizinkan ke luar klan. Mungkin karena itu,jumlah orang Batak Filipina dalam komunitas aslinya tak berkembang secara signifikan. Tidak dikenal perceraian dalam perkawinan.Palanggaran susila sangat diharamkan. Jika ada yang melanggar norma-norma susila,ia akan dihukum oleh masyarakat itu sendiri. Untuk itu ada majelis adat yang berkompeten untuk mengadili.
Dalam hal perkawinan,ada banyak persamaan adat dengan Batak Toba, meski di sisi lain banyak perbedaan mencolok. Jika dua sejoli mau dinikahkan, pihak orang tua pria yang harus dating meminang kepada orang tua perempuan. Jika pinangan diterima, pihak keluarga pria harus menyerahkan uang mahar (di Toba di sebut boli atau sinamot). Di kalangan Batak Filipina disebut bandi atau kapangasawa.
Mencermati orang-orang Batak di Filipina, tutur EH Tambunan pada bagian lain catatannya,banyak hal yang memberi kesan persamaan dengan Batak di Sumatera. Walau pun sejarah Filipina sendiri belum bisa memastikan dari mana asal mula datangnya orang bernama Batak di negeri itu. Membandingkan dengan cirri suku Aeta, suku Batak itu termasuk kelompok Aeta yang tinggal dI Palawan. Mereka (Batak) tadinya dikenal nomaden (berpindah-pindah).. Belakangan sudah makin membuka diri. Banyak yang meninggalkan pola primitif, membaur dalam kehidupan yang lebih maju. Mereka juga sudah mau belajar bahasa Tagalog, bahasa nasional Filipina.
Pengakuan orang-orang Batak yang tinggal di Baguio bagian Utara Pulau Luzon, dan beberapa di antaranya ada di Manila, bahwa nenek moyang mereka berasal dari Sumatera. Tata cara hidup mereka banyak persamaan dengan Batak di Sumatera. Adat perkawinan, keuletannya bertani, kesenian yang dimiliki, perawakan,hingga nama-nama marga yang dipakai, semuanya mirip dengan Batak di Sumatera. Lalu, bagaimana sejarahnya mereka ada Filipina? Agaknya masih diperlukan penelitian lebih jauh dari para antropolog dan sejarawan.
Sementara itu, sebuah novel karya pengarang terkemuka Filipina, F.Sionil Jose, berjudul Sebuah Desa Bernama Poon, ( diterbitkan Yayasan Obor Indonesia, 1988), sedikit banyaknya menggambarkan banyak halterkait dengan pola hidup orang Batak. Sebuah pergulatan hidup di masa penjajahan Spanyol dan Amerika, pelarian dari hutan ke hutan, pegunungan, ngarai, dan tradisi-tradisi khas yang mengingatkan kita pada orang Batak. Satu di antaranya, saat sakit perut datang mengganggu, obat ampuh yang dicari adalah pucuk daun jambu klutuk, direbus dan diminum. Orang Batak di Sumatera, sangat akrab dengan ramuan itu.
Novel itu dipinjamkan Pak RE Nainggolan kepada saya semasa menjabat Kepala Bappeda Taput di Tarutung. Entah kenapa,selama mengikuti alur cerita novel tersebut, asosiasi pemikiran saya cenderung tergiring pada orang-orang Batak Indonesia yang melekat pada tokoh-tokoh sentral novel itu. Setting pegunungan,hutan rimba, sungai-sungai, jurang,kuda, dan kerbau, sangat kental dengan kehidupan orang Batak di Sumatera. Lalu jiwa kepioniran yang berbalut keuletan,ketangkasan, ketabahan menjelajah. Dipadu dengan melekatnya holong (kasih) antar sesama, di tengah pergulatan hidup penuh mara bahaya.
Saya menghubungkannya dengan ragam analisis dan perbincangan tingkat lapo, hingga tulisan media. Jangan-jangan benar, kalau Batak di Sumatera dengan Batak di Filipina itu masih serumpun, tapi berhubung terjadinya perpencaran pada zaman yang tak diketahui jelas kapan, telah memisahkannya selama berabad-abad. Pertanyaannya: Kalau itu benar, lalu siapa yang meninggalkan siapa. Apakah Batak yang di Filipina yang mengembara ke negeri Corry Aquino pada saat terjadinya semacam krisis tempo dulu,ataukah orang kita Batak yang di Sumatera yang datang dari Filipina? Butuh kajian komprehensif untuk menjawabnya.(lihat juga Kompasiana.Com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar