Tak
sedikit orang Sumatera Utara yang berotak berlian main catur. Salah
satunya adalah Viktor Simanjuntak, warga Tarutung yang lama berkiprah di
dunia percaturan. Masih usia remaja, Victor sudah mengukir prestasi
menakjubkan. Bahkan, skala kejuaraannya sempat melebar ke tingkat
provinsi dan nasional. Victor, yang di Tarutung lebih dikenal dengan
julukan “Juntak Parcatur”, pernah menjuarai catur se-Sumut, era
80-an.Dia sudah lebih 50 tahun bermain catur ke mana-mana, bahkan ke
Jakarta, Bandung, Surabaya.
Masih eksis main catur? Rupanya tak ada kamus sudah lansia bagi pecandu catur, apalagi kalau sudah diakui sebagai jagoan. Hanya satu kata tunggal: Main terus! Minimal sekadar nonton atau mengamati orang main catur. Di usianya yang telah makin renta (76), Victor masih
hafal betul teori-teori catur, yang konservatif maupun yang modern.
Meski sudah lama tak lagi ikut turnamen catur level provinsi dan
nasional, Victor masih sering bermain catur di kedai, sekadar hobi.
Tentu saja, banyak lawan mainnya merasa bangga, bisa bermain dengan sang
juara. Meski sering kalah, tapi lawan mainnya bisa memetik pelajaran
berharga mengenai strategi permainan catur.
Sejumlah
pecatur handal dari Tanah Karo, pernah dilawannya. Di antaranya, Monang
Sinulingga, Cerdas Barus, Pokan Damanik. “Kami masih satu angkatan
dalam catur,” kata Victor ketika berbincang dengan kompasianer.
Setelah
usia tua mulai menyergapnya, Victor memang tak lagi mengikuti turnamen.
Namun, dia tetap mengabdikan dirinya di jalur percaturan, dengan menjadi
pengurus Percasi (Persatuan Catur se-Indonesia) setempat.
Setiap ada penyelenggaraan turnamen di daerah itu, Victor tak pernah
absen sebagai panitia, atau dewan juri. Sudah enam bupati memimpin
pemerintahan di sana Victor selalu diandalkan untuk urusan catur.”Tapi,
dekat pun pada banyak pejabat, saya begini terus. Karena saya memang tak
berbakat meminta, apalagi mengambil hati,” tandasnya. Dalam
kesederhanaan hidupnya, Victor tetap bersyukur. Di usia tuanya, pikiran
masih terang. Masih bisa membimbing generasi muda di jalur percaturan.
Ada satu
kenangan paling berkesan, ketika di tahun 1980, Victor gagal berangkat
mewakili Sumut mengikuti turnamen catur Asia. Pasalnya, Victor dicekal
pihak imigrasi di Polonia, Medan. Konon, karena imigrasi punya catatan
dokumen, bahwa Victor Simanjuntak terkait kasus politik. Tak urung,
Dandim 0210 Letkol CPM IB Sitorus selaku Ketua KONI Tapanuli waktu itu,
berang. “Kalau Victor ada kasus politik, masak saya tak tahu, dan tak
ada konfirmasi,” kata IB Sitorus kesal.
“Ternyata
belakangan saya menduga, itu hanya permainan kelompok tertentu untuk
mengganti posisi saya ke Hongkong. Soal ada nama yang serupa dengan saya
terkait kasus politik, hanya rekayasa belaka. Betul-betul keterlaluan,”
tandas Victor mengenang.
Meski
sudah tua, Victor bukan berarti harus berdiam diri di rumah. Hampir
setiap hari, Victor masih kelihatan melintasi jalan raya mengunjungi
rekan-rekannya pecandu catur. Lokasi “asah otak” sejumlah pecatur di
Kota Tarutung, kini ada beberapa kedai di kota itu. Ada sejumlah pecatur
mania nongkrong tiap hari di sana. Di situ sering berkumpul para
jago-jago catur berkumpul, uji coba kemampuan, terkadang juga taruhan
uang. Minimal mengevaluasi maju-mundurnya intelektualitas bercatur.
Kalaupun tak ikut main, minimal Victor jadi penonton, mencermati jalannya permainan. Di kota ada beberapa lapo tempat mangkalnya pecatur mengasah otak. Di situlah sering terlihat Victor markombur-kombur (bercengkerama) dengan rekannya pecandu catur. Barangkali,
begitulah dunianya pecandu catur. Tak perlu larak-lirik kanan-kiri,
mata dan pikiran fokus ke anak-anak catur di depan. Terkadang, ya sambil
bersiul atau berdendang pelan.
Masih
terus juga main catur walau sudah tua Bung Victor? tanya seorang
kerabatnya. Victor dengan mantap mengatakan, catur itu adalah permainan
olah otak tertua yang tak akan pudar selamanya. Catur tak hanya sekadar
uji otak, tapi juga uji nyali. “Saya masih terus main catur selama otak
masih bekerja,” katanya tak ragu-ragu.
Filosofi
main catur baginya tak terlalu rumit. Melangkah, dan melangkah terus,
bukan asal melangkah, tapi berjuang, bergerak, mengelola strategi,
seraya mempelajari isi pikiran lawan main. Sekali melangkah, maka titik
impasnya adalah kalah atau menang. Hidup juga begitu. Duduk saja tak
akan menghasilkan apa-apa. Melangkah dari titik awal hingga finish,
namanya tetap mencapai garis depan.
Mirip filosofi Lao Tzu ahli filsafat militer Tiongkok kuno. Perjalanan bermil-mil dimulai dari langkah pertama. (Leonardo Tolstoy Simanjuntak/ Lihat juga: Kompasiana.Com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar