Jumat, 19 September 2014

Tak Ada Kamus Lansia Bagi Jagoan Catur: Main Terus!

 







Tak sedikit orang Sumatera Utara yang berotak berlian main catur. Salah satunya adalah Viktor Simanjuntak, warga Tarutung yang lama berkiprah di dunia percaturan. Masih usia remaja, Victor sudah mengukir prestasi menakjubkan. Bahkan, skala kejuaraannya sempat melebar ke tingkat provinsi dan nasional. Victor, yang di Tarutung lebih dikenal dengan julukan “Juntak Parcatur”, pernah menjuarai catur se-Sumut, era 80-an.Dia sudah lebih 50 tahun bermain catur ke mana-mana, bahkan ke Jakarta, Bandung, Surabaya.
Masih eksis main catur? Rupanya tak ada kamus sudah lansia bagi pecandu catur, apalagi kalau sudah diakui sebagai jagoan. Hanya satu kata tunggal: Main terus! Minimal sekadar nonton atau mengamati orang main catur.  Di usianya yang telah makin renta (76), Victor masih hafal betul teori-teori catur, yang konservatif maupun yang modern. Meski sudah lama tak lagi ikut turnamen catur level provinsi dan nasional, Victor masih sering bermain catur di kedai, sekadar hobi. Tentu saja, banyak lawan mainnya merasa bangga, bisa bermain dengan sang juara. Meski sering kalah, tapi lawan mainnya bisa memetik pelajaran berharga mengenai strategi permainan catur.
Sejumlah pecatur handal dari Tanah Karo, pernah dilawannya. Di antaranya, Monang Sinulingga, Cerdas Barus, Pokan Damanik. “Kami masih satu angkatan dalam catur,” kata Victor ketika berbincang dengan kompasianer.
Setelah usia tua mulai menyergapnya, Victor memang tak lagi mengikuti turnamen. Namun, dia tetap mengabdikan dirinya di jalur percaturan, dengan menjadi pengurus Percasi (Persatuan Catur se-Indonesia) setempat. Setiap ada penyelenggaraan turnamen di daerah itu, Victor tak pernah absen sebagai panitia, atau dewan juri. Sudah enam bupati memimpin pemerintahan di sana Victor selalu diandalkan untuk urusan catur.”Tapi, dekat pun pada banyak pejabat, saya begini terus. Karena saya memang tak berbakat meminta, apalagi mengambil hati,” tandasnya. Dalam kesederhanaan hidupnya, Victor tetap bersyukur. Di usia tuanya, pikiran masih terang. Masih bisa membimbing generasi muda di jalur percaturan.
Ada satu kenangan paling berkesan, ketika di tahun 1980, Victor gagal berangkat mewakili Sumut mengikuti turnamen catur Asia. Pasalnya, Victor dicekal pihak imigrasi di Polonia, Medan. Konon, karena imigrasi punya catatan dokumen, bahwa Victor Simanjuntak terkait kasus politik. Tak urung, Dandim 0210 Letkol CPM IB Sitorus selaku Ketua KONI Tapanuli waktu itu, berang. “Kalau Victor ada kasus politik, masak saya tak tahu, dan tak ada konfirmasi,” kata IB Sitorus kesal.
“Ternyata belakangan saya menduga, itu hanya permainan kelompok tertentu untuk mengganti posisi saya ke Hongkong. Soal ada nama yang serupa dengan saya terkait kasus politik, hanya rekayasa belaka. Betul-betul keterlaluan,” tandas Victor mengenang.
Meski sudah tua, Victor bukan berarti harus berdiam diri di rumah. Hampir setiap hari, Victor masih kelihatan melintasi jalan raya mengunjungi rekan-rekannya pecandu catur. Lokasi “asah otak” sejumlah pecatur di Kota Tarutung, kini ada beberapa kedai di kota itu. Ada sejumlah pecatur mania nongkrong tiap hari di sana. Di situ sering berkumpul para jago-jago catur berkumpul, uji coba kemampuan, terkadang juga taruhan uang. Minimal mengevaluasi maju-mundurnya intelektualitas bercatur.
Kalaupun tak ikut main, minimal Victor jadi penonton, mencermati jalannya permainan. Di kota ada beberapa lapo tempat mangkalnya pecatur mengasah otak. Di situlah sering terlihat Victor markombur-kombur (bercengkerama) dengan rekannya pecandu catur. Barangkali, begitulah dunianya pecandu catur. Tak perlu larak-lirik kanan-kiri, mata dan pikiran fokus ke anak-anak catur di depan. Terkadang, ya sambil bersiul atau berdendang pelan.
Masih terus juga main catur walau sudah tua Bung Victor? tanya seorang kerabatnya. Victor dengan mantap mengatakan, catur itu adalah permainan olah otak tertua yang tak akan pudar selamanya. Catur tak hanya sekadar uji otak, tapi juga uji nyali. “Saya masih terus main catur selama otak masih bekerja,” katanya tak ragu-ragu.
Filosofi main catur baginya tak terlalu rumit. Melangkah, dan melangkah terus, bukan asal melangkah, tapi berjuang, bergerak, mengelola strategi, seraya mempelajari isi pikiran lawan main. Sekali melangkah, maka titik impasnya adalah kalah atau menang. Hidup juga begitu. Duduk saja tak akan menghasilkan apa-apa. Melangkah dari titik awal hingga finish, namanya tetap mencapai garis depan.
Mirip filosofi Lao Tzu ahli filsafat militer Tiongkok kuno. Perjalanan bermil-mil dimulai dari langkah pertama. (Leonardo Tolstoy Simanjuntak/ Lihat juga: Kompasiana.Com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar